Reporter: Ruisa Khoiriyah, Dyah Ayu Kusumaningtyas | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Penyelesaian krisis utang Yunani menyodok valuta Uni Eropa, euro. Pairing EUR/USD, Senin (20/6) sore WIB, di pasar spot, jatuh ke posisi 1,4214 atau anjlok 4,15% dari posisi tertingginya pada 2 Mei lalu.
Di saat pasar keuangan global berada di situasi rentan, pamor dollar Amerika Serikat (AS) lazimnya melambung. Situasi itu juga muncul saat pelaku pasar meragukan penyelesaian krisis Yunani. Indeks Dollar AS, yang mengukur bobot the greenback terhadap enam valuta utama dunia, menguat 0,38% ke posisi 75,279. Ini indeks dollar AS tertinggi dalam dua pekan terakhir.
Sejatinya ini ironis, mengingat fundamental AS saat ini masih rapuh dan laju ekonominya melambat. Namun, keberadaan dollar AS sebagai mata uang yang paling banyak diperdagangkan di dunia hingga kini membuat statusnya sebagai valuta safe haven belum pudar. "Volume transaksi menggunakan dollar AS di pasar uang dunia melebihi US$ 1 triliun," ujar Apressyanti Senthaury, analis riset Bank BNI, Senin (20/6).
Analis memprediksi dollar AS masih menyimpan potensi rebound setidaknya sampai akhir tahun nanti. "Ada sinyalemen The Fed tidak akan mengucurkan dana stimulus lanjutan dalam waktu dekat," ujar Putu Andiwijaya, dealer valas Bank Rakyat Indonesia (BRI). Ia memprediksi indeks dollar AS bisa melompat ke level 81-an, akhir tahun ini.
Pamor valuta lain
Di luar dollar AS, analis Harumdana Berjangka, Nanang Wahyudin, menilai franc Swiss dan poundsterling berprospek menarik karena daya tahannya cukup kuat di tengah kacaunya situasi Eropa. Selain itu, "Ada prediksi kenaikan bunga di dua negara tersebut," ujarnya.
Dollar Australia juga layak menjadi pilihan saat ini. Obligasi bank-bank besar Australia tengah menjadi buruan investor yang mengalihkan dananya dari obligasi-obligasi Eropa. Eksposur perbankan Australia yang minim ke Yunani dan Eropa pinggiran lain menjadi nilai plus aset Negeri Kanguru ini.
Jeremia B. Sianturi, Manajer Bisnis Trijaya Pratama Futures, menilai, hal ini mencerahkan prospek aussie ke depan. "Dibandingkan negara maju lain yang bermasalah, Australia termasuk negara yang asetnya terbilang stabil dan menguntungkan," kata dia.
I Made Adi Saputra, analis obligasi NC Securities, menambahkan, tingkat bunga Australia 4,75% saat ini terbilang tinggi untuk ukuran negara maju. Jadi, aset dari negeri jiran tersebut memang menarik untuk dikoleksi, termasuk valutanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News