Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana menerbitkan obligasi berdenominasi valuta asing (valas) alias global bond. Langkah ini dilakukan seiring kembali stabilnya likuiditas dan menguatnya kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
Setidaknya ada empat BUMN yang dipastikan akan merilis global bond antara lain PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN), PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN).
Ekonom Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana menilai prospek penerbitan global bond cenderung stabil jika dilaksanakan di tahun ini.
Sejauh ini tujuan penerbitan global bond didorong oleh kebutuhan perusahaan penerbit surat utang terhadap dollar AS yang menentukan denominasi penerbitan utang tersebut. Sehingga saat rupiah terapresiasi atau terdepresiasi tidak terlalu berpengaruh banyak terhadap penerbitan secara umum.
Katanya walaupun mungkin jika terjadi apresiasi rupiah maka akan ada sedikit penurunan penerimaan dari surat utang tersebut saat dikonversikan.
Fikri berpendapat waktu yang tepat bagi institusi untuk mengeluarkan global bond lebih kepada kapan kebutuhan dari institusi tersebut. “Jika memang kebutuhannya dalam waktu cepat, lebih cepat akan lebih baik,” kata Fikri kepada Kontan.co.id, Rabu (20/3).
Namun mungkin yang perlu menjadi pertimbangan adalah durasi dari surat utang tersebut agar tidak membebani kas institusi di masa depan saat jatuh tempo pembayaran.
Fikri bilang, tahun lalu ada banyak dampak eksternal karena volatilitas dan tekanan terhadap pasar modal global dan khususnya emerging market sangat besar. Sehingga mendorong besarnya sentimen negatif serta permintaan terhadap produk-produk keuangan emerging market termasuk surat utang yang dikeluarkan institusi domestik yang memungkinkan risiko premi atau cost of fund makin tinggi.
Karenanya, tahun lalu penerbitan global bond oleh korporasi tidak terlalu marak.
Nah, pada tahun ini sentimen negatif cenderung terminimalisasi. Risiko The Fed menaikkan suku bunga acuan berkurang di tahun ini. Begitu pula dengan perang dagang AS-China yang mulai mereda.
Sementara dari internal tahun ini diuntungkan dengan adanya data-data fundamental ekonomi Indonesia lebih baik sehingga membuat ruang gerak mata uang Garuda lebih luas.
Kata Fikri, imbal hasil yang ditawarkan oleh institusi swasta mungkin akan sedikit di atas global bond yang diterbitkan pemerintah. Berkaca pada imbal hasil penerbitan global bond pemerintah dengan tenor lima tahun sebesar 3,9% dan tenor 10 tahun 4,45%.
“Mungkin untuk institusi market leader seperti PLN, Mandiri, BRI, mungkin akan sama dengan nilai tersebut atau maksimal lebih tinggi 50 bps,” tutur Fikri.
Ia menegaskan skenario tersebut dapat terjadi bila yield turun saat ini. Sementara untuk BTN, imbal hasil bisa sekitar 5 bps-15 bps lebih tinggi dengan tenor yang sama.
Konsumsi domestik diprediksi akan tumbuh kuat di tahun ini. Ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjadikan pasar keuangan Indonesia tetap menarik di mata asing serta berujung menjaga stabilitas.
Di sisi lain ancaman tidak serta merta hilang dari penerbitan global bond. Sentimen datang dari pertumbuhan ekonomi China yang diproyeksikan akan menurun. Ekonomi terbesar kedua di dunia itu memperkirakan produk domestik brutonya (PDB) hanya tumbuh di kisaran 6%-6,5% tahun ini, menurut data dalam laporan pembukaan sesi rapat tahunan Kongres Nasional China.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News