Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) masih akan ditopang penjualan minyak dan gas (migas). Konflik geopolitik yang belum usai menjaga harga kedua komoditas tersebut tetap berada di level tinggi.
Research Analyst Reliance Sekuritas Ayu Dian mengatakan, masih tingginya faktor geopolitik dapat mempengaruhi kenaikan harga minyak dan gas. Permintaannya juga diperkirakan cenderung tinggi di tahun ini.
Harga minyak berpotensi kembali volatile setelah Rusia berencana untuk memotong produksi minyak yang dimulai bulan Maret 2023 sebesar 500.000 barel per hari (bph).
"Hal ini meningkatkan kekhawatiran karena pasokan minyak yang mulai ketat di Amerika Serikat (AS) maupun Eropa," kata Ayu kepada Kontan.co.id, Selasa (15/2).
Baca Juga: Harga Minyak dan Gas Kuat, Intip Rekomendasi Saham MEDC Berikut Ini
Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat (AS) melaporkan, pasokan minyak mentah AS per 3 Februari 2023 mencapai 455 juta barel atau naik tipis 0,3% dibanding pasokan per akhir Januari 2023. Selain itu, EIA memperkirakan permintaan minyak dunia akan mencapai 101,7 juta bph yang didorong pemulihan permintaan dari China.
Hanya saja, Ayu bilang, harga minyak Brent yang saat ini berada di level US$ 85 per barel bisa menjadi risiko penurunan harga jual rata-rata bagi MEDC. Kendati demikian, adanya tantangan dari kemungkinan pelunakan harga minyak bisa ditutupi oleh katalis positif dari ekspansi yang dibangun MEDC.
Analis RHB Sekuritas Andhika Suryadharma melihat bahwa mulai tahun ini MEDC bakal menuai pengakuan pendapatan penuh dari akuisisi aset koridor. Seperti diketahui, MEDC di tahun lalu mengakuisisi Blok Corridor dari ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd (CIHL). CIHL memegang 100% saham di ConocoPhillips (Grissik) Ltd (CPGL) dan 35% saham di Transasia Pipeline Company Pvt Ltd (Transasia).
Baca Juga: IDX Value30 Jadi Indeks Paling Jeblok, Terseret Penurunan Saham Komoditas
CPGL adalah operator dari Corridor PSC dengan kepemilikan 54% working interest. Corridor PSC yang dikelola CPGL memiliki dua lapangan produksi minyak dan tujuh lapangan produksi gas berlokasi di onshore Sumatra Selatan.
"MEDC akan merasakan dampak setahun penuh dari aset koridor yang baru ," ungkap Andhika dalam riset 7 Desember 2022.
Analis Mega Capital Sekuritas Rifdah Fatin mencermati bahwa kinerja dari segmen minyak & gas (migas) kelolaan MEDC memang semakin ciamik. Setelah adanya akuisisi, MEDC mengalami pertumbuhan dengan naiknya jumlah produksi dan cadangan gas.
"Serta, dapat menjaga kinerja penjualan dengan diambilalihnya kontrak penjualan jangka panjang," tulisnya dalam riset 2 Desember 2022.
Baca Juga: Kupon Obligasi Korporasi Bakal Makin Menarik di Tengah Kenaikan Suku Bunga
Rifdah menuturkan, kinerja MEDC bakal didukung target pemerintah Indonesia untuk mencapai net zero emission. Langkah tersebut menjadi sebuah kesempatan bagi MEDC karena pendapatannya mayoritas dari segmen penjualan gas.
MEDC mencatat kinerja yang memuaskan hingga kuartal ketiga 2022. Pendapatan MEDC berhasil tumbuh sebesar 89% year-on-year (YoY) menjadi US$ 1.8 miliar. Pendapatan dari segmen minyak dan gas memiliki proporsi terbesar terhadap pendapatan MEDC yaitu sebesar 88%, serta pertumbuhan tertinggi yaitu 106% YoY.
Dari sisi bottom line, MEDC mencatatkan laba bersih per kuartal ketiga 2022 sebesar US$ 401 Juta atau tumbuh signifikan sebesar 614%. Capaian positif ini dinilai karena adanya efisiensi beban serta keuntungan dari entitas asosiasi.
Selain itu, kontribusi dari lini tambang tembaga dan emas Medco Energi diperkirakan lebih baik di tahun ini. Hal itu menyusul rencana Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) yang masih dalam wacana initial public offering (IPO).
Amman Mineral menjadi satu dari tiga bisnis inti Medco Energi. Selain minyak dan gas, serta segmen bisnis ketenagalistrikan dan energi terbarukan.
Baca Juga: Emiten Sektor Energi Rajin Menggelar Ekspansi, Simak Saham Rekomendasi Analis
Ayu mengungkapkan bahwa Amman Mineral merupakan pengembang dari proyek strategis nasional yaitu smelter pemurnian konsentrat tembaga yang berlokasi di Sumbawa Barat. Proyek tersebut ditargetkan rampung tahun 2024 dengan produksi yang dapat mencapai 222.000 ton katoda tembaga.
"Rencana IPO Amman Mineral tentunya akan berdampak positif bagi MEDC sebagai salah satu pemegang saham," ujar dia.
Amman Mineral memberikan kontribusi pendapatan bagi MEDC sebesar US$ 46 juta atau turun 41% secara kuartalan (QoQ) tetapi naik signifikan 208% secara tahunan (YoY) di kuartal ketiga 2022.
Menurut Andhika, penurunan secara kuartalan itu disebabkan oleh turunnya harga tembaga. Tetapi, produksi tembaga ataupun emas tumbuh 103% dan 484% di kuartal ketiga 2022 menjadi 331 metrik ton dan 554.000 ons dari kuartal sebelumnya.
Baca Juga: Hindari Suku Bunga Tinggi, Penerbitan Surat Utang Korporasi di Awal Tahun Ramai
Posisi utang MEDC juga relatif datar hingga kuartal ketiga tahun lalu. Metrik utang Medco Energi kian membaik seiring langkah pembelian kembali (buyback) dan penawaran tender yang dilakukan pada tahun 2022 dari US$ 456 juta untuk obligasi berdenominasi dolar AS yang beredar.
"MEDC pun telah menyelesaikan pembelian kembali penawaran tender senilai US$ 250 juta di kuartal keempat 2022, yang seharusnya menurunkan saldo obligasi globalnya," imbuh Andhika.
Biaya pengeluaran Medco Energi masih akan tersedot dari peningkatan dalam pengeboran aktivitas di blok Natuna. Biaya fasilitas untuk kuartal keempat 2022 kemungkinan akan menghasilkan biaya tunai yang lebih tinggi, tetapi tetap terkendali.
Andhika merekomendasikan buy untuk MEDC dengan target harga di Rp 1.400 per saham. Rifdah juga merekomendasikan buy untuk MEDC dengan target harga di Rp 1.300 per saham. Setali tiga uang, Ayu menyarankan buy untuk MEDC tetapi dengan target harga yang lebih tinggi di Rp 1.470 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News