Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Dolar AS tetap berada di dekat level tertinggi baru-baru ini pada hari Senin (14/10, seiring dengan investor yang mencerna pengumuman stimulus China yang dianggap kurang memuaskan.
Di sisi lain, euro terus melemah menjelang pertemuan bank sentral minggu ini.
Euro turun 0,1% menjadi US$1,092850, jatuh untuk ke-11 kalinya dalam 12 sesi terakhir karena investor memperkirakan pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin dari Bank Sentral Eropa (ECB) pada pertemuan 17 Oktober.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Menguat ke Rp 15.566 Per Dolar AS pada Senin 14 Oktober 2024
Data ekonomi menunjukkan aktivitas zona euro yang memburuk.
"Efek kebijakan yang tertunda membuat sulit untuk menunggu lebih lama. Jelas kebijakan terlalu ketat," kata Sam Hill, ahli strategi dari Lloyds Bank.
"Masalah bagi Presiden ECB Christine Lagarde adalah bagaimana menyampaikan perubahan ini tanpa mengganggu pihak yang masih berfokus pada pandangan ke belakang."
Pergerakan mata uang sedikit terhambat karena pasar Jepang ditutup untuk Hari Olahraga, sementara obligasi AS juga tidak memberikan banyak petunjuk karena pasar obligasi ditutup untuk Hari Columbus. Pound Inggris stabil di dekat level terendah satu bulan pada $1,30595.
Indeks dolar berada di atas 103 dan mendekati puncak minggu lalu, tertinggi sejak pertengahan Agustus, karena para pedagang mengurangi taruhan pada pemotongan suku bunga besar lebih lanjut oleh The Fed pada pertemuan kebijakan yang tersisa tahun ini.
Baca Juga: Lonjakan Bursa Saham China Melambat Senin (14/10), Dampak Stimulus Mereda
Pergerakan mata uang di pasar utama cenderung lamban minggu lalu. Yen dan euro masing-masing turun sekitar 0,3%, poundsterling turun 0,4%. sementara indeks dolar naik 0,4%.
Data AS minggu lalu menunjukkan inflasi konsumen yang sedikit lebih tinggi dari yang diperkirakan, tetapi klaim pengangguran mingguan yang lebih tinggi mempertahankan ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada November dan Desember.
Pedagang kini fokus pada data penjualan ritel dan klaim pengangguran AS pada Kamis, serta tinjauan kebijakan ECB.
Gubernur The Fed, Christopher Waller, yang mendukung pemotongan suku bunga lebih besar karena khawatir laju kenaikan harga masih di bawah target The Fed, akan berbicara pada Senin.
Stimulus China Mengecewakan
Perdagangan di Asia didominasi oleh pengarahan stimulus fiskal Beijing. Yuan China turun 0,3% terhadap dolar, sementara dolar Australia, yang terikat erat dengan kinerja ekonomi China, juga turun 0,3% menjadi $0,67320.
Baca Juga: Banjir Stimulus, Goldman Sachs Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi China
China mengumumkan pada Sabtu bahwa negara tersebut akan "secara signifikan meningkatkan" penerbitan utang pemerintah untuk memberikan subsidi kepada masyarakat berpenghasilan rendah, mendukung pasar properti, dan memperkuat modal bank negara guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Tanpa memberikan rincian mengenai ukuran stimulus fiskal yang dipersiapkan, Menteri Keuangan Lan Foan mengatakan, akan ada lebih banyak "langkah kontra-siklus" tahun ini.
"Butuh lebih banyak waktu untuk langkah-langkah yang lebih matang dan terarah," kata Christopher Wong, Currency Strategist di OCBC Singapura.
"Namun langkah-langkah tersebut juga harus cepat, karena pasar menantikannya. Harapan yang terlalu tinggi dan tindakan yang kurang bisa menyebabkan kekecewaan."
Yuan daratan telah turun hampir 1% terhadap dolar sejak 24 September, ketika Bank Rakyat China memulai langkah stimulus paling agresif sejak pandemi.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Tertekan di Jangka Pendek, Simak Prediksinya hingga Akhir Tahun
Dolar Selandia Baru turun 0,3% menjadi US$0,60895, mengikuti penurunan 0,8% minggu lalu setelah bank sentral memangkas suku bunga sebesar setengah poin dan mengisyaratkan pemotongan lebih lanjut.
Dalam mata uang digital, bitcoin naik 1,8% ke level tertinggi dalam 10 hari sebesar US$64.104, sementara ether terakhir naik 3,1% setelah mencapai level tertinggi dua minggu di US$2.546,35.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News