Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pelemahan rupiah berhasil mengoreksi kinerja pasar Surat Utang Negara (SUN) di pasar sekunder. Tak hanya itu, minat investor pun jauh berkurang di pasar primer lelang SUN.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) melansir hasil lelang SUN, Selasa (17/3) hanya menerima permintaan investor sebesar Rp 17,27 triliun atau oversubscribes 1,7 kali lipat lebih dari target indikatif yang senilai Rp 10 triliun.
Pemerintah juga tidak agresif memenangkan lelang lantaran nominal yang dimenangkan pun berada di bawah target indikati yakni hanya Rp 6,75 triliun. Analis Millenium Danatama Indonesia Desmon Silitonga mengatakan nominal yang dimenangkan tersebut tidak besar lantaran permintaan yield yang lebih tinggi dibanding lelang-lelang sebelumnya.
Pemerintah melelang 4 seri SUN yakni SPN12160304 (tenor 1 tahun), FR0069 (tenor 4 tahun), FR0071 (tenor 14 tahun) dan FR0067 (tenor 29 tahun). Pada lelang SUN sebelumnya 3 Maret 2015, pemerintah juga melelang seri SPN12160304 dengan yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan sebesar 5,89%. Sedangkan pada lelang Selasa, yield seri ini naik tipis 3 basis poin menjadi 5,92%.
“Sehingga pemerintah mengerem pada lelang kali ini karena yield yang diminta relatif lebih tinggi dibanding lelang sebelumnya,” papar Desmon.
Pada akhir Februari silam, yield SUN tenor 10 tahun (FR0070) misalnya sempat menyentuh di bawah 7% yang kini sekitar 7,45%. Hanya saja, ia melanjutkan, permintaan yield tersebut relatif wajar dengan kondisi di pasar sekunder saat ini.
Ia juga memprediksi lelang kali ini sepi permintaan investor asing karena masih khawatir dengan pelemahan rupiah. Sehingga prediksinya permintaan lelang kali ini datang investor domestik terutama asuransi dan perbankan.
“Kehadiran investor asuransi dan perbankan bisa dilihat dari banyaknya nominal permintaan pada seri SPN12160304 (Rp 4,63 triliun). Mereka butuh SUN bertenor pendek untuk menyesuaikan kewajiban mereka yang juga relatif singkat,” tambahnya.
Pada lelang kali ini juga merupakan lelang perdana pemerintah menawarkan seri FR0067, yang bukan merupakan seri acuan (benchmark). Desmon memperkirakan dengan tenor seri tersebut yang sekitar 29 tahun, pemerintah tengah ingin memperbesar volume outstanding seri tenor panjang.
“Tujuannya supaya seri tenor panjang lebih atraktif dan likuid di pasar sekunder dengan banyaknya volume,” papar Desmon.
Ia menambahkan secara umum hasil lelang selanjutnya akan mengikuti perkembangan rupiah. Jika rupiah bisa sesuai dengan target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2015 yang sebesar Rp 12.500, maka yield FR0070 bisa kembali turun menjadi di bawah 7%. “Hanya masih ada tekanan dari rencana kenaikan Fed fund rate,” tambah Desmon.
Jika rencana tersebut terealisasi tahun ini, Desmon memperkirakan yield tersebut bisa di sekitar 7,8% hingga 7,9% pada akhir tahun 2015.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News