Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Maybank Sekuritas memasang sikap overweight di ekuitas, logam mulia, properti, dan short term obligasi. Di ekuitas, investor bisa mencermati saham-saham keping biru (blue chips) dengan fundamental yang bagus. Sebab, bisnis mereka akan tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
Dus, ada sejumlah saham yang bisa dicermati investor pada tahun ini. Pertama, saham-saham yang diuntungkan dari pembukaan kembali (reopening) ekonomi, yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Mira Adiperkasa Tbk (MAPI), dan PT Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR).
Kedua, saham dengan sifat pengembalian nilai (asset reflation), yakni saham-saham di sektor properti seperti PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP).
Ketiga, saham-saham yang bersifat siklikal, yakni berupa saham komoditas seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT PP London Sumatra Indonesia Plantation Tbk (LSIP), PT Astra International Tbk (ASII), dan PT United Tractors Tbk (UNTR).
Baca Juga: Harga Emas Menguat 0,96% Sepekan Akibat Inflasi dan Kisruh Geopolitik
Sementara itu, Raditya menjabarkan sejumlah sektor dan saham yang bisa dicermati pada tahun ini. Petama, sektor konstruksi yang didukung dengan katalis proyek Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur. Indonesia menaikkan alokasi anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) menjadi Rp 455,62 triliun tahun ini dari yang direncanakan sebelumnya sebesar Rp 414 triliun. Sebanyak Rp 178,3 triliun dari total Rp 455,62 triliun tersebut dialokasikan untuk kluster penguatan pemulihan ekonomi.
Nah, pada kluster penguatan pemulihan ekonomi dimungkinkan terselip program pembangunan Nusantara, yang merupakan ibu kota Negara yang baru. Katalis ini mendasari Raditya untuk melirik sektor konstruksi. Ditambah, harga saham emiten BUMN karya yang masih mengalami koreksi menjadi peluang bagi investor untuk mengail cuan.
”Waktu yang tepat untuk entry (masuk) menurut kami adalah buy on weakness,” terang Raditya. Emiten pilihan di sektor ini adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT PP Tbk (PTPP).
Kedua, sama seperti Willianto, Raditya juga menjagokan sektor properti. Katalis positif masih datang dari pembangunan Ibu Kota Negara, yakni berkaitan dengan pemindahan sekitar 500.000 aparatur sipil Negara ke IKN.
Hal ini membuat permintaan perumahan meningkat dan menjadi katalis positif bagi sektor properti. Emiten pilihan untuk sektor ini adalah CTRA dan BSDE. CTRA memiliki lahan seluas 870 hektare di Kalimantan Timur. Sementara BSDE tercatat memiliki cadangan lahan sekitar 515 hektare.
Baca Juga: Jumat Menguat, Begini Proyeksi Pergerakan IHSG Pekan Depan
Raditya memilih strategi buy on weakness karena investor masih cenderung wait and see seiring adanya sentimen omicron. Selain sektor properti, emiten semen seperti SMGR dan INTP juga akan terdampak katalis positif dari meningkatnya permintaan perumahan.
Ketiga, saham sektor industri yang diuntungkan dengan perpanjangan insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah hingga kuartal I 2022. Kebijakan ini diyakini akan menaikkan utilitas produksi industri komponen otomotif lokal dan menjadi katalis positif bagi ASII dan PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA).
Selain itu, kenaikan kasus omicron dan vaksinasi booster menjadi sentimen positif untuk emiten di sektor kesehatan. PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) yang merupakan penyedia jarum suntik menjadi salah satu emiten yang diuntungkan. Sentimen vaksin booster juga berdampak positif terhadap sejumlah emiten farmasi seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), dan PT Indofarma Tbk (INAF).
“Ketiga emiten ini turut menyediakan vaksin booster. Emiten-emiten rumah sakit juga terimbas dampak positif dari sentimen ini,” pungkas Raditya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News