Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke level 4,25% dari sebelumnya 4,5% pada Kamis (18/6). Ini adalah penurunan ketiga suku bunga acuan sejak awal tahun yang masih ada di 5%.
Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada menilai, penurunan suku bunga acuan ini tidak begitu memberikan dampak positif kepada emiten-emiten perbankan. Menurut dia, pasar memprediksi penurunan suku bunga tersebut bakal menyebabkan pendapatan bunga perbankan juga turun.
Baca Juga: Ramai sentimen positif dari domestik, IHSG menguat 1,27% dalam sepekan
Dia menambahkan, pemangkasan suku bunga acuan baru akan berdampak terhadap penurunan suku bunga kredit pada tiga atau empat bulan ke depan. Selain itu, pandemi Covid-19 yang memaksa sejumlah perusahaan untuk menunda ekspansi berimbas terhadap permintaan kredit.
"Kalau yang sudah existing juga kan masih berlaku suku bunga yang sebelumnya pada saat mereka mengajukan kredit. Nah, masalahnya dalam kondisi seperti sekarang ini banyak yang minta keringanan atau restrukturisasi kredit," kata Reza kepada Kontan.co.id, Jumat (19/6).
Banyaknya perusahaan yang meminta keringanan ini dikhawatirkan bakal memberatkan perbankan. Makanya, Reza memprediksi kinerja dari perbankan pada tahun ini akan menyusut seiring dengan tekanan yang ada.
Baca Juga: Sepekan menguat 0,23%, rupiah terangkat banjir likuiditas dolar AS di pasar global
Menurut Reza, perbankan yang bisa menjaga likuiditas di tengah pandemi Covid-19 sudah cukup baik. "Bisa break even point (BEP) saja sudah lumayan, untuk penyaluran kredit kemungkinan akan tertahan dengan antisipasi perbankan atas kondisi nasabah dan kondisi makro saat ini," papar Reza.
Dia mencermati, saham-saham dari perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih bisa menjadi pilihan bagi investor. Pasalnya, dilihat dari profitabilitas, likuiditas pasar, dan kinerjanya juga masih terjaga.
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) masih mampu mencatat laba bersih sebesar Rp 7,91 triliun pada periode Januari-Maret 2020. Capaian tersebut tumbuh 9,4% (yoy) dibandingkan kuartal I-2019 dengan raihan laba sebesar Rp 7,2 triliun.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) juga masih mampu mencatatkan laba bersih pada kuartal I 2020 sebesar Rp 4,25 triliun. Laba bersih ini meningkat 4,3% yoy dibanding kuartal I 2019 sebesar Rp 4,08 triliun.
Kemudian, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menorehkan laba bersih Rp 8,17 triliun pada kuartal I 2020. Hanya saja, laba tersebut turun tipis 0,36% dibandingkan kuartal I 2019 yang sebesar Rp 8,20 triliun.
Penurunan laba bank terbesar di Indonesia ini berasal dari kontribusi kerugian yang didapat dari entitas anak usahanya dan bukan karena dampak virus corona atau covid-19 yang kini melanda Indonesia.
Baca Juga: Suku bunga dipangkas, reksadana pendapatan tetap bakal moncer
Selanjutnya, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) membukukan laba pada kuartal I-2019 sebesar Rp 457 miliar. Laba BBTN turun 36,79% (yoy) dari Rp 723 miliar. Permintaan kredit perumahan (KPR) non subsidi yang melandai sejak akhir tahun lalu, ditambah adanya pandemi Covid-19 jadi alasannya.
Selain saham-saham bank BUMN, Reza juga menjagokan saham-saham seperti BTPS, BRIS, BJBR, BJTM, dan BACA. Dia merekomendasikan pelaku pasar untuk saat ini lebih melihat kondisi market dan bisa melakukan trading buy untuk saham-saham tersebut.
Pada perdagangan Jumat (19/6), saham BMRI melesat 1,24% ke harga Rp 4.880 per saham, kemudian saham BBRI juga menguat 1,64% ke harga Rp 3.100 per saham, sementara BBTN melemah 1,76% ke harga Rp 1.115, dan BBNI juga turun 0,44% ke harga Rp 4.480 per saham.
Baca Juga: BI prediksi inflasi Juni 0,02%, kenaikan harga daging ayam dan telur jadi pendorong
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News