kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Data makroekonomi dalam negeri mengangkat nilai rupiah di pekan ini


Jumat, 19 Oktober 2018 / 21:05 WIB
Data makroekonomi dalam negeri mengangkat nilai rupiah di pekan ini
ILUSTRASI. Nilai tukar rupiah


Reporter: Disa Ayulia Agatha | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah tren penguatan dollar Amerika Serikat (AS) sejak Jumat (19/10) pagi, rupiah ternyata tetap bertahan menguat hingga penutupan. 

Di pasar spot, mata uang Garuda menguat 0,05% ke level Rp 15.187 per dollar Amerika Serikat (AS). Bukan hanya itu, rupiah juga menguat tipis selama sepekan sebesar 0,07%.

Berbeda dengan pasar spot, rupiah di kurs tengah Bank Indonesia (BI) justru menurun 0,22% menjadi Rp 15.221 per dollar AS. Dalam sepekan, rupiah juga terkoreksi sebesar 0,18%.

Menurut Ekonom PT Bank Permata Joshua Pardede, penguatan kali ini berasal dari sentimen positif data makroekonomi. Salah satunya proyeksi pemerintah mengenai defisit fiskal tahun ini yang bisa lebih rendah di kisaran 1,83%-2,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sebelumnya proyeksi defisit sebesar 2,12 % terhadap PDB, sehingga hal ini positif untuk pasar obligasi.

Di sisi lain, pasar saham di AS cenderung menguat dalam beberapa hari sehingga mendorong penguatan pasar regional. “Meskipun hari ini pasar saham sempat melemah, tapi masih ada concern terhadap pelemahan dollar terhadap mata uang dunia beberapa waktu lalu,” ujar Joshua.

Pasalnya dalam perdagangan Jumat (19/10) pagi, rupiah sempat terkoreksi akibat dari respon pelaku pasar terhadap notulen Federal Open Market Committee(FOMC) Minutes pada pekan ini di mana Federal Reserve berpotensi melanjutkan kebijakan kenaikan suku bunga acuan hingga tahun depan.

Analis Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto juga mengatakan, spekulasi pergerakan rupiah selama sepekan ini mampu diredam oleh BI terutama pasca menambah (Domestic Non-Deliverable Forward) DNDF sebagai instrumennya.

Lewat DNDF, BI dinilai dapat lebih mengontrol pasar, khususnya menentukan waktu untuk melakukan intervensi. Dalam pekan ini rupiah dinilai mengalami gejolak panas dingin dalam kisaran yang tidak begitu lebar akibat pertentangan antara sentimen dari dalam dengan luar negeri.

“Sempat menguat cukup tinggi akibat neraca perdagangan tapi masih belum lepas dari area konsolidasi. Ini juga akhir pekan, pelaku pasar cenderung lebih hati-hati sehingga lebih banyak melakukan aksi profit taking sebelum penutupan perdagangan pekan ini,” jelas Andri.

Joshua juga mengatakan bahwa kecenderungan rupiah di pekan ini masih bervariasi, mengingat di awal pekan cenderung melemah bila akibat koreksi di pasar obligasi. “Yield obligasi (10 tahun) hampir menyentuh 9%, pasar obligasi dan saham turut menyumbang pelemahan di awal pekan,” ujarnya. Selain itu data GDP China yang di luar estimasi dan berdampak negatif sebagai salah satu tolak ukur pasar keuangan di Asia.

Menurut Andri, rupiah punya peluang untuk menguat di awal pekan depan namun dalam rentang yang tidak terlalu besar. Ia memproyeksikan rupiah di antara Rp 15.170- Rp 15.210 per dollar AS.

“Pekan depan BI akan melakukan rapat dewan gubernur untuk menentukan arah suku bunga dan sepertinya pelaku pasar melihatnya BI akan menahan suku bunga,” ujar Andri.

Sedangkan Joshua memprediksi rupiah di kisaran Rp 15.150- Rp 15.250 per dollar AS. Ia mengatakan pergerakan rupiah masih dipengaruhi global seperti perkembangan Inggris dengan Brexit, budget fiskal Italia, juga ketegangan AS dan Arab Saudi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×