kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.932.000   3.000   0,16%
  • USD/IDR 16.283   21,00   0,13%
  • IDX 7.932   5,17   0,07%
  • KOMPAS100 1.114   0,24   0,02%
  • LQ45 823   -5,81   -0,70%
  • ISSI 266   1,15   0,43%
  • IDX30 425   -3,35   -0,78%
  • IDXHIDIV20 493   -4,61   -0,93%
  • IDX80 124   -0,70   -0,56%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 138   -1,27   -0,91%

Efek Konsumsi Kelas Menengah Atas Lemah dan Lipstick Effect Berdampak ke Emiten Ini


Selasa, 26 Agustus 2025 / 08:58 WIB
Efek Konsumsi Kelas Menengah Atas Lemah dan Lipstick Effect Berdampak ke Emiten Ini
ILUSTRASI. Pekerja menata produk yang dijual pada minimarket di Depok, Jawa Barat, Selasa (2/5/2023). Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memprediksi para peritel akan lebih gencar berekspansi menambah gerai ritel baru, khususnya di daerah-daerah yang belum pernah disambangi para pelaku usaha ritel pada tahun-tahun terdahulu. (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsumsi kelas menengah ke atas cenderung stagnan. Ini nampak dari riset yang dilakukan CGS International Sekuritas Indonesia yang mencatat pelemahan signifikan pada konsumsi kelas menengah ke atas di Indonesia, berdasarkan riset terhadap 91 emiten publik dan 104 segmen terkait konsumsi. 

Analis CGS International Sekuritas Indonesia Hadi Soegiarto dalam riset mengungkapkan median pertumbuhan pendapatan tahunan untuk kategori belanja kebutuhan non-pokok kelas menengah atas menyentuh titik 0% pada kuartal II 2025 setelah mengalami perlambatan selama empat kuartal berturut-turut.

"Meskipun ada sedikit pergeseran musim hari raya ke kuartal I, kami menilai pelemahan konsumsi di segmen menengah ke atas merupakan faktor utama yang menekan kinerja sektor ini," ujar Hadi dalam riset pada 12 Agustus 2025.

Baca Juga: Lebih dari Separuh, Insentif Konsumsi Kuasai Belanja Perpajakan di 2026

Beberapa sektor yang terdampak paling signifikan mencakup penjualan mobil, pusat perbelanjaan kelas menengah ke atas, department store, hotel mewah, dan sektor perjalanan. Bahkan, pertumbuhan konsumsi kelas menengah atas yang sebelumnya selalu unggul, kini setara dengan segmen pasar massal (mass market). Hal ini juga menyebabkan perbankan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit konsumsi karena kekhawatiran terhadap kualitas aset.

Di sisi lain, pertumbuhan pendapatan pada segmen kebutuhan non-pokok mass market dan barang konsumsi pokok (FMCG) tetap lemah, tetapi stabil masing-masing di angka 3% dan 2% secara tahunan. Kinerja yang kurang menggembirakan terlihat pada sektor F&B kelas menengah (dine-in), penjualan data telekomunikasi, sepeda motor, minimarket, minuman kemasan, rokok premium, dan makanan bayi.

Namun, Hadi mencatat fenomena menarik di tengah lemahnya daya beli, yakni masih kuatnya pertumbuhan pada segmen personal care dan kosmetik. "Ini bisa menjadi indikasi adanya Lipstick Effect, di mana konsumen tetap berbelanja produk-produk kecil sebagai bentuk pelarian saat kondisi ekonomi sedang sulit," ujar dia.

Selain itu, segmen makanan olahan dan bumbu masak tetap menunjukkan pertumbuhan yang solid, yang menurut Hadi kemungkinan disebabkan oleh tren memasak di rumah yang masih bertahan pasca pandemi.

Untuk paruh kedua tahun ini, Hadi memperkirakan, pertumbuhan konsumsi akan tetap lesu. Namun, segmen mass market dan kebutuhan pokok dinilai lebih tangguh, berkat potensi stimulus tambahan dan perluasan program makan bergizi gratis. Sementara itu ada potensi stimulus konsumsi lainnya pada semester II tahun ini. 

CGS International Sekuritas mempertahankan rekomendasi neutral untuk sektor konsumsi, dengan tiga saham pilihan saham utama seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) karena membagi dividen yang tinggi. Hadi juga memilih saham PT Mayora Indah Tbk (MYOR) karena diuntungkan penurunan biaya bahan baku. Saham PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) juga dipilih karena labanya mulai membaik pasca divestasi Lawson. 

Adapun potensi katalis positif bagi sektor ini adalah percepatan implementasi program makanan bergizi gratis yang digagas pemerintah.

Baca Juga: Mengincar Pendapatan Pajak dari Konsumsi

Atas rekomendasi tersebut, Hadi merinci saham MYOR dianggap menarik karena diperdagangkan dengan valuasi price earning (PE) 15,5 kali untuk tahun 2026. Valuasi ini lebih premium dibandingkan rata-rata sektor sebesar 13,9 kali di tahun depan. "Kami meyakini MYOR akan mendapat manfaat dari peluncuran program populis pemerinta yang diperkirakan akan semakin gencar pada semester II tahun ini," ujar Hadi dalam riset. Untuk itu, dia merekomendasi Add saham MYOR dengan target harga Rp 2.360 per saham. 

Selain itu, Midi Utama dinilai menjadi saham yang menarik karena pertumbuhan laba bersih akan naik 33% di tahun 2025 di atas kinerja Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) yang tumbuh 11%. Menurut Hadi, pertumbuhan ini dari wilayah luar Jawa. Namun valuasinya cukup premium dengan P/E di tahun 2026 sebesar 19 kali dibandingkan dengan rata-rata sektor hanya 12 kali. Untuk itu, Hadi menyarankan Add dengan target harga di Rp 430 per saham.

Prospek saham UNVR juga menarik karena telah menyelesaikan spin-off bisnis es krimnya pada akhir 2025, yang diperkirakan akan menghasilkan dividen satu kali (one-time dividend) sebesar Rp 3,9 triliun. Jika dikombinasikan dengan dividen reguler (dengan asumsi dividend payout 100%), maka investor diperkirakan menikmati dividend yield total hingga 13% pada semester I 2026. Untuk itu, Hadi merekomendasikan add saham UNVR dengan target harga Rp 1.910 per saham. 

Senin (25/8), harga saham AMRT ditutup di Rp 2.280 per saham, MIDI ditutup turun 0,85% di harga Rp 466 dan UNVR ditutup naik 0,28% di Rp 1.775 per saham. 

Selanjutnya: Trump Ancam Kenakan Tarif Tambahan bagi Negara dengan Pajak Digital

Menarik Dibaca: Harga Emas Pegadaian Hari Ini Selasa (26/8): Emas Galeri 24 Turun dan UBS Naik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×