Reporter: Hasbi Maulana | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) mungkin telah bersiap terkena penghapusan paksa pencatatan (forced delisting) oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun, para pemegang saham publik jelas tidak pernah berharap mimpi buruk itu terjadi.
Mario Rahmat, bukan nama sebenarnya, terkejut ketika menerika sepucuk surat dari sekretaris perusahaan emiten tambang batubara itu, Rabu (25 Oktober 2017) lalu. Surat bertanggal 19 Oktober itu menyampaikan "kabar buruk" tersebut kepadanya.
Rupanya, setelah menerima kabar forced delisting dari BEI pada Senin (17 Oktober 2017), manajemen Berau Coal segera mengirimkan pemberitahuan kepada para pemegang sahamnya.
Intinya, selain menyampaikan perihal pencabutan pencatatan itu sendiri, sekretaris perusahaan juga mengabarkan bahwa pemegang saham publik mendapat kesempatan memperdagangkan sahamnya di pasar negosiasi selama 20 hari bursa, terhitung sejak 19 Oktober 2017 lalu.
Mario yang tidak mengikuti perkembangan berita emiten yang sahamnya terkena penghentian perdagangan selama lebih dari dua tahun itu jelas galau.
Meski investasinya sudah "nyangkut" selama sekitar 3 tahun, dia masih selalu berharap suatu saat perdagangan dibuka kembali sehingga bisa melepas sahamnya.
"Tapi saham ini tetap dalam suspensi sampai sekarang. Saya tidak pernah punya kesempatan untuk menjualnya," kata Mario, sedih.
Bagi investor cilik seperti dia, kerugian senilai sebuah sepeda motor bebek matik yang akan dia tanggung jelas terasa.
Pekerja kantoran yang cukup paham terhadap seluk beluk investasi dan perdagangan saham ini menyadari tak bisa menyalahkan siapa-siapa atas risiko yang dia hadapi.
Dia masih ingat, dulu membeli saham BRAU karena mendengar rumor akan ada restrukturisasi atas emiten yang mengasai lahan tambang di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur ini.
Namun apa bisa dikata kalau nasib sial sedang melanda?
Sejak dia beli, harga saham BRAU terus menerus merosot. Sampai akhirnya kisruh internal perusahaan malah memicu BEI menghentikan perdagangan saham BRAU sejak 4 Mei 2015.
Nasi telah menjadi bubur. Kini Mario sedang menghubungi brokernya untuk menawarkan sahamnya di pasar negosiasi.
Harga saham terakhir BRAU sebelum suspensi dulu cuma Rp 82 per saham.
"Setelah mengalami kejadian ini baru terasa pentingnya membeli saham berdasarkan fundamentalnya," kata dia lirih, memutus cerita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News