Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten properti dan konstruksi mendapat angin segar di sisa tahun 2025. Harapan ini muncul setelah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan menjadi 5% pada Rapat Dewan Gubernur bulan Agustus 2025.
Kedua sektor ini memang sensitif terhadap pergerakan suku bunga.
Pelonggaran kebijakan moneter tersebut langsung tercermin pada pergerakan harga saham beberapa emiten properti dan konstruksi. Indeks IDX Property mencatatkan kenaikan 11,06% sejak awal tahun atau year to date (YTD), sedikit di atas kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang naik 11% YTD.
Baca Juga: Usai Dapat Fasilitas Kredit, Begini Prospek Kinerja Barito Pacific (BRPT)
Beberapa saham sektor properti menunjukkan kenaikan signifikan. Saham PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) melesat 73,98% YTD, sementara PT Ciputra Development Tbk (CTRA) naik 3,06% YTD.
Dari sektor konstruksi swasta, PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) meningkat 10,29% YTD, dan PT Acset Indonusa Tbk (ACST) terbang 83,72% YTD. Saham PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk (JKON) juga naik 23,17% YTD, sedangkan PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA), anak usaha SSIA, mencatat lonjakan tertinggi hingga 138,64% YTD.
Emiten BUMN Karya pun ikut menghijau. Saham PT PP Tbk (PTPP) naik 19,05% YTD dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) meningkat 36,79% YTD.
Analis Maybank Sekuritas, Kevin Halim, menilai penurunan suku bunga BI akan berdampak positif pada sektor properti, terutama dari sisi penambahan likuiditas dan potensi turunnya suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR).
Hal ini diyakini bisa mendorong minat pembeli properti. “Secara historis, harga saham emiten properti memiliki korelasi negatif yang tinggi dengan suku bunga BI. Artinya, harga saham cenderung naik saat kebijakan moneter BI berada pada fase ekspansi,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (22/8).
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham ADRO, AKRA, ANTM, ASII, dan BBCA untuk Jumat (22/8/2025)
Ia menambahkan, pendapatan prapenjualan (marketing sales) emiten properti pada semester I 2025 masih sejalan dengan target tahunan. “Dari sisi valuasi, emiten properti memiliki valuasi yang murah dengan discount to RNAV di 75%–85%,” jelas Kevin.
Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, menilai penurunan suku bunga juga diharapkan mampu meningkatkan daya beli masyarakat sehingga memperbesar pendapatan recurring income emiten properti.
Namun, dampaknya pada sektor konstruksi masih perlu dicermati, khususnya terkait beban utang yang tinggi. “Tapi, bisa jadi nanti ada pemulihan secara profitabilitas dan sentimen anggaran infrastruktur,” katanya.
Baca Juga: Pakuwon Jati (PWON) Hadapi Tantangan Daya Beli, Simak Rekomendasi Sahamnya
Senior Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, menambahkan bahwa penurunan BI Rate ke 5% memberi dorongan bagi sektor konstruksi, baik dari peningkatan aktivitas pembangunan maupun beban bunga yang lebih ringan.
“Namun, kenaikan harga saham emiten properti dan konstruksi saat ini lebih ditopang sentimen penurunan suku bunga dan stimulus fiskal, ketimbang peningkatan fundamental yang masih dalam tahap pemulihan,” ungkapnya.
Prospek dan Rekomendasi Saham
Kevin menilai kinerja emiten properti masih positif pada semester II 2025, ditopang oleh penurunan suku bunga dan perpanjangan kebijakan diskon PPN 100% untuk pembelian rumah hingga akhir tahun.
Ia merekomendasikan beli untuk CTRA, BSDE, PWON, dan SMRA dengan target harga Rp 1.300, Rp 1.050, Rp 580, dan Rp 640 per saham.
Indy menilai pemulihan ekonomi bisa menopang sektor properti dan konstruksi, meski investor masih selektif. Ia menekankan pentingnya stimulus pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Baca Juga: Saham MGLV, BWPT, dan UANG Disuspensi BEI, Ini Rekomendasi dari Analis
“Emiten properti juga perlu memantau lagi dari sisi beban bunga dan operasional,” katanya. Indy merekomendasikan CTRA dan BSDE dengan target harga Rp 1.200 dan Rp 1.000 per saham.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai saham properti dan konstruksi saat ini masih undervalued apalagi ada sentimen positif dari penurunan suku bunga yang kemungkinan berlanjut hingga akhir tahun.
“Sayangnya, likuiditas saham emiten properti dan konstruksi tidak terlalu bagus karena kapitalisasi pasarnya tak begitu besar. Investor lebih senang investasi dengan melihat market cap juga sebagai pertimbangan,” ujarnya.
Nafan merekomendasikan accumulative buy untuk CBDK dan CTRA dengan target harga Rp 8.750 dan Rp 1.420 per saham.
Sementara itu, Sukarno memperkirakan kinerja emiten properti masih bisa membaik dengan dukungan permintaan residensial dan belanja infrastruktur.
Baca Juga: Pemangkasan Suku Bunga BI Jadi Katalis, Simak Rekomendasi Saham Pakuwon Jati (PWON)
Meski demikian, daya beli masyarakat dan leverage tinggi di BUMN karya tetap menjadi tantangan. Ia menilai BSDE, CTRA, dan SMRA berpotensi unggul karena memiliki neraca keuangan yang kuat serta cadangan lahan besar.
Sukarno merekomendasikan trading buy untuk BSDE, CTRA, dan SMRA dengan target harga Rp 1.055, Rp 1.140, dan Rp 515 per saham.
Untuk sektor konstruksi, PTPP dan ADHI juga masih menarik dengan rekomendasi trading buy pada kisaran Rp 430–Rp 450 per saham untuk PTPP dan Rp 300–Rp 310 per saham untuk ADHI.
Selanjutnya: AAJI: Pendapatan Premi Asuransi Jiwa Capai Rp 87,6 triliun pada Semester I-2025
Menarik Dibaca: Seberapa Akurat Tes DNA Sebenarnya? Ini Kata Ahli
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News