Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum selesai permasalahan Covid-19, kini emiten baja lokal menghadapi masalah lain, yakni permasalahan safeguard. Fedaus, Direktur Public Relatios PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP) menyebut, saat ini safeguard untuk I-H section (H beam) sebenarnya sudah ada, hanya saja ini akan berakhir di akhir Januari 2021.
Perpanjangan safeguard ini bisa melalui Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag). Nah, ada satu syarat yang menarik dalam mengajukan perpanjangan ini, yakni harus diajukan minimal enam bulan sebelum habis masa berlaku.
“Namun yang terjadi, karena adanya Covid-19 dan kami fokus dengan kondisi karyawan, jadi aplikasinya agak terlambat,” ujar Fedaus kepada Kontan.co.id, Rabu (20/1). Aplikasi ini pun ditolak dengan alasan waktu aplikasi yang telah melebihi batas waktu.
Baca Juga: PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Membidik Kenaikan Volume Penjualan 25%
KPPI bahkan telah menerbitkan surat nomor 01/KPPI/01/2021 tertanggal 12 Januari 2021 yang intinya menolak perpanjangan saferguard GGRP dengan alasan proses pemeriksaan telah lewat batas waktu. GGRP pun menyayangkan hal ini, yang dirasa bertolak belakang dengan kebijakan Pemerintah yang tengah gencar memberikan relaksasi terhadap sejumlah aturan.
Padahal, GGRP masuk dalam kategori dan syarat penerima safeguard tersebut, yakni perusahaan yang masih mengalami kerugian sehingga membutuhkan proteksi dari pemerintah, hingga adanya investasi yang masih belum selesai.
“Syarat yang ketiga mengenai tenggat waktu pengajuan, ini yang malah menjadi concern. Sedangkan mereka tidak melihat concern terhadap dua faktor sebelumnya,” sambung dia.
Baca Juga: Hilirisasi hingga ekspor baja ke Eropa jadi agenda Krakatau Steel (KRAS) tahun ini
Masalahnya adalah, jika aplikasi perpanjangan tersebut ditolak, pengajuan aplikasi baru akan memakan waktu yang cukup lama, yakni dua tahun. Di sisi lain, produk baja impor dari China terus membanjiri tanah air.
Tahun ini, China diprediksi akan lebih ekspansif. Produksi baja di Negeri Tirai Bambu tahun 2021 diprediksi mencapai 1,068 juta ton, naik dari produksi tahun 2020 yang diprediksi 1,045 juta ton. Dikhawatirkan, harga produk baja China yang murah karena sokongan pemerintahnya akan membanjiri pasar Asia Pasifik pada tahun ini.
Hal ini berbanding terbalik dengan kebijakan sejumlah negara, yang sangat melindungi produsen baja lokal. Fedaus menyebut, Malaysia misalnya, telah melakukan antidumping barrier untuk produk baja lapis aluminium dari China sebesar 2,8%–18,8%, dari Korea sebesar 9,98%–34,94%, dan dari Vietnam sebesar 3,06%–37,14% sampai Desember 2025.
Jika tidak tercapainya dukungan perpanjangan ini, Fedaus menyebut akan timbul multiplier effect seperti penutupan beberapa unit/bagian di pabrik seiring dengan adanya efisiensi, hingga potensi timbulnya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan.
Baca Juga: Penjelasan Gunung Raja Paksi (GGRP) terkait permohonan PKPU supliernya
Bahkan, investasi dengan yang dilakukan GGRP sejak 2018 untuk menambah kapasitas disebut akan berakhir sia-sia. “Jika safeguard tidak diberikan, maka investasi untuk menambah kapasitas tidak akan tercapai,” ujar dia.
Sebenarnya, Gunung Raja Paksi memandang prospek industri baja tahun ini akan membaik dibanding tahun lalu. Untuk 2021, GGRP memprediksi pasar baja nasional akan tumbuh sekitar 8% yaitu berkisar 14 juta ton dibanding tahun 2020.
Khusus untuk GGRP, Fedaus menyebut emiten ini menargetkan kenaikan penjualan 10% dari tahun lalu.”Namun jika perlindungan safeguard kami tidak diperpanjang, target kami tentu tidak akan tercapai,” kata dia.
Saat ini GGRP dan PT Krakatau Wajatama, sedang berusaha untuk berkomunikasi dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perekonomian, bahkan dengan Kepala Staf Presiden. Dia berharap, aturan dan birokrasi dapat dibuat sefleksibel mungkin dalam kondisi pandemi saat ini.
Baca Juga: Gunung Raja Paksi (GGRP) menyiapkan dana ekspansi hingga Rp 6,8 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News