Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Barisan saham sektor energi dan saham tambang mineral logam di sektor barang baku sedang tertekan. Kedua sektor ini ikut menjadi pemberat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sedang dalam posisi menukik.
IHSG merosot 1,90% ke level 7.243,86 pada perdagangan Kamis (7/11). Pada hari yang sama, indeks saham sektor barang baku anjlok sedalam 3,47%, sedangkan indeks sektor energi turun 0,91%.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer mengamati dalam beberapa hari terakhir saham-saham berbasis komoditas sedang volatile. Situasi ini tak lepas dari respons investor terhadap sentimen yang cukup kuat di pasar komoditas energi dan tambang dunia.
Baca Juga: Rekomendasi Saham Energi & Tambang Pilihan di Tengah Laju IHSG dan Harga Komoditas
Sorotan utama adalah efek dari Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS). Miftahul menilai kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS memengaruhi sejumlah komoditas, terutama aset safe haven. "Pergerakan harga emas baru-baru ini cenderung tertekan," kata Miftahul kepada Kontan.co.id, Kamis (7/11).
Research Analyst Phintraco Sekuritas, Muhamad Heru Mustofa, melihat hal serupa. Penurunan harga emas kembali ke level US$ 2.670 dari sebelumnya nyaris menuju level US$ 2.800 per troi ons bersamaan dengan sentimen penyelenggaraan Pilpres AS.
Kemenangan Donald Trump dan kebijakan yang akan diambilnya berpotensi meningkatkan kinerja pasar saham AS. "Pelaku pasar cenderung memilih instrumen investasi dengan imbal hasil yang lebih tinggi dan meninggalkan aset safe haven seperti emas," kata Heru.
Di sisi lain, Heru melihat produksi minyak dari AS berpotensi meningkat. Pada saat yang sama, harga minyak dan gas cenderung tertekan seiring kekhawatiran gangguan pasokan yang sudah mereda, akibat eskalasi konflik di Timur Tengah yang mulai menurun.
Baca Juga: Jika Donald Trump Menang, UEA Akan Hidupkan Perjanjian Pembelian Jet Tempur F-35
Sementara itu, harga komoditas batubara kembali melandai akibat peningkatan produksi di China. Tapi harga batubara berpeluang kembali menghangat. Selain permintaan saat musim dingin, ambisi Donald Trump mendongkrak kinerja industri AS berpotensi meningkatkan kebutuhan terhadap energi berbasis fosil.
Research Analyst Reliance Sekuritas Ayu Dian menyoroti hal yang sama, di mana Donald Trump mengusung kebijakan yang cenderung lebih pro terhadap energi fosil. Hal ini bisa menjadi sentimen bagi saham di sektor energi untuk ke depannya.
Di sisi yang lain, pelaku pasar menantikan langkah dari pemerintah China terkait stimulus lanjutan, yang dapat menjadi katalis penting bagi harga komoditas energi dan mineral logam seperti nikel dan timah. Ayu menyarankan wait and see terlebih dulu sambil mencermati berbagai sentimen tersebut.
Rekomendasi Saham
Research Analyst Stocknow.id Emil Fajrizki menilai sentimen eksternal dan posisi pasar saham saat ini membuat pergerakan saham energi dan tambang cenderung negatif. Meski, ada peluang penguatan pada sejumlah saham, terutama jika ada dorongan dari aksi korporasi.
Pada situasi saat ini, Emil menyarankan trading plan dengan rekomendasi buy saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) untuk target harga masing-masing di Rp 2.560 dan Rp 4.165. Kemudian, hold PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) untuk target Rp 1.330 dan wait and see pada saham PT Timah Tbk (TINS).
Secara teknikal, Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo menyodorkan saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Bayan Resources Tbk (BYAN) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) di sektor energi. Sedangkan untuk sektor barang baku William menjagokan saham MDKA dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan strategi speculative buy.
Baca Juga: UEA Akan Hidupkan Lagi Perjanjian Pembelian Jet Tempur F-35 kalau Donald Trump Menang
Heru menyarankan buy on support MDKA di level Rp 2.250 untuk target harga Rp 2.470 - Rp 2.500. Buy on support juga untuk ANTM di area Rp 1.515 untuk target harga Rp 1.650 - Rp 1.690. Selain itu, Heru menyarankan wait and see pada saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Indika Energy Tbk (INDY).