Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Satu hal yang bisa mengganjal langkah SRIL adalah ancaman devaluasi mata uang yuan China. Aksi tersebut sulit dihindari mengingat perang dagang memaksa China untuk melakukan segala hal agar produknya dapat tetap terjual di pasar global.
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji melihat, di atas kertas devaluasi yuan membuat produk-produk asal Indonesia kalah saing terhadap China. Akan tetapi, dia yakin efek sentimen tersebut terhadap prospek bisnis SRIL relatif kecil.
Pasalnya, penetrasi ekspor produk SRIL cukup solid. Tak hanya AS dan China, SRIL juga memasok kebutuhan tekstil ke negara-negara kawasan Afrika, Amerika Latin, Eropa, serta Australia.
Baca Juga: Devaluasi Yuan Picu Perang Kurs, Siapa yang Untung dan yang Rugi?
SRIL juga dikenal sebagai pemasok bahan tekstil untuk kebutuhan khusus, salah satunya untuk pakaian militer. “Pangsa pasar ekspor SRIL tergolong luas dan beragam, sehingga emiten ini mampu bertahan dari berbagai sentimen terkait perang dagang,” ungkap Nafan, Kamis (29/8).
Nafan pun menyarankan akumulasi beli saham SRIL dengan target harga Rp 442 per saham. Saham SRIL dinilai kurang cocok untuk trading harian mengingat pergerakan sahamnya cenderung stagnan untuk jangka pendek.
Marlene merekomendasikan beli saham SRIL dengan target Rp 430 per saham. Pendapatan SRIL diperkirakan mencapai US$ 1,19 miliar di akhir tahun nanti. Sedangkan laba bersihnya mencapai US$ 129 juta.
Adapun Chris turut merekomendasikan beli saham SRIL dengan target harga Rp 500 per saham. Hari ini, harga saham SRIL stagnan di angka Rp 336 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News