Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten sektor minyak & gas (migas) bakal didukung memanasnya harga minyak. Pemangkasan produksi minyak mentah dan suku bunga dapat menopang kinerja saat harga gas alam rendah.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama melihat bahwa harga minyak mentah saat ini memang tengah dalam tren penguatan. Dimana, harga minyak mentah WTI diperkirakan bakal menguji area harga US$88 per barel.
Sentimen utama pendukung harga minyak ialah konflik timur tengah yang belum berkesudahan antara Israel dengan negara-negara di timur tengah. Sebab, mayoritas pengekspor minyak mentah berasal dari tanah Arab.
Nafan melanjutkan, harga minyak turut didukung langkah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, yang memutuskan untuk memangkas produksi minyak mentah dengan total 5,86 juta barel per hari (bph), atau sekitar 5,7 persen dari permintaan global.
Baca Juga: Catat Rekomendasi Saham dan Prediksi IHSG Untuk Hari Ini, Senin (8/7)
Hal tersebut termasuk pemangkasan 3,66 juta barel per hari, yang akan berakhir pada akhir tahun 2025. Serta, pemangkasan sukarela oleh delapan anggota OPEC+ sebesar 2,2 juta barel per hari berlaku hingga September 2025.
"Di sisi lain, apabila suku bunga dipangkas akan mendorong peningkatan permintaan minyak dunia," jelas Nafan kepada Kontan.co.id, Jumat (5/7).
Sementara itu, Nafan mencermati, harga gas alam tertekan saat ini kemungkinan akibat pengaruh pasokan (supply) dan permintaan (demand).
Mengutip tradingeconomics, Jumat (5/7), harga Gas alam berjangka AS ditutup turun menjadi US$2,35 per mmbtu, terendah dalam tujuh minggu. Hal ini karena peningkatan produksi dan kelebihan pasokan.
Research Analyst MNC Sekuritas Vera mengatakan, harga minyak mentah global telah membaik, tetapi masih sangat tergantung pada perselisihan geopolitik.
Harga minyak menunjukkan kenaikan pada bulan April 2024 dengan rata-rata harga spot Brent berada pada US$89 per barel dan WTI sebesar US$84.4 per barel, masing-masing meningkat dari US$ 84,7 per barel dan US$ 80,4 per barel.
Kenaikan harga minyak ini terutama didorong oleh berkurangnya persediaan minyak global. Hal itu menyusul keputusan Organisasi Negara Pengeskpor Minyak (OPEC) untuk menerapkan pengurangan produksi sukarela hingga semester I-2024, mengakibatkan rata-rata pengurangan stok minyak global sebesar 0,3 juta barel per hari.
Baca Juga: Ekspektasi Penurunan Fed Rate Makin Kencang, Ekonom Ingatkan Investor Agar Hati-Hati
Menurut Vera, peningkatan konsumsi minyak akan terus berlanjut mencapai 104,8 juta barel per hari pada tahun 2024. Optimisme ini didorong oleh kuatnya perjalanan udara dan mobilitas jalan raya yang kuat, khususnya di sektor diesel dan truk di jalan raya.
Di samping itu, aktivitas industri, konstruksi, dan pertanian di negara-negara non-OECD akan mendukung pertumbuhan permintaan sebesar 880kbpd YoY.
“Perluasan kapasitas dan margin petrokimia yang menguntungkan, terutama di Tiongkok dan Timur Tengah, juga diperkirakan akan memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan permintaan minyak,” ujar Vera dalam riset 21 Mei 2024.
Sementara itu, Vera menilai, pasar gas alam masih kurang menguntungkan dengan permintaan global diproyeksikan tumbuh sebesar 2,3% pada tahun 2024, namun masih dibayangi oleh proyeksi pasokan tumbuh sebesar 3%.
Lesunya permintaan terutama disebabkan oleh pola cuaca yang sejuk di luar musimnya, perluasan ketersediaan energi terbarukan, dan ketegangan geopolitik yang menimbulkan distorsi pada pasar energi terbarukan.
Vera memandang bahwa kondisi pasar gas alam sendiri dinilai masih dalam masa krisis yang tercermin dari penurunan harganya sekitar 2,1% year to date, per 21 Mei 2024. Rendahnya jumlah permintaan gas alam karena pola cuaca yang lebih bersahabat dan perluasan alternatif energi terbarukan.
Baca Juga: Rekomendasi Saham Pilihan Saat IHSG Uji Resistance & Rawan Profit Taking, Senin (8/7)
Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada menjelaskan, perubahan dinamika kondisi geopolitik secara umum biasanya akan berimbas pada pergerakan harga komoditas.
