Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan mata uang Asia masih akan dipengaruhi sejumlah data ekonomi, khususnya dari Amerika Serikat (AS) ke depan yang akan memberikan pandangan lebih lanjut mengenai arah pemangkasan suku bunga The Fed lebih lanjut.
Research & Development Trijaya Pratama Futures Alwi Assegaf mengatakan, pergerakan mata uang Asia masih cenderung tertekan sebulan terakhir. Hal itu disebabkan dari sikap Gubernur the Fed Jerome Powell yang meredam ekspektasi pemangkasan suku bunga secara agresif.
Apalagi, data inflasi AS mulai bergerak ke arah yang benar dengan perlambatan menjadi 2,4%. Angka itu merupakan level terendah sejak Februari 2021, meskipun sedikit di atas perkiraan sebesar 2,3%.
Baca Juga: Tergantung The Fed, Mata Uang Komoditas bisa Berbalik Arah
Di sisi lain, klaim pengangguran awal AS dalam pekan yang berakhir pada 4 Oktober naik 258.000, lebih tinggi dari minggu sebelumnya yang sebanyak 225.000 dan ekspektasi 230.000. Menurut Alwi, data ini berpotensi membuat ekspektasi pasar mengenai pemangkasan suku bunga the Fed bisa berubah.
"Jadi, pergerakan mata uang Asia akan dipengaruhi ekspektasi pasar mengenai pemangkasan suku bunga the Fed, apakah akan dilakukan secara bertahap atau bisa lebih agresif," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (11/10).
Meski begitu, Alwi berpandangan pemangkasan suku bunga ke depan akan dilakukan secara bertahap. Dia memperkirakan sampai akhir tahun 2024 pemangkasan sekitar 1%. Meski tidak agresif, tetapi hal ini menjadi sentimen positif lantaran pemangkasan suku bunga masih akan berlanjut hingga 2025.
Alwi menilai, saat suku bunga turun maka dolar AS akan melemah seiring imbal hasil obligasi yang turun. Alhasil, ketika suku bunga turun investor akan memilih aset yang memberikan imbal hasil lebih menarik, salah satunya pasar Asia.
"Saya lihat Asia kebanjiran dana, terutama setelah China mengeluarkan stimulus besar-besaran, ditambah ada RUU yang sedang digodok oleh China untuk stabilisasi pertumbuhan ekonominya," sebutnya.
Baca Juga: Valuta Pilihan di Tengah Tekanan Keperkasaan Dolar AS
Dus, Alwi menilai Chinese Yuan (CNY) menjadi salah satu mata uang Asia yang menarik. Selain itu, ada Yen (JPY) yang juga prospektif.
Dia melihat Bank of Japan (BoJ) sudah mulai melakukan normalisasi kebijakan dengan meninggalkan kebijakan moneter yang tidak umum. Selain itu, ada komentar dari Deputy Governor BoJ, Ryozo Himino yang mendukung kenaikan suku bunga lanjutannya jika ekonomi bergerak sesuai proyeksi.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong menyebutkan bahwa dengan pemangkasan suku bunga, maka secara umum mata uang Asia akan naik. Namun ia mengunggulkan JPY, apalagi mata uang tersebut belakangan ini menjadi yang paling tertekan.
"Yen bisa kembali ke 140 apabila menaikkan suku bunga paling tidak sekali dalam dua pertemuan berikutnya," sebutnya.
Adapun Alwi melihat nilai CNY pada akhir tahun di kisaran 6,8200 sampai dengan 6,9700. Lalu JPY di kisaran 140-145.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News