Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bersama dengan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyar (DPR) RI telah menyepakati substansi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU CK) lewat Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI dengan Pemerintah, Sabtu (3/10).
Meski demikian, RUU ini ditentang oleh banyak pihak, salah satunya adalah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Bahkan, KSPI mengklaim sebanyak dua juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok kerja nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menilai, rencana aksi mogok kerja ini tentu menjadi perhatian bagi pelaku usaha, terlebih jika aksi mogok kerja tersebut berlangsung cukup lama.
Okie menilai, butuh kejelasan lebih lanjut mengenai RUU ini. Sebab, kejelasan terkait RUU tersebut tentunya dapat memberikan penilaian bagi pelaku pasar yang pada akhirnya akan berdampak pada iklim investasi.
Baca Juga: Segera disahkan, Badan Legislasi DPR telah sepakati substansi RUU Cipta Kerja
“Kami cukup menyoroti RUU tersebut yang berpeluang untuk mendatangkan investasi bukan prioritas. Namun bagaimanapun juga, kepastian serta kejelasan hukum perlu diperjelas agar semua pihak mendapatkan manfaat dari kebijakan tersebut,” ujar Okie kepada Kontan.co.id, Minggu (4/10).
Sementara itu, David Sutyanto, Head of Research Ekuator Swarna Sekuritas menilai, omnibus law dampak omnibus law terhadap IHSG bak pisau bermata dua. Di satu sisi, omnibus law akan memberikan dorongan bagi pelaku usaha agar berinvestasi.
Tetapi di sisi lain, polemik yang muncul seperti ancaman mogok kerja nasional dapat berpotensi cukup serius di tengah situasi ekonomi yang dalam kondisi resesi.
Hemat David, di tengah situasi yang belum kondusif seperti ini, pemerintah diharapkan tidak mengambil langkah yang gegabah. “Adanya kontroversi dan masih belum setujunya seluruh stakeholder terhadap RUU ini menjadi indikasi sebaiknya dilakukan penelaahan lebih lanjut,” ujar David kepada Kontan.co.id, Minggu (4/10).
Baca Juga: Apa alasan Fraksi PKS dan Demokrat tolak RUU Cipta Kerja?
Selain pengesahan RUU Ciptaker, menurut Okie sentimen lain yang masih dapat mempengaruhi IHSG hingga akhir tahun diantaranya adalah kinerja dari ekspor, impor dan neraca perdagangan.
Okie juga menilai daya beli, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, serta aktivitas serta produktivitas manufaktur ikut menjadi perhatian utama pelaku pasar ke depan. Hingga akhir tahun, Okie memproyeksikan IHSG akan ada di level 5.350 hingga tutup tahun 2020.
Sementara target IHSG hingga penghujung tahun dari David masih cukup lebar, yaitu di rentang 4.500 hingga 5.300. Sebab, saat ini volatilitas pasar masih cukup tinggi dikarenakan ketidakpastian kondisi ekonomi yang juga tinggi.
Selanjutnya: Terkoreksi 7,03% di bulan September, begini prospek IHSG pada Oktober 2020
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News