Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Langkah tersebut penting mengingat harga komoditas batubara sejauh ini masih lesu. Langkah efisiensi yang diambil DOID dengan memangkas frekuensi pengiriman (shfit) dari tiga kali menjadi dua kali. Manajemen DOID juga berupaya menggunakan tenaga kerja yang kompeten di bidangnya. Perusahaan juga tengah berupaya meningkatkan utilitas produksi untuk mencapai kinerja yang lebih baik lagi.
Chris Apriliony, analis Jasa Utama Capital Sekuritas berpendapat tahun ini memang masa yang berat untuk kontraktor tambang, terutama bagi kontraktor yang hanya mengerjakan proyek batubara.
Chris mengatakan, di antara saham-saham emiten konstruksi tambang, saham UNTR masih menarik untuk dikoleksi. Sebabnya, UNTR memiliki lini bisnis selain kontraktor batubara. Asal tahu saja, UNTR memiliki beberapa bisnis seperti mesin konstruksi, kontraktor penambangan, pertambangan batubara, pertambangan emas, dan industri konstruksi.
Baca Juga: Penjualan alat berat lesu, United Tractors (UNTR) mengikuti dinamika pasar
Apalagi, tambah Chris, UNTR telah mengakuisisi tambang emas tahun lalu sehingga ada kemungkinan membantu kinerja perusahaan. "UNTR menarik karena secara laba tidak turun signifikan, tetapi harga sahamnya sudah turun cukup dalam sehingga menarik untuk diakumulasi," kata Chris kepada Kontan.co.id, Rabu (20/11).
Asal tahu saja, unit usaha kontraktor penambangan UNTR dijalankan oleh PT Pamapersada Nusantara. Hingga kuartal III 2019, Pama membukukan peningkatan pendapatan bersih sebesar 4% menjadi Rp 30 triliun. Volume produksi batubara anak usaha UNTR ini naik 6,5%, dari sebelumnya 90,5 juta ton menjadi 96,4 juta ton. Adapun volume pengupasan tanah atau overburden removal meningkat dari 717,6 juta bcm menjadi 749,9 juta bcm.
Baca Juga: Ini Rekomendasi Saham Delta Dunia Makmur (DOID) yang Baru Ditendang dari Indeks MSCI
Analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy menilai kinerja UNTR masih positif hingga akhir tahun. Meskipun, harga batubara yang rendah mengakibatkan kontribusi penjualan batubara akan lebih kecil dibanding tahun lalu.
Di sisi lain, meskipun DEWA menjadi satu-satunya emiten yang terlihat bertumbuh dari sisi pendapatan maupun laba bersihnya, Chris melihat investor masih enggan membeli sahamnya. Hal tersebut disebabkan harga sahamnya masih tergolong saham gocap atau Rp 50 dan ada sentimen mengenai grup bisnisnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News