kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Cerita Bakrie kenyang bergelut dengan krisis


Rabu, 28 September 2016 / 17:08 WIB
Cerita Bakrie kenyang bergelut dengan krisis


Reporter: Emir Yanwardhana, Narita Indrastiti | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Menjaga agar kapal tak tenggelam saat badai tentu bukan perkara yang mudah. Ini pula yang menjadi tantangan Grup Bakrie hingga kini. Dalam perjalanan bisnisnya selama hampir 75 tahun, Grup Bakrie sudah mengalami jatuh bangun saat menghadapi berbagai gelombang krisis.

Mendiang Achmad Bakrie adalah pendiri kelompok usaha Grup Bakrie. Pada Februari 1942, tiga tahun sebelum Indonesia merdeka, Achmad Bakrie bersama kakak kandungnya, yakni Abu Yamin, mendirikan firma Bakrie & Brothers General Merchant and Commision Agent. Perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan umum hasil bumi, seperti kopi, lada, cengkeh dan sebagainya. 

Satu dekade berselang, perusahaan ini berubah menjadi NV Bakrie & Brothers. Perusahaan ini  juga mulai merintis hubungan dagang dengan Eropa. Gurita bisnis makin meluas dan Bakrie bersaudara menjajal bisnis manufaktur.

Hingga era 1980-an, Grup Bakrie makin mantap berbisnis pipa baja, logam dan konstruksi. Pada 1982-1991, Bakrie & Brothers melepas sahamnya ke publik dan tercatat sebagai salah satu emiten pioner di bursa dengan kode BNBR. "Bisa dibilang, kami adalah pionir di bidang pipa baja dan manufaktur," ujar Bobby Gafur Umar, Direktur Utama Bakrie & Brothers.

Setelah itu, Grup Bakrie terus melepas saham beberapa anak usahanya ke bursa saham. Pada era 1990-an, Bakrie merangsek ke sektor pertambangan dan energi. Kejayaan Bakrie bertahan cukup lama. Saham emiten Grup Bakrie menjadi primadona dan diburu investor. 

Bahkan, saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) kondang disebut saham sejuta umat. BUMI juga menjadi perusahaan dengan cadangan batubara terbesar di Asia. Kala itu, BUMI mengakuisisi 80% saham PT Arutmin Indonesia dan 100% kepemilikan PT Kaltim Prima Coal senilai US$ 500 juta. 

Berjibaku dengan krisis

Namun, di tengah  masa kejayaannya, krisis ekonomi tahun  1997-1998 melumpuhkan bisnis Grup Bakrie. Anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS membuat oleh bisnis kelompok usaha ini. "Saat itu, ada utang berbentuk dollar AS terdampak. Pada saat itulah Grup Bakrie masuk dalam era restrukturisasi utang," ungkap Bobby.

Krisis ini pula yang  mengakibatkan keluarga Bakrie kehilangan sebagian besar saham perusahaannya. Bila semula keluarga menguasai 55% saham perusahan, akhirnya tersisa hanya 2,5%. Ini karena keluarga Bakrie harus menjual mayoritas saham untuk membayar utang yang membengkak. Terjadi capital outflow besar-besaran dan membuat saham emiten Bakrie amblas. 

Setelah krisis moneter mereda, Grup Bakrie perlahan mulai bangkit. Cuma, beban utang belum sepenuhnya beres. Tiba-tiba, krisis terjadi lagi pada 2008. Memang tak sehebat 1974 atau 1998, tetapi krisis ini cukup memukul kembali bisnis kelompok usaha Bakrie.  

Sampai kini, Grup Bakrie bahkan masih berupaya keluar dari badai krisis akibat utang yang membengkak dan menyebabkan defisiensi modal. Pengurangan utang dilakukan dengan berbagai cara, seperti menukar utang dengan saham ataupun menjual aset. "Kami di Bakrie Group memegang teguh keyakinan tidak ada yang boleh putus asa. Selalu ada jalan keluar, kalau kita punya kemauan dan usaha. Jalan itu kita sudah lihat," ujar Bobby. 

Meski masih dalam masa restrukturisasi utang, Bobby mengatakan kegiatan operasional dan ekspansi perusahaan tersebut masih terus berjalan. "Karena yang terkena dampak hanya yang di grup level atas," ujar Bobby menjelaskan. 

Belajar dari masa-masa sulit tersebut, kini Grup Bakrie mengaku lebih berhati-hati soal pembiayaan utang. Perseroan ini akan fokus pada pengembangan bisnis infrastruktur seperti jalan tol dan manufaktur seperti pipa gas. 

Apalagi, bisnis infrastruktur juga menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Selain itu, lini bisnis non komoditas juga akan diperbesar, agar perusahaan ini lebih tahan banting menghadapi tantangan global di masa mendatang.              

Regenerasi bisnis

Grup Bakrie adalah satu dari segelintir grup usaha  Indonesia yang mampu bertahan menembus zaman. Dibangun Achmad Bakrie, kini lebih dari tujuh dekade Grup Bakrie tetap eksis di dunia bisnis hingga ke generasi ketiga. Salah satu  kuncinya adalah kemampuan setiap generasinya bermetamorfosis dan beradaptasi dengan perkembangan bisnis.

Bobby Gafur Umar, Direktur Utama PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR, melihat, pendiri grup ini, Achmad Bakrie, lebih condong kepada bisnis perdagangan dan industri. 

Akhir 1980-an, tongkat estafeta Grup Bakrie berpindah ke generasi kedua yang digawangi empat bersaudara: Aburizal Bakrie, Roosmania Kusmulyono, Nirwan Dermawan Bakrie dan Indra Usmansyah Bakrie. Mereka melakukan terobosan sebagai industrialis dan mulai merambah ke keuangan. 

Misalnya, Bakrie & Brothers, perusahaan tertua Grup Bakrie, masuk bursa saham pada tahun 1986. "Saat itu bisnis berkembang pesat. Mereka sadar butuh manajemen profesional. Sehingga  masuklah Pak Tanri Abeng mengelola Bakrie & Brothers pada tahun 1991," tutur Bobby.

Sosok Tanri Abeng berperan besar  mempertajam fokus bisnis Grup Bakrie. Kala itu Tanri merestrukturisasi bisnis sejumlah anak usaha Grup Bakrie, sehingga berfokus pada tiga industri utama. Yaitu manufaktur, telekomunikasi dan perkebunan. Selain itu masih ada bisnis investasi dan aliansi strategis di bidang pertambangan dan konstruksi.

Nah, generasi ketiga keluarga Bakrie menghadapi tantangan baru, yakni tren bisnis digital dan ketatnya persaingan. Itu sebabnya, kata Bobby, generasi baru ini dituntut mampu melakukan terobosan baru. "Kami harus membenahi produk serta mengikuti teknologi maju. Jangan sampai kalah dengan produk asing," kata Bobby.

Salah satu upayanya adalah  melalui diversifikasi produk. Mulai dari produk manufaktur seperti komponen otomotif, bahan bangunan hingga produk baja. Saat bersamaan, pengembangan bisnis digital juga diperkuat. 

Bobby menandaskan, profesionalisme jadi basis manajemen grup ini.  Kini, sejumlah posisi kunci dipegang oleh mereka berusia antara 30 tahun-45 tahun dan berasal dari kalangan profesional. Mereka bahu-membahu dengan generasi ketiga keluarga Bakrie.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×