Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Noverius Laoli
Hasan menyebut, perbaikan harga minyak hanya bersifat sementara karena ada pasokan minyak yang berkurang akibat Badai Laura yang menerjang Teluk Meksiko.
Hasan menyebut para produsen minyak telah mengevakuasi sebanyak 310 fasilitas offshore dan menutup produksi sebanyak 1,56 juta barel per hari atau setara dengan 84% dari produksi offshore Teluk Meksiko.
“Dampak dari adanya disrupsi pada pasokan minyak akan membuat harga minyak WTI bergerak naik. Sementara untuk jangka menengah, kami cukup yakin harga minyak WTI masih cenderung lemah seiring kekhawatiran akan pandemi virus corona belum berakhir,” tambah Hasan.
Baca Juga: Kepastian Head of Agreement untuk transisi Blok Rokan di tangan Menteri ESDM
Namun, Hasan optimistis harga minyak dunia akan kembali membaik ketika vaksin virus corona sudah dapat didistribusikan pada tahun depan.
Hasan pun memproyeksikan ASP minyak dunia pada tahun ini akan ada di level US$ 40 per barel sementara pada 2021 akan ada di level US$ 50 per barel. Sebelumnya, ia memproyeksikan tahun 2021 ASP minyak masih US$ 40 per barel.
“Dengan ASP yang lebih tinggi pada 2021, kami pun menaikkan proyeksi laba bersih MEDC pada 2021 sebesar 15,7% menjadi US$ 137 juta. Naiknya proyeksi laba bersih membuat target harga kami yang didasari DCF pun ikut naik jadi Rp 615 per saham. Dengan 9,8% potensi upside dari target harga kami, kami merekomendasikan untuk Hold MEDC,” pungkas Hasan.
Selanjutnya: Harga minyak mulai bergeliat, bagaimana prospek emiten migas?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News