kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45899,16   1,14   0.13%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Cermati Saham-Saham yang Berpotensi Naik Saat Pemulihan Ekonomi


Minggu, 23 Januari 2022 / 14:22 WIB
Cermati Saham-Saham yang Berpotensi Naik Saat Pemulihan Ekonomi
ILUSTRASI. Kenaikan suku bunga menjadi perhatian utama ketika memilih saham tahun 2022.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah sentimen masih akan mewarnai pasar saham tanah air. Salah satunya yakni rencana bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve, yang akan menaikkan suku bunga pada tahun ini.

Analis Fundamental B-Trade Raditya Krisna Pradana menilai, topik ini masih menjadi pembahasan dalam Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan dilaksanakan pekan depan. Raditya mengatakan, peningkatan suku bunga oleh The Fed menjadi sentimen negatif untuk pasar, karena investor cenderung memilih dolar AS sebagai instrumen investasi.

“Karena dalam kondisi seperti ini (kenaikan suku bunga), dolar AS berperan sebagai safe haven assets,” terang Raditya kepada Kontan.co.id, Minggu (23/1). Pada saat ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga sedang dalam tren sideways. Oleh karena itu, investor lebih baik wait and see untuk asset berisiko seperti saham.

Baca Juga: IHSG Diproyeksi Melanjutkan Penguatan di Awal Pekan

Raditya merekomendasikan porsi ideal portofolio saat ini yakni sebesar 40% untuk stock (saham) dan 60% untuk cash. Bisa juga dianggarkan dari 60% cash untuk masuk ke beberapa safe haven assets untuk tujuan lindung nilai.

“Besaran porsi portofolio ini tentunya harus disesuaikan dengan profil risiko masing-masing investor,” sambung dia.

Sementara itu, Direktur Utama Maybank Sekuritas Willianto Ie mengatakan, ada baiknya pelaku pasar menurunkkan kepemilikan di instrumen seperti obligasi jangka panjang. Hal ini karena kenaikan suku bunga akan menyebabkan shifting ke portofolio jangka pendek.

Baca Juga: LQ45 Kalah Tipis dari IDX30, Berikut Saham-Saham yang Jadi Pemberat

Dengan  kecenderungan The Fed dan bank sentral di dunia menaikkan suku bunga disertai dengan pengetatan moneter (penjualan obligasi dan penarikan likuiditas pasar), akan terjadi pergeseran dari long term fixed income ke ekuitas atau saham. Pelaku pasar akan kembali mencari peluang ke emerging market yang memiliki pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan AS.

Di sisi lain, pasar saham Indonesia juga masih menarik secara valuasi. Potensi upside juga masih sangat baik

“Bisa juga melakukan shiting ke aset kelas yang lain, seperti komoditas dan properti yang akan booming. Sebab, daya beli yang tumbuh dan mobilitas yang mulai normal menyebabkan harga properti akan naik banyak,” terang Willianto.

Saham Pilihan

Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Jelang Rapat The Fed

Saham Pilihan

Maybank Sekuritas  memasang sikap overweight di ekuitas, logam mulia, properti, dan short term obligasi. Di ekuitas, investor bisa mencermati saham-saham keping biru (blue chips) dengan fundamental yang bagus. Sebab, bisnis mereka akan tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi.

Dus, ada sejumlah saham yang bisa dicermati investor pada tahun ini. Pertama, saham-saham yang diuntungkan dari pembukaan kembali (reopening) ekonomi, yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Mira Adiperkasa Tbk (MAPI), dan PT Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR).

Kedua, saham dengan sifat pengembalian nilai (asset reflation), yakni saham-saham di sektor properti seperti PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP).

Ketiga, saham-saham yang bersifat siklikal, yakni berupa saham komoditas seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT PP London Sumatra Indonesia Plantation Tbk (LSIP), PT Astra International Tbk (ASII), dan PT United Tractors Tbk (UNTR).

Baca Juga: Harga Emas Menguat 0,96% Sepekan Akibat Inflasi dan Kisruh Geopolitik

Sementara itu, Raditya menjabarkan sejumlah sektor dan saham yang bisa dicermati pada tahun ini. Petama, sektor konstruksi  yang didukung dengan katalis proyek Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur. Indonesia menaikkan alokasi anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) menjadi Rp 455,62 triliun tahun ini dari yang direncanakan sebelumnya sebesar Rp 414 triliun. Sebanyak Rp 178,3 triliun dari total Rp 455,62 triliun tersebut dialokasikan untuk kluster penguatan pemulihan ekonomi.

Nah, pada kluster penguatan pemulihan ekonomi dimungkinkan terselip program pembangunan Nusantara, yang merupakan ibu kota Negara yang baru. Katalis ini mendasari Raditya untuk melirik sektor konstruksi.  Ditambah, harga saham emiten BUMN karya yang masih mengalami koreksi menjadi peluang bagi investor untuk mengail cuan.

”Waktu yang tepat untuk entry (masuk) menurut kami adalah buy on weakness,” terang Raditya. Emiten pilihan di sektor ini adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT PP Tbk (PTPP).

Kedua, sama seperti Willianto, Raditya juga menjagokan sektor properti. Katalis positif masih datang dari pembangunan Ibu Kota Negara, yakni berkaitan dengan pemindahan sekitar 500.000 aparatur sipil Negara ke IKN.

Hal ini membuat permintaan perumahan meningkat dan menjadi katalis positif bagi sektor properti. Emiten pilihan untuk sektor ini adalah CTRA dan BSDE. CTRA memiliki lahan seluas 870 hektare di Kalimantan Timur. Sementara BSDE tercatat memiliki cadangan lahan sekitar 515 hektare.

Baca Juga: Jumat Menguat, Begini Proyeksi Pergerakan IHSG Pekan Depan

Raditya memilih strategi buy on weakness karena investor masih cenderung wait and see seiring adanya sentimen omicron. Selain sektor properti, emiten semen seperti SMGR dan INTP juga akan terdampak katalis positif dari meningkatnya permintaan perumahan.

Ketiga,  saham sektor industri yang diuntungkan dengan  perpanjangan insentif  pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah hingga kuartal I 2022. Kebijakan ini diyakini akan menaikkan utilitas produksi industri komponen otomotif lokal dan menjadi katalis positif bagi ASII dan PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA).

Selain itu, kenaikan kasus omicron dan vaksinasi booster menjadi sentimen positif untuk emiten di sektor kesehatan. PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) yang merupakan penyedia jarum suntik menjadi salah satu emiten yang diuntungkan. Sentimen vaksin booster juga berdampak positif terhadap sejumlah emiten farmasi seperti  PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), dan PT Indofarma Tbk (INAF).

“Ketiga emiten ini turut menyediakan vaksin booster. Emiten-emiten rumah sakit juga terimbas dampak positif dari sentimen ini,” pungkas Raditya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×