Reporter: Kenia Intan | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat ini Indonesia berada di ambang resesi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia kuartal II 2020 turun 5,32%. Jika perekonomian Indonesia di kuartal III nanti masih tercatat minus, maka Indonesia secara teknis mengalami resesi mengikuti beberapa negara lain.
Walau begitu, Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan melihat status Indonesia mengalami resesi nanti tidak akan mempengaruhi minat pencarian dana di pasar modal.
Menurutnya, Indonesia memang akan mengalami resesi, akan tetapi kontraksi ekonomi yang dialami tidak akan lebih besar dibanding kuartal sebelumnya.
"Pasar juga akan melihat pemulihan di kuartal III dari kuartal II. Itu akan menjadi gambaran bagaimana di kuartal IV nanti," ungkapnya ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (6/9).
Baca Juga: Kondisi ekonomi membaik, pencarian dana di pasar modal meningkat
Oleh karenanya, lanjut Alfred, optimisme pelaku pasar juga akan membaik. Pelaku pasar akan lebih berani karena perekonomian sedang dalam tren pemulihan. Dengan demikian, pencarian dana kemungkinan juga akan meningkat.
Alfred memperkirakan kontraksi ekonomi di kuartal III pun cenderung lebih baik dibanding kuartal sebelumnya. Hal ini terdorong realisasi belanja pemerintah di kuartal III yang lebih besar.
Di samping itu, kondisi kredit perbankan juga mulai membaik. Dari global pun perekonomian Indonesia akan terdorong katalis positif dari negara-negara lain yang mulai membaik, misalnya saja kondisi ekonomi China.
Melihat kondisi ini, Alfred pun memprediksi pencarian dana di pasar modal tidak akan jauh berbeda dengan kondisi sejauh ini, bahkan berpotensi meningkat.
Asal tahu saja, berdasar keterangan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) per akhir Agustus 2020 BEI telah mencatatkan ada 37 perusahaan melakukan penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO) dan 12 perusahaan melakukan penerbitan saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.
Dana yang dihimpun melalui aksi itu mencapai Rp 4,2 triliun melalui IPO dan Rp 10,8 triliun melalui rights issue.
Sementara itu, mengutip data dari statistik Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Minggu ke-4 Agustus tahun lalu, sebanyak 31 emiten melakukan IPO saham dan 12 emiten menggelar rights issue.
Baca Juga: Mulai hari ini, Senin (7/9) BEI gelar sesi pre-opening, jam perdagangan belum berubah
Adapun nilai emisi IPO saham lebih mini mencapai Rp 9,04 triliun. Akan tetapi untuk nilai rights issue-nya lebih besar hingga Rp 25,66 triliun.
Sementara, penerbitan obligasi per akhir Agustus ini tercatat Rp 45,9 triliun. Jumlah tersebut lebih mini, tahun lalu obligasi dan sukuk korporasi tahun lalu yang mencapai Rp 87,26 triliun.
Walau pencarian dana diprediksi akan terus bertumbuh, Alfred memperkirakan tujuan penggunaan dana yang dihimpun cenderung untuk restrukturisasi kredit.
Diakuinya, di mata investor pencarian dana lewat pasar modal untuk memenuhi kredit memang tidak menarik. Akan tetapi, di tengah kondisi ekonomi yang tidak pasti investor tidak punya banyak pilihan.
Alfred hanya menyarankan investor untuk memilih risiko yang rendah, misalnya saja pencarian dana yang dilakukan oleh pemerintah maupun perusahaan-perusahaan yang berfundamental kuat.
"Saat ini fokus kebanyakan perusahaan memang lebih kepada mempertahankan likuiditas bukan ekspansi," imbuh Alfred.
Baca Juga: RI diramal resesi, simak petuah Warren Buffet soal investasi di masa sulit
Tidak jauh berbeda, Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menanggapi pencarian dana di pasar modal yang dimanfaatkan untuk utang memang kurang menarik bagi investor. Sebab, dari sisi fundamental aksi tersebut kurang kuat.
Adapun lebih lanjut Teguh berpendapat pencarian dana di pasar modal cenderung terpengaruh oleh tingkat kepercayaan investor dibandingkan bayang-bayang resesi perekonomian Indonesia. Kejadian-kejadian seperti perusahaan yang pailit, emiten gagal bayar utang, akan lebih berdampak terhadap kepercayaan investor.
Di sisi lain, pelaku pasar juga cenderung melihat kondisi terburuk sudah dilalui yakni di kuartal II ketika mobilitas masyarakat dan kegiatan ekonomi di batas.
Sementara di kuartal III ini diramalkan kondisi ekonomi masih mengalami kontraksi, akan tetapi mengalami pemulihan menjelang kuartal IV 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News