Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten rokok bakal terbebani kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 10% pada tahun depan.
Kenaikan tarif cukai rokok ini bisa menekan bisnis emiten rokok. Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian mengatakan, pemerintah tengah berupaya mengurangi angka pengguna perokok di Indonesia, sehingga tarif CHT akan dinaikkan.
"Di tengah upaya pemerintah untuk mengurangi angka perokok di Indonesia, diperkirakan tarif CHT akan terus mengalami kenaikan. Sehingga efeknya akan menekan daya beli konsumen," kata Fajar kepada Kontan.co.id, Kamis (21/12).
Baca Juga: Daya Beli Konsumen Diramal Lemah pada 2024, Begini Rekomendasi Saham HMSP & GGRM
Terkait prospek emiten rokok, Fajar mengatakan, masih tergantung pada strategi masing-masing emiten rokok melakukan efisiensi dan inovasi untuk mempertahankan daya beli konsumen rokok meskipun tarif CHT semakin mahal.
"Kemudian efek dari pembatasan penggunaan dan pembelian rokok akan terus menekan kinerja emiten," tuturnya.
Adapun, sentimen yang mempengaruhi kinerja emiten rokok yaitu terkait daya beli masyarakat dan kebijakan pemerintah untuk industri rokok, termasuk tarif CHT itu sendiri.
Head Customer Literation and Education Kiwoom Oktavianus Audi menambahkan, kenaikan CHT tersebut sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mengendalikan konsumsi rokok secara berkelanjutan.
Berdasarkan data dari Philip Morris International, sampai dengan kuartal III-2023, di Indonesia terjadi penurunan konsumsi rokok sebesar 3,9% year on year (YoY). Jumlah konsumsi rokok menjadi 77,9 juta batang.
"Kenaikan CHT ini akan menjadi penekan kembali daya beli rokok di tahun 2024. Karena jika ditotal sejak tahun 2012 tarif cukai telah naik sebesar 117,69% sampai di tahun 2023, per GoodStats," kata Oktavianus kepada Kontan.co.id, Kamis (21/12).
Meski CHT naik 10%, Oktavianus tetap melihat adanya peluang pertumbuhan laba dari emiten rokok. Berdasarkan analisisnya, saat cukai rokok naik (seperti di tahun 2018 dan 2019) masih akan mendorong kenaikan laba emiten rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP).
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan stabil di atas 5% masih akan menjadi modal penopang daya beli yang kuat. Kami melihat kenaikan cukai rokok ini yang terendah sejak tahun 2020, sehingga masih akan mendongkrak konsumsi," lanjut dia.
Alhasil, Oktavianus merekomendasikan buy saham GGRM dengan target harga Rp 32.950 per saham dan buy saham HMSP dengan target harga Rp 1.150 per saham.
Baca Juga: Rokok Kretek Menopang Prospek HMSP, Intip Rekomendasi Sahamnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News