Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi virus corona telah membuat permintaan terhadap minyak dunia menurun. Tak pelak harganya pun merosot tajam, terlebih pada periode kuartal II-2020 silam.
PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) selaku emiten yang bergerak pada industri minyak dan gas pun terdampak dari kondisi ini.
Hal ini dapat dilihat dari kinerja MEDC pada kuartal I yang mencatatkan hasil kurang memuaskan. Dari segi pendapatan, MEDC masih berhasil mengantongi US$ 289,6 juta atau naik 2% secara year on year (yoy).
Namun, emiten ini harus menanggung kerugian senilai US$ 20 juta, padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, MEDC masih mengantongi laba bersih sebesar US$ 28 juta.
Baca Juga: Akibat pandemi, Medco Energi (MEDC) masih sulit memproyeksikan harga minyak
Analis Ciptadana Sekuritas Arief Budiman dalam risetnya pada 1 September 2020 menuliskan perolehan pendapatan MEDC pada kuartal I-2020 telah memenuhi 27% dari proyeksi Ciptadana Sekuritas. Sementara kerugiannya memenuhi 22% dari proyeksi kerugian MEDC pada tahun ini yang senilai US$ 89 juta.
“Kenaikan pendapatan ini seiring dengan keberhasilan tambahan volume dari Ophir yang mampu memitigasi penurunan average selling prices (ASP) minyak sebesar 16% menjadi US$ 51,3 per barel dan penurunan ASP gas sebesar 21% menjadi US$ 5,6 per mmbtu. Tapi secara keseluruhan, kinerja MEDC masih lebih baik dari perkiraan kami,” tulis Arief dalam risetnya.
Sementara dari segi operasional, Analis Sucor Sekuritas Hasan dalam risetnya pada 28 Agustus 2020 menuliskan MEDC berhasil memproduksi minyak dan gas hingga 101 mboepd.
Perolehan tersebut naik signifikan dibanding kuartal I-2020 yakni 10%, namun secara kuartalan turun 5%. Penurunan disebut Hasan diakibatkan penutupan Blok A Aceh pada kuartal I-2020 yang diperpanjang.
Baca Juga: Audit lingkungan kelar, kepastian transisi Blok Rokan di tangan Menteri ESDM
“Blok A Aceh baru beroperasi normal pada awal Maret setelah menyelesaikan program perawatan Central Processing Plant yang sempat diperpanjang jadwalnya.
Penyebabnya adalah untuk mengatasi kekhawatiran mengenai stabilitas daratan yang ditakutkan terdampak akibat musim penghujan yang tinggi,” kata Hasan.
Lebih lanjut, Hasan melihat secara fundamental, pergerakan harga minyak masih belum cenderung membaik. Setidaknya hingga sisa tahun ini. Oleh sebab itu, ia melihat kinerja dan prospek MEDC masih akan cukup tertekan pada paruh kedua tahun ini.
Hasan menyebut, perbaikan harga minyak hanya bersifat sementara karena ada pasokan minyak yang berkurang akibat Badai Laura yang menerjang Teluk Meksiko.
Hasan menyebut para produsen minyak telah mengevakuasi sebanyak 310 fasilitas offshore dan menutup produksi sebanyak 1,56 juta barel per hari atau setara dengan 84% dari produksi offshore Teluk Meksiko.
“Dampak dari adanya disrupsi pada pasokan minyak akan membuat harga minyak WTI bergerak naik. Sementara untuk jangka menengah, kami cukup yakin harga minyak WTI masih cenderung lemah seiring kekhawatiran akan pandemi virus corona belum berakhir,” tambah Hasan.
Baca Juga: Kepastian Head of Agreement untuk transisi Blok Rokan di tangan Menteri ESDM
Namun, Hasan optimistis harga minyak dunia akan kembali membaik ketika vaksin virus corona sudah dapat didistribusikan pada tahun depan.
Hasan pun memproyeksikan ASP minyak dunia pada tahun ini akan ada di level US$ 40 per barel sementara pada 2021 akan ada di level US$ 50 per barel. Sebelumnya, ia memproyeksikan tahun 2021 ASP minyak masih US$ 40 per barel.
“Dengan ASP yang lebih tinggi pada 2021, kami pun menaikkan proyeksi laba bersih MEDC pada 2021 sebesar 15,7% menjadi US$ 137 juta. Naiknya proyeksi laba bersih membuat target harga kami yang didasari DCF pun ikut naik jadi Rp 615 per saham. Dengan 9,8% potensi upside dari target harga kami, kami merekomendasikan untuk Hold MEDC,” pungkas Hasan.
Selanjutnya: Harga minyak mulai bergeliat, bagaimana prospek emiten migas?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News