kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Diselimuti tren negatif, rupiah dinilai masih belum akan menembus level Rp 16.000


Jumat, 17 Juli 2020 / 20:37 WIB
Diselimuti tren negatif, rupiah dinilai masih belum akan menembus level Rp 16.000
ILUSTRASI. Petugas teller menghitung uang pecahan 100 ribu rupiah di salah satu bank di Jakarta, Senin (13/7). Rupiah pada akhir tahun akan berada di kisaran Rp 14.250 per dolar AS-Rp 15.550 per dolar AS.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah kembali terpuruk dalam sebulan terakhir. Setelah sempat menyentuh Rp 13.878 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 5 Juni kemarin, rupiah terus menukik kinerjanya. 

Pada Jumat (17/7), rupiah ditutup di level Rp 14.730 per dolar AS. Dengan demikian sejak 5 Juni silam hingga hari ini rupiah sudah melemah hingga 6.14%.

Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mengatakan terdapat beberapa faktor yang memicu pelemahan rupiah. Pertama, melonjaknya jumlah kasus virus corona di dunia dan dalam negeri mendorong investor menjauhi aset berisiko, termasuk rupiah. 

“Rupiah juga tertekan setelah Bank Indonesia (BI) menyepakati berbagi beban utang (burden sharing) dengan pemerintah, bahkan BI rela membeli SBN Pemerintah dengan bunga 0%. Hal ini bisa berimbas pada tekanan inflasi, yang bisa membuat obligasi naik, dan yield obligasi akan turun,” kata Alwi kepada Kontan.co.id, Jumat (17/7).

Baca Juga: Pemotongan suku bunga acuan mengerek IHSG pekan ini

Selain itu, Alwi mengatakan rupiah juga semakin tertekan dengan adanya ancaman resesi. Hal ini disebabkan oleh PSBB DKI yang kembali diperpanjang. Hal ini terkait pula dengan proyeksi Bank Dunia mengenai prospek pertumbuhan Indonesia. World Bank memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%.

“Bahkan skenario lebih buruknya, ekonomi Indonesia bisa mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam. Sementara PDB kuartal III-2020 diperkirakan pada kisaran -1% sampai 1,2%, yang berarti bahwa ada risiko Indonesia mengalami resesi di kuartal III-2020 nanti, apalagi jika PSBB diperpanjang,” tambah Alwi.

Dengan kondisi ini, Alwi menilai selama belum ada vaksin virus corona yang aman diluncurkan, yang bisa membuat ekonomi bergeliat tanpa kekhawatiran virus, rupiah akan sulit untuk menguat. Terlebih dari eksternal, munculnya ketegangan baru antara AS-China juga akan menjadi fokus.

Baca Juga: Duh, rupiah berpotensi melemah ke Rp 16.000 pada akhir Juli

Kendati demikian, Alwi menilai rupiah masih belum akan kembali menembus level Rp 16.000 dalam waktu dekat. “Jika melihat dari analisa teknikal, retracement 61,8% dari penarikan level tertinggi Rp 16.575 dan level terendah di 13.850, berada di kisaran 15.550. Jadi kemungkinan pelemahan tidak sampai ke 16.000,” pungkas Alwi.

Dengan kondisi ini, Alwi memproyeksikan rupiah pada akhir tahun akan berada di kisaran Rp 14.250 per dolar AS-Rp 15.550 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×