Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) mulai melemah dalam sepekan terakhir. Peningkatan risiko politik di AS menjadi penekan utamanya.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan, dolar AS tertekan karena sentimen risk-off dan kemungkinan penurunan Fed Rate di September 2024. Risk off dari risiko politik di Uni Eropa dan Inggris yang berkurang seiring usainya Pemilu di sana.
Sementara itu, risiko politik di AS justru meningkat lantaran baru memulai proses Pemilu. "Pemilu di AS sedang berlangsung sehingga market melihat kemungkinan risiko yang lebih tinggi," kata Fikri kepada Kontan.co.id, Senin (8/7).
Berdasarkan Trading Economics, indeks dolar (DXY) berada di 104 atau melemah 0,85% dalam sepekan dan turun 0,19% sebulan terakhir per Senin (8/7) pukul 19.12 WIB. Sementara, sejumlah mata uang utama menguat atas dolar. Misalnya Euro menguat 0,88% sepekan dan 0,63% dalam sebulan. Lalu, Poundsterling menguat 1,43% sepekan dan 0,79% dalam sebulan.
Baca Juga: Dolar AS Tetap Prospektif di Tengah Maraknya Dedolarisasi
Selain itu, sentimen dedolarisasi turut mewarnai pelemahan dolar AS. Fikri menyebut, sentimen tersebut memberikan sedikit efek terhadap pelemahan dolar AS. Maklum, dalam 5 tahun terakhir tren volume transaksi dolar AS mengalami penurunan.
Hal tersebut seiring dengan digaungkannya dedolarisasi sejak 2018. Selain itu, ditinggalkannya sistem pembayaran SWIFT sejak awal 2023 oleh negara-negara BRICS.
Namun hingga dolar AS benar-benar ditinggalkan, dia memperkirakan akan membutuhkan banyak waktu. Sebab, saat ini belum ada mata uang yang mampu menyaingi dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Mengawali Pekan Ini Dengan Penguatan ke Rp 16.258 Per Dolar AS, Senin (8/7)
"Terdekat ada euro, tetapi ada instabilitas juga karena ada ketimpangan antara negara maju dan negara yang kurang maju," sebut dia.
Terlepas dari hal itu, Fikri melihat pelemahan dolar AS utamanya karena meningkatnya risiko politik di AS dan pemangkasan Fed Rate. Dengan sentimen tersebut, untuk jangka pendek dolar AS diperkirakan masih akan melemah.
Fikri memperkirakan DXY akan bercokol di rentang 102-103 hingga akhir tahun. "Untuk saat ini, mengoleksi dolar AS kurang menarik, justru Poundsterling yang menarik dicermati," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News