Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Tahun ini masih menjadi tahun yang berat bagi perusahaan alat berat. Ini seiring dengan keadaan pertambangan yang masih lesu. Melihat hal tersebut, tak heran jika para emiten alat berat akan beralih fokus pada penjualan di sektor konstruksi demi mempertahankan bisnis.
Para analis mengatakan, di tahun ini memang sektor pertambangan masih lesu dan belum memperlihatkan tanda-tanda untuk rebound. Jumat (16/1), harga batubara stagnan di US$ 56,20 per ton, angka itu merupakan harga terendahnya dalam lima tahun terakhir.
Analis Mandiri Sekuritas Hariyanto Wijaya mengatakan, fokus perusahaan alat berat, seperti PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA), dan PT Intraco Penta Tbk (INTA), yang beralih ke sektor konstruksi, sejalan dengan rencana pemerintah.
Tahun ini, INTA akan memperkuat penjualan alat berat di segmen infrastruktur dan transportasi. "Kami melihat peluang karena pemerintahan baru akan banyak fokus di segmen infrastruktur dan transportasi. Selain itu, juga untuk diversifikasi segmen penjualan perusahaan," ujar Imam Lyanto, Investor Relations INTA, beberapa waktu lalu. Tahun ini, INTA menargetkan kontribusi penjualan segmen infrastruktur atau konstruksi naik menjadi 15%-20%, dari 10%. Adapun, kontribusi sektor transportasi menjadi 10%, dari sebelumnya 5%.
Sementara, menurut riset Valbury Asia Securities, per Juli lalu, kontribusi penjualan HEXA di bidang perkebunan dan konstruksi masing-masing sudah mencapai 32%. Dan, sisanya 46% dari alat berat pertambangan.
Penjualan alat berat UNTR mayoritas juga masih dari pertambangan. Namun, menurut rilis emiten ini, kontribusi penjualan sektor konstruksi naik menjadi 28% per November 2014, dari 23% pada November 2013. Pada periode tersebut, kontribusi sektor forestry mencapai 14% dari 9%. Adapun, kontribusi penjualan alat berat sektor tambang mencapai 35% dari 42%, dan segmen agribisnis menyumbang 23% dari 26%.
Untuk mengukuhkan bisnis di sektor konstruksi, UNTR mengakuisisi 40% saham PT Acset Indonusa Tbk (ACST). Selanjutnya, UNTR akan menggelar tender offer untuk membeli sisa saham ACST.
UNTR juga masuk ke bisnis transportasi, yakni memasok bus Scania untuk Transjakarta. "Pemprov DKI Jakarta akan membeli 200 unit bus untuk armada Transjakarta. UNTR bisa berpeluang untuk mengambil cuan dari itu," ujar Robertus Yanuar Hardy, analis Reliance Securities.
Robertus menilai, lini bisnis baru ini bisa mendatangkan keuntungan dalam jangka panjang. Khusus di 2015, ia optimistis, ACST akan berkontribusi 10%-15%. Hal itu seiring dengan program pemerintah yang akan menggenjot infrastruktur. UNTR juga terbantu jaringan di bawah ASII yang begitu kuat.
Meski ada potensi besar di pasar konstruksi, bukan berarti langkah bisnis perusahaan alat berat ini akan ringan. "Untuk konstruksi, pasarnya sudah terlalu ramai," kata Hariyanto kepada KONTAN, akhir pekan lalu. Persaingan akan ketat karena sudah banyak pemain yang lebih dulu terjun di sana. Tak heran, perusahaan-perusahaan ini harus menekan harga.
Akibatnya, margin yang digenggam tak sebesar seperti di sektor pertambangan. "Profit per unit relatif kecil dibandingkan sektor pertambangan," papar Hariyanto.
Analis Valbury Asia Securities Budi Rustanto, dalam risetnya pada 3 November 2014, pun sepakat, industri alat berat di bidang pertambangan masih akan berat. Sebab, harga batubara masih relatif rendah, apalagi ada perlambatan pertumbuhan ekonomi China, depresiasi rupiah, dan suku bunga yang relatif tinggi.
Tapi, Budi menilai, masyarakat belum memiliki sumber daya energi yang lebih murah di luar batubara. Karena itu, Hariyanto menambahkan, industri alat berat untuk sektor pertambangan masih akan tumbuh. "Namun, pertumbuhannya hanya sekitar 5-10%," proyeksi dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News