kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.960.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.300   94,00   0,58%
  • IDX 7.166   -38,30   -0,53%
  • KOMPAS100 1.044   -6,02   -0,57%
  • LQ45 802   -6,08   -0,75%
  • ISSI 232   -0,07   -0,03%
  • IDX30 416   -3,18   -0,76%
  • IDXHIDIV20 486   -4,82   -0,98%
  • IDX80 117   -0,79   -0,67%
  • IDXV30 119   -0,02   -0,02%
  • IDXQ30 134   -1,35   -1,00%

Emiten Rumah Sakit Hadapi Tantangan Jangka Pendek, Begini Rekomendasi Analis


Minggu, 15 Juni 2025 / 22:04 WIB
Emiten Rumah Sakit Hadapi Tantangan Jangka Pendek, Begini Rekomendasi Analis
ILUSTRASI. Seorang dokter mensimulasikan tindakan operasi bedah dengan menggunakan teknologi lengan robotic saat diperkenalkan ke masyarakat umum di Lippo Mall Nusantara, Jakarta, Kamis (12/6/2025). Sistem pembedahan Da Vinci Xi tersebut merupakan teknologi operasi bedah robotic mutakhir untuk tindakan ke manusia yang dimiliki RS Siloam Hospitals yaitu pembedahan dilakukan dengan minim rasa nyeri serta pemulihan yang lebih cepat. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/nym.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor rumah sakit menghadapi sejumlah tantangan untuk jangka pendek. Meski begitu, prospek jangka panjang tetap positif seiring resiliensi kinerja emiten rumah sakit dengan efisiensi.

Kementerian Kesehatan memutuskan menunda implementasi penuh sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) hingga Desember 2025. Pasalnya, baru 57% dari 2.554 rumah sakit nasional yang siap secara fasilitas. Hambatan terbesar datang dari keterbatasan peralatan (seperti nurse call system dan sekat tempat tidur) serta ruang rawat inap yang belum memenuhi standar.

Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila menuturkan penundaan implementasi KRIS di satu sisi memberikan waktu untuk adaptasi secara operasional. Namun, penundaan ini bisa memperlambat dari sisi efisiensi sistem Kesehatan yang lebih terintegrasi lagi dengan teknologi.

"Lalu juga akan ada efisiensi biaya yang tertunda untuk anggaran kesehatan sehingga belum ada insentif tinggi untuk mendukung sektor Kesehatan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (13/6). 

Tantangan lainnya di jangka pendek dari SEOJK 7/2025 yang mengatur kewajiban co-payment minimum sebesar 10% dari total klaim untuk asuransi kesehatan swasta. Indy menilai hal tersebut dapat menekan volume pasien, yang berdampak pada tekanan margin, khususnya untuk RS yang lebih condong ke pasien asuransi korporat.

Baca Juga: Emiten Rumah Sakit Hadapi Sejumlah Tantangan, Begini Rekomendasi Analis

VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi menambahkan bahwa efeknya juga pada efisiensi biaya oleh asuransi. Perusahaan asuransi diperkirakan akan lebih ketat dalam persetujuan tindakan dikarenakan nasabah terlibat menanggung biaya.

Meski demikian, dalam jangka panjang akan terbangun permintaan terhadap emiten rumah sakit yang memiliki reputasi positif dan harga kompetitif. "Kami berpandangan positif pada emiten rumah sakit dengan sistem digital kuat dan segmen pasar menengah-atas, seperti MIKA dan HEAL," sebutnya.

Tantangan jangka pendek lainnya, sambung Oktavianus, terkait penyusunan tarif layanan baru berbasis Indonesian Diagnosis Related Group (iDRG). Memang, kata dia, iDRG dipandang berdampak pada efisiensi emiten rumah sakti seiring kalim yang akan disesuaikan dan mencegah overutilitasi layanan.

"Namun, iDRG berpotensi menurunkan gross margin 10-30% akibat dari fix rate atau paket, khususnya dominasi pasien JKN," jelasnya.

Oktavianus berpandangan bahwa kebijakan pemerintah lebih difokuskan pada strandarisasi melalui KRIS dan efisiensi pembiayaan dari iDRG. Namun juga memberikan ruang pada layanan tambahan melalui COB, membuka ruang kolaborasi dengan swasta untuk mendukung keberlanjutan JKN.

Baca Juga: Intip Alokasi Belanja Modal Emiten Rumah Sakit pada 2025 dan Peruntukannya

"Sehingga kami memperkirakan sektor healthcare masih akan resilien dengan outlook positif dalam jangka panjang," tegasnya.

Dus, Kiwoom Sekuritas Indonesia merekomendasikan buy SILO dengan target harga Rp 2.620 seiring layanan premium dengan kertegantungan JKN rendah, sekitar 18% dan dampak iDRG cenderung terbatas. Lalu, MIKA dengan target harga Rp 2.990 didukung fokus pada non-JKN dan dapat meningkatkan margin dengan skema COB split-bill untuk kelas premium.

Kemudian HEAL dengan target harga Rp 1.560. "Meskipun terdampak penyesuaian iDRG seiring dengan dominasi JKN atau sebesar 70%, tetapi dengan penambahan 700 bed dapat mempertahankan BOR 70%-75% dan optimilasasi sekitar 40% pasien JKN kelas I dengan COB akan mendongkrak revenue per pasien 7%-15%," terangnya.

Sementara itu, Indy hanya menjagokan HEAL dengan memberikan rekomendasi trading buy dengan target harga Rp 1.500. "Ini karena banyak emiten kesehatan banyak yang memiliki valuasi mahal atau PER di atas industri," tutupnya.

Baca Juga: Sejumlah Emiten Rumah Sakit Telah Umumkan Capex 2025, Intip Rekomendasi Sahamnya

Selanjutnya: Mandala Finance Dorong Pembiayaan Kendaraan Listrik lewat Kolaborasi dengan SELIS

Menarik Dibaca: TikTok Beauty Fest Kembangkan Sektor Kecantikan Makin Berkilau

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×