Dengan potensi kenaikan harga komoditas, maka dipersepsikan akan timbul kenaikan inflasi. Lalu, kenaikan inflasi akan dipersepsikan tingkat suku bunga tinggi guna untuk mengendalikan inflasi tersebut.
Namun, Reza bilang, pergerakan harga komoditas minyak dan gas terkerek sampai ke harga tertentu itu akan sangat tergantung kondisi dan permintaan pelaku pasar.
"Dengan adanya sentimen perang dan suku bunga, maka dipersepsikan perolehan pendapatan untuk emiten migas akan mengalami kenaikan. Meski secara riil di lapangan belum tentu seperti itu," imbuh Reza kepada Kontan.co.id, belum lama ini.
Reza menuturkan, sentimen-sentimen seperti kenaikan harga minyak mentah memang dapat membentuk perubahan pada harga saham emiten migas. Namun demikian, kita juga harus memperhatikan volume beli dan jualnya suatu saham terkait untuk dapat melihat market timing dari saham-saham tersebut.
Berikut rekomendasi saham emiten sektor migas dari beberapa analis diantaranya AKRA, PGAS, MEDC, ELSA.
1. PT AKR Corporindo Tbk (AKRA)
Kami menaikkan perkiraan pendapatan AKRA akan bertumbuh sebesar 11% yoy di tahun 2024, karena asumsi harga minyak yang lebih tinggi sekitar US$85 per barel dari sebelumnya US$78 per barel. Serta harga jual (ASP) penjualan lahan diproyeksi meningkat 9% yoy untuk tahun 2024.
Lahan JIIPE diperkirakan akan tetap menjadi pendorong pendapatan utama AKRA dengan estimasi pendapatan pra penjualan atau marketing sales diperkirakan 100 ha untuk tahun 2024.
Selain itu, diperkirakan akan ada aliran pendapatan utilitas yang lebih baik dari sektor industri perkebunan mulai 2025 dan seterusnya karena dimulainya pabrik peleburan Freeport yang diperkirakan pada Agustus 2024 dan Xinyi Glass diperkirakan pada 2025.
Rekomendasi : Buy
Target Harga : Rp 1.850
Analia BRI Danareksa Sekuritas Richard Jerry dalam riset 25 Juni 2024
Baca Juga: IHSG Menguat 2,69% ke 7.253,37 Dalam Sepekan, Simak Prediksinya untuk Pekan Depan
2. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS)
PGAS telah mengarahkan penyebaran gas yang lebih tinggi pada kuartal I-2024, yang akan berlanjut sepanjang tahun pada kisaran US$ 1,6-US$ 1,8 per mmbtu, sehingga menghasilkan margin yang menguntungkan di masa depan.
Sementara itu, meski terdapat potensi penjualan saham di ladang Pangkah, kenaikan harga minyak WTI sekitar 8,7% (ytd) memberikan prospek yang kuat terhadap pendapatan Saka Energi (anak usaha PGN), pada kuartal II-2024 dan kemungkinan sepanjang tahun ini.
Ancaman terhadap pendapatan muncul karena pemerintah berencana untuk memperluas HGBT sebesar US$ 6/mmbtu dari
7 hingga 11 industri. Skema penetapan harga HGBT disubsidi, sehingga tidak menghasilkan margin bagi PGAS yang berpotensi mengakibatkan margin keseluruhan lebih rendah jika ekspansi ini terwujud.
Rekomendasi : Buy
Target Harga : Rp 1.800
Analis Samuel Sekuritas, Farras Farhan dalam riset 3 Juni 2024
3. PT Medco Energi International Tbk (MEDC)
Perspektif terhadap MEDC masih sedikit optimis dengan perkiraan pemulihan pada 2024. Laba bersih tahun ini mungkin masih sedikit koreksi, tetapi jauh lebih baik daripada penurunan tajam selama tahun 2023. Mengantisipasi perbaikan yang berasal dari AMMN didorong kenaikan target produksi dan harga emas yang menguntungkan sebagai instrumen lindung nilai yang banyak digunakan guncangan geopolitik.
Sementara itu, target volume produksi minyak dan gas yang lebih rendah dari MEDC untuk tahun 2024 sekitar -9.4% YoY, akan menjadi faktor pendorongnya ke bawah.
Rekomendasi : Buy
Target Harga : Rp 1.950
Analis MNC Sekuritas, Vera dalam riset 21 Mei 2024
Baca Juga: Simak Proyeksi Pergerakan IHSG Usai Menguat 2,69% di Pekan Ini
4. PT Elnusa Tbk (ELSA)
Secara teknikal, ELSA mencoba untuk berbalik menguat (rebound), setelah menguji ulang garis MA10. Selain itu, sinyal K_D dan indikator RSI positif, sementara volume meningkat.
Rekomendasi : Buy on weakness
Target Harga : Rp 490
Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News