Reporter: Aurelia Felicia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. IDX Value 30 menjadi indeks non-sektoral Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kinerja paling buruk sepanjang tahun ini. Indeks berisikan 30 saham yang memiliki valuasi harga rendah ini terkoreksi 3,92% sejak awal tahun atau secara year-to-date (YtD).
Jika dilihat, mayoritas penghuni saham ini memang saham perusahaan yang berkaitan dengan komoditas, seperti batubara, kelapa sawit alias crude palm oil (CPO), serta minyak dan gas (migas).
Sejumlah saham di indeks ini mengalami koreksi yang lumayan dalam sejak awal tahun, sebut saja saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) yang melemah 26,49%, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) melemah 9,99%, saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melemah 7,86%, saham PT Indika Energy Tbk (INDY) terkoreksi 17,22%, serta saham PT United Tractors Tbk (UNTR) melemah 5,08%.
Di sektor CPO, saham PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) terkoreksi 1,57% secara ytd, smentara saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) hanya menguat tipis masing-masing 1,25% dan 2,46%.
Baca Juga: Sektor Komoditas Tertekan, Emiten Industri dan Konsumi Akan Menyokong IDX Value30
Sementara di sektor migas, saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) terkoreksi 8,24% sejak awal tahun. Saham PT Elnusa Tbk (ELSA) menguat tipis 1,28% dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) menguat 2,72%. Hanya saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) yang menguat 20,20% sejak awal tahun.
Analis Panin Sekuritas Christian Anderson Yuwono menilai, diantara saham-saham tersebut, yang masih dalam kondisi uptrend adalah saham MEDC. Saham berbasis sawit seperti AALI, TAPG, LSIP, saham batubara seperti ADRO, ITMG, INDY, PTBA, UNTR, dan saham migas seperti PGAS cenderung bergerak downtrend karena masih bergerak di bawah MA200. Sementara saham ELSA bergerak sideways.
Menurut Christian, meski saham-saham komoditas (khususnya batubara) loyal membagikan dividen, namun pembagian dividen tersebut tidak terlalu menjadi katalis bagi saham-saham ini, karena tidak bisa dipastikan sampai keluarnya berita resmi pembagian dividen.
“Yang berpengaruh langsung adalah harga komoditas yang terkait,” terang Christian kepada Kontan.co.id, Selasa (14/2).
Baca Juga: Turun Sejak Awal Tahun, IDX Value30 Ada Potensi Bullish
Cheril Tanuwijaya. Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas menilai, secara valuasi bisa dikatakan seluruh saham-saham berbasis komoditas tersebut sudah murah. Ini karena price to earning ratio (PER) saham-saham ini sudah berada di bawah rerata PER dalam 5 tahun terakhir
“Namun meski valuasinya murah, kita perlu mempertimbangkan prospek harga underlying komoditasnya. Batubara memang prospeknya masih turun harganya, sehingga meski valuasi sudah murah, tetapi masih bisa turun lagi harga sahamnya,” terang Cheril.
Cheril menilai, komoditas minyak dan CPO masih cukup prospektif. Prospek minyak disokong oleh rencana Rusia untuk memangkas kapasitas produksinya hingga 5%. Prospek emas hitam ini juga didukung oleh pembukaan kembali (reopening) ekonomi China yang membuat harga minyak naik akibat permintaan yang meningkat.
Baca Juga: IHSG Rabu (15/2) Akan Dipengaruhi Data Inflasi, Simak Rekomendasi Saham dari Analis
Sedangkan harga CPO masih berpotensi menguat menjelang bulan Ramadhan yang biasa terjadi lonjakan permintaan. Rencana pemerintah menaikan komposisi CPO dalam bahan bakar ke B35 bahkan sedang dikembangkan ke B40 juga menjadi katalis positif. Jika program ini berhasil, permintaan CPO akan tinggi dan menjaga harganya juga tetap tinggi.
Dia merekomendasikan beli saham AALI dengan target harga Rp 9.125, saham TAPG dengan target harga Rp 750, dan MEDC dengan target harga Rp 1.400.
Kepala riset Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan juga menilai, dengan kondisi harga saat ini, sektor energi berpotensi undervalue. Hal ini berdasarkan pada kondisi PER sektor energi sebesar 6,45 kali di Desember 2022, dibandingkan PER Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di 15,62 pada periode yang sama.
Beberapa emiten batubara berpotensi memiliki valuasi yang undervalue, alias memiliki PER dan price to book value (PBV) di bawah sektor, seperti ADRO, PTBA, INDY, ITMG, dan UNTR.
Baca Juga: IHSG Naik ke 6.941 Selasa (14/2), BBRI, BBCA, BBNI Paling Banyak Net Buy Asing
Valdy memproyeksi, harga batubara masih akan mampu bertahan di kisaran US$ 250 per ton sampai dengan US$ 300 per ton untuk tahun ini. Memang, proyeksi ini lebih rendah dari rata-rata harga tahun 2022 yang di kisaran US$ 350 per ton. Meski demikian, perlu digarisbawahi pelemahan harga atau moderasi harga batubara baru terjadi di Desember 2022.
Dengan demikian, ada potensi bahwa dampak penurunan tersebut belum terefleksi sepenuhnya di laporan keuangan tahun penuh 2022. Artinya pertumbuhan signifikan kinerja topline dan bottom line masih bisa dirasakan di laporan kinerja tahun lalu.”Dengan demikian, rilis laporan keuangan 2022 berpotensi menjadi katalis positif yang dapat memicu rebound saham-saham coal producers, terutama dalam jangka pendek,” tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News