Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga batubara di semester II-2024 ditentukan dua hal pertama permintaan dari China dan kedua pemangkasan suku bunga acuan global. Kedua hal ini dinilai dapat meningkatkan permintaan komoditas energi tersebut.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, mengatakan, harga batubara ke depannya akan tergantung permintaan, dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Hal itu seiring kemajuan China dalam mencapai tujuan iklimnya dan mematuhi standar karbon internasional yang lebih ketat.
Pada bulan Mei, pangsa pembangkit listrik tenaga batubara di Tiongkok mencapai rekor terendah sebesar 53%, turun dari 60% pada tahun sebelumnya, karena sumber energi terbarukan mencapai titik tertinggi baru.
Baca Juga: Permintaan China Meningkat, Harga Batu Bara di Semester II Berpotensi Melonjak
Selain itu, China tidak menyetujui proyek pembuatan baja berbasis batubara pada semester pertama tahun ini, yang merupakan pertama kalinya China mengumumkan tujuan utama netralitas iklim pada tahun 2020.
Sebaliknya, pembangkit listrik tenaga batubara di AS diproyeksikan meningkat pada tahun ini dan pada tahun 2025 dibandingkan dengan tahun 2023 karena tingginya harga gas alam. Harga gas alam tinggi berarti negara-negara akan membakar lebih banyak batu bara untuk pembangkit listrik selama musim dingin mendatang.
Di samping itu, lanjut Sutopo, dampak pemotongan suku bunga mungkin akan membawa harga batubara lebih baik, karena penurunan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS). Dalam kondisi dolar AS menguat akan membuat ongkos untuk beli lebih malah, imbasnya permintaan batu bara bisa melemah.
“Dinamika pertumbuhan dan permintaan dan juga faktor cuaca sebagai siklus tahunan mungkin akan membawa harga batubara yang lebih baik,” ujar Sutopo kepada Kontan.co.id, Selasa (16/7).
Sutopo memperkirakan, harga batubara kemungkinan diperdagangkan pada kisaran harga ratat-rata US$ 135 per metrik ton, dengan US$ 140 sebagai harga puncak dan US$ 130 per ton sebagai harga terendah.
Adapun pada semester I-2024, harga batubara dipandang tertekan akibat pertumbuhan global yang lemah, disertai kelebihan pasokan atau oversupply yang membuat harga batubara kurang menarik.
Dihubungi terpisah, Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengatakan, harga batubara di semester pertama tahun ini tertekan oleh prospek suku bunga the Fed, perlambatan ekonomi global terutama China dan kelebihan pasokan (oversupply).
Kendati demikian, semester kedua walau kondisi masih oversupply, namun harapan meningkatnya prospek pemangkasan suku bunga oleh the Fed bisa mendukung harga. Tetapi perlu mewaspadai harga batu bara bakal terdampak data PDB China yang mengecewakan.
“Harga batu bara diperkirakan akan berkisar US$ 125 per ton – US$ 140 per ton,” imbuh Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (16/7).
Mengutip Barchart, harga batu bara Newcastle berjangka (futures) kontrak bulan Juli terpantau menguat 0,82% menjadi US$ 134,95 per ton pada Senin (15/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News