Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sri Rejeki Isman Tbk dinilai memiliki prospek bisnis yang cerah di sisa tahun ini. Hal tersebut didukung oleh kuatnya kinerja penjualan produk ekspor perusahaan yang sering disebut dengan Sritex ini.
Sejauh ini, emiten berkode saham SRIL tersebut cukup sukses dalam menggenjot penjualan ekspor. Terbukti, di semester pertama lalu penjualan ekspor SRIL naik 29,44% (yoy) menjadi US$ 377,69 juta.
Angka ini jauh melampaui pertumbuhan penjualan domestik SRIL yang hanya mencapai 0,77% di semester satu lalu menjadi US$ 253,94 juta.
Baca Juga: Perawatan Mesin, Sritex (SRIL) Habiskan Belanja Modal US$ 15 Juta
“Kontribusi penjualan ekspor SRIL naik dari 54% di semester pertama 2018 menjadi 60% di semester pertama 2019,” terang Analis Sucor Sekuritas Marlene Tanumihardja melalui riset.
Menurut Marlene, penjualan ekspor membantu mempercepat pertumbuhan pendapatan SRIL secara keseluruhan. Ini karena meningkatnya permintaan dari pelanggan asing, khususnya dari kawasan AS dan Amerika Latin. Ekspor SRIL untuk kedua kawasan tersebut meroket hingga 221,1% (yoy) di paruh pertama tahun ini.
Analis Jasa Capital Utama Sekuritas Chris Apriliony berpendapat, tingginya pertumbuhan penjualan ekspor untuk kawasan Amerika dan sekitarnya menunjukkan bahwa SRIL dapat memanfaatkan keuntungan di tengah perang dagang yang berkecamuk selama lebih dari setahun terakhir.
Selama perang dagang berlangsung, AS terus menaikkan tarif impor produk dari China sekaligus mengurangi penggunaan produk dari negara tersebut. Alhasil, SRIL dapat menjadi pemasok produk tekstil untuk AS.
Baca Juga: Banyak kawasan industri baru, Sri Rejeki Isman (SRIL) belum berminat ekspansi
Marlene menilai, peluang SRIL untuk kembali mengambil untung dari perang dagang AS-China masih sangat terbuka di semester kedua ini. Terlebih lagi, perusahaan ini memiliki produk tekstil yang beragam. Kualitas produknya sudah diakui secara global, mulai dari benang, kain mentah dan kain jadi, hingga pakaian jadi.
Satu hal yang bisa mengganjal langkah SRIL adalah ancaman devaluasi mata uang yuan China. Aksi tersebut sulit dihindari mengingat perang dagang memaksa China untuk melakukan segala hal agar produknya dapat tetap terjual di pasar global.
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji melihat, di atas kertas devaluasi yuan membuat produk-produk asal Indonesia kalah saing terhadap China. Akan tetapi, dia yakin efek sentimen tersebut terhadap prospek bisnis SRIL relatif kecil.
Pasalnya, penetrasi ekspor produk SRIL cukup solid. Tak hanya AS dan China, SRIL juga memasok kebutuhan tekstil ke negara-negara kawasan Afrika, Amerika Latin, Eropa, serta Australia.
Baca Juga: Devaluasi Yuan Picu Perang Kurs, Siapa yang Untung dan yang Rugi?
SRIL juga dikenal sebagai pemasok bahan tekstil untuk kebutuhan khusus, salah satunya untuk pakaian militer. “Pangsa pasar ekspor SRIL tergolong luas dan beragam, sehingga emiten ini mampu bertahan dari berbagai sentimen terkait perang dagang,” ungkap Nafan, Kamis (29/8).
Nafan pun menyarankan akumulasi beli saham SRIL dengan target harga Rp 442 per saham. Saham SRIL dinilai kurang cocok untuk trading harian mengingat pergerakan sahamnya cenderung stagnan untuk jangka pendek.
Marlene merekomendasikan beli saham SRIL dengan target Rp 430 per saham. Pendapatan SRIL diperkirakan mencapai US$ 1,19 miliar di akhir tahun nanti. Sedangkan laba bersihnya mencapai US$ 129 juta.
Adapun Chris turut merekomendasikan beli saham SRIL dengan target harga Rp 500 per saham. Hari ini, harga saham SRIL stagnan di angka Rp 336 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News