Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melarang ekspor batubara, sejumlah emiten batubara siap memenuhi ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) batubara sebesar 25%.
Head of Corporate Communication PT Indika Energy Tbk (INDY) Ricky Fernando mengatakan, pihaknya melalui PT Kideco Jaya Agung telah memenuhi ketentuan DMO untuk tahun 2021. "DMO Kideco ditahun 2021 mencapai 34%," ujar Ricky kepada Kontan.co.id, Senin (3/1).
Ricky melanjutkan, kebijakan pelarangan ekspor bisa mempengaruhi industri batubara secara keseluruhan. Sebagai upaya mengantisipasi aktivitas ekspor yang tertunda, pihaknya bakal tetap menjaga produktivitas serta melakukan optimalisasi dan efisiensi kinerja.
Sementara, Sekretaris Perusahaan PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) Sudin Sudiman mengaku terkejut dengan kebijakan pemerintah melarang ekspor batubara.
Namun, dengan pertimbangan pemenuhan kebutuhan batubara untuk pembangkit listrik, kebijakan tersebut dapat dimengerti. "Namun (kami) bisa mengerti akan resiko yang dihadapi jika tidak mengambil langkah cepat dan tepat untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh PLN," kata Sudin kepada Kontan.co.id, Minggu (2/1).
Baca Juga: Sejumlah Emiten Pelayaran Akui Bisnisnya Tak Terdampak Pelarangan Ekspor Batubara
Kendati demikian, Sudin berharap agar ada kesepakatan yang dapat tercapai antara Kementerian ESDM dan pelaku usaha terkait permasalahan ini.
Menurutnya, realisasi pasokan Domestic Market Obligation (DMO) GEMS hingga kuartal III 2021 mencapai 40%. Dalam pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, produksi batubara GEMS pada kuartal III 2021 mencapai 22,1 juta ton atau turun 7,53% year on year (yoy). Pada kuartal III 2020 lalu GEMS membukukan produksi sebanyak 23,9 juta ton.
Sementara itu, Direktur PT ABM Investama Tbk (ABMM) Adrian Erlangga mengatakan, kebijakan pelarangan ekspor batubara oleh Kementerian ESDM terkesan terburu-buru.
Menurutnya, langkah ini sebetulnya baik karena untuk menjamin kebutuhan energi nasional. Kendati demikian, Adrian menilai jika dilakukan dialog dan diskusi dengan pelaku usaha maka semua pelaku usaha pasti akan mendukung langkah pemerintah.
"Misalnya penghentian (ekspor), seluruh penambang ini sudah punya jadwal-jadwal pengiriman sudah diatur dua tiga bulan sebelumnya jadi tidak bisa satu hari langsung berhenti," ujar Adrian, Minggu (2/1).
Dengan demikian, ada potensi beban biaya kelebihan waktu berlabuh atau demurrage yang harus ditanggung pelaku usaha.
Langkah pemerintah melarang ekspor batubara juga dinilai bakal memberikan dampak ekonomi yang cukup besar pada industri pertambangan secara keseluruhan seperti perkapalan batubara, industri alat berat dan sektor terkait lainnya. Meski tak merinci, Adrian memastikan pihaknya selalu memenuhi komitmen DMO batubara.
Selain itu, demi menyiasati kondisi ini maka ABMM pun bakal berupaya untuk menegosiasikan ulang jadwal pengiriman batubara dengan para pembeli. Pihaknya juga berupaya untuk mencari peluang di pasar domestik.
Baca Juga: Kadin Nilai Larangan Ekspor Batubara Bisa Jadi Batu Sandungan Bagi Pemulihan Ekonomi
Adrian menjelaskan, kebutuhan batubara domestik mencapai 10 juta ton per bulan sementara produksi nasional mencapai 40 juta ton per bulan. Dengan kondisi ini dapat dipastikan pasar domestik tak dapat menyerap seluruh produksi yang ada serta akan ada persaingan ketat di pasar domestik.
Kondisi ini dinilai juga bakal berimbas pada turunnya harga batubara di pasar domestik dan melonjaknya harga di pasar ekspor. "Apalagi kita di dunia internasional, kebijakan pemerintah dilihat masyarakat internasional," terang Adrian.
Sementara itu, Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk (ADRO) Febriati Nadira mengungkapkan, pemenuhan ketentuan DMO dan memastikan kebutuhan serta pasokan batubara dalam negeri merupakan prioritas ADRO.
"Untuk tahun 2021 DMO Adaro sekitar 11,1 juta ton. Realisasi penjualan domestik pada bulan Januari - Oktober 2021 sebesar 9,69 juta ton," ujar Febriati kepada Kontan.co.id, Minggu (2/1).
Febriati melanjutkan, dengan tambahan penjualan pada bulan November dan Desember 2021 maka estimasi total penjualan batubara ke domestik untuk tahun 2021 mencapai 26% hingga 27% dari total produksi. Capaian ini pun dinilai telah memenuhi besaran yang disyaratkan pemerintah yakni 25%.
Sekedar informasi, untuk tahun 2021 lalu pemanfaatan batubara domestik ditetapkan sebesar 137,5 juta ton dimana sebanyak 113 juta tonnya diperuntukkan untuk kelistrikan.
Kementerian ESDM memperkirakan kebutuhan batubara domestik pada tahun 2022 sebesar 190 juta ton. Merujuk data PLN, kebutuhan batubara untuk pembangkit pada 2022 mencapai 119,19 juta ton dimana sebesar 68,42 juta ton untuk PLTU milik PLN dan 50,76 juta ton untuk PLTU milik Independent Power Producer (IPP).
Baca Juga: Pemerintah dan Pelaku Usaha Mulai Diskusi Soal Pemenuhan Batubara Dalam Negeri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News