Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) tetap dipandang menarik, meski adanya potensi pelemahan harga batubara di tahun 2024. Produksi jumbo dan valuasi saham murah menjadi daya tarik bagi emiten batubara milik konglomerat Garibaldi Thohir tersebut.
Head of Investment Nawasena Abhipraya Investama, Kiswoyo melihat bahwa saat ini ADRO cukup menarik. Hal itu karena Adaro energy merupakan perusahaan batubara dengan produksi besar dan telah memperhatikan aspek lingkungan.
ADRO juga menarik karena memiliki valuasi murah dengan Price Book to Value (PBV) di bawah 1 kali. Selain itu, ADRO masih royal membagikan dividen yang tercermin dari penguatan harga saham di awal tahun 2024 ini.
Hanya saja, potensi pelemahan harga batubara kemungkinan akan membebani kinerja pendapatan dan laba bersih ADRO di tahun 2024. Harga batubara diperkirakan masih sulit naik tinggi karena permintaan tidak bisa mengimbangi kelebihan pasokan.
Kiswoyo menjelaskan, pergerakan harga batubara akan mengikuti harga komoditas energi lainnya yaitu minyak dan gas (migas). Jika harga kedua komoditas tersebut bergerak naik, maka harga batubara bakal ikut terkerek naik, begitu juga sebaliknya.
Baca Juga: Simak Jurus Adaro Energy (ADRO) Genjot Penjualan Batubara 67 Juta Ton di Tahun 2024
Harga minyak mentah sendiri sebenarnya telah mendapat dukungan dari Arab Saudi dan Rusia sebagai produsen terbesar yang mengurangi produksi minyak mereka. Namun, pertumbuhan ekonomi yang belum pasti masih menghambat kenaikan harga minyak, gas serta batubara seiring belum lancarnya aktivitas manufaktur usai diterpa covid-19.
“Harusnya tahun ini tahun normalisasi, level terendahnya harga batubara terjadi di tahun ini. Namun tahun depan harusnya sudah tidak rendah lagi,” ujar Kiswoyo kepada Kontan.co.id, Senin (25/3).
Analis BRI Danareksa Sekuritas Erindra Krisnawan turut mengantisipasi kinerja ADRO yang masih lesu di tahun 2024 karena prospek harga batubara tidak cukup bagus. Laba ADRO diperkirakan masih tetap terkontraksi di tengah kondisi kelebihan pasokan (oversupply).
BRI Danareksa Sekuritas memproyeksi pendapatan ADRO sebesar US$ 6.27 miliar dengan potensi laba bersih sebesar US$1.16 miliar di tahun 2024. Sementara produksi dan volume penjualan batubara ADRO diperkirakan sebesar 68.8 juta ton dengan asumsi harga jual sebesar US$ 84.1 per ton.
Adapun di sepanjang tahun 2023 lalu, ADRO membukukan laba bersih sebesar US$ 1,64 miliar atau terpantau turun 34% year on year (yoy). Sementara, laba operasional tahun 2023 turun sekitar 29% yoy menjadi sebesar US$ 2,19 miliar.
Kontraksi pada laba bersih ADRO tersebut sejalan dengan turunnya pendapatan. ADRO membukukan pendapatan US$ 6,51 miliar di sepanjang 2023, turun 20% dari pendapatan di tahun sebelumnya yang mencapai US$ 8,10 miliar.
Sementara itu, harga jual rata-rata alias Average Selling Price (ASP) batubara ADRO terpantau menurun di sepanjang tahun lalu. ASP batubara Adaro Energy turun sekitar 26% yoy menjadi US$96 per ton.
Di sisi lain, Erindra menyebutkan bahwa ADRO menargetkan volume penjualan sebesar 65-67 juta ton yang menyiratkan -2% hingga 2% yoy di tahun 2024. Dimana, pertumbuhan volume penjualan akan didorong oleh batubara kokas, sementara volume penjualan batubara termal bakal datar.
Menurut Erindra, target manajemen ADRO tersebut mencerminkan kombinasi dari prospek konservatif untuk harga batubara termal di tengah pertumbuhan ekspor Indonesia yang kuat.
Selain itu, adanya kepercayaan yang lebih baik terhadap batubara kokas dan logistik batubara kokas Adaro Minerals (ADMR), menyusul volume penjualan yang solid sebesar 4,5 juta ton yang bertumbuh 52%YoY di tahun lalu dan lebih tinggi 5% dari target awal.
“Kami tetap memperkirakan laba ADRO pada 2024-2026 bakal berkontraksi yang mencerminkan normalisasi harga batubara termal di tengah pertumbuhan pasokan yang lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan,” tulis Erindra dalam riset 4 Maret 2024.
Walaupun demikian, Erindra berpendapat, operasi berbiaya rendah dan cadangan yang melimpah akan mampu menopang perolehan Free Cash Flow (FCF) ADRO yang kuat, disertai pembagian dividen untuk investor jangka panjang. Meskipun kinerja terdampak siklus koreksi harga batubara saat ini.
Kiswoyo menambahkan, produksi batubara yang ditingkatkan menjadi 67 juta ton di tahun 2024 juga bakal menyokong pendapatan ADRO di tahun 2024. Sehingga, bertambahnya pendapatan diharapkan bisa mengimbangi potensi penurunan harga jual batubara.
“Target produksi ADRO tersebut mudah saja tercapai karena ADRO merupakan salah satu perusahaan batubara terbesar di Indonesia. Terlebih, ADRO memiliki proyek pembangkit listrik sendiri. Namun yang perlu diperhatikan adalah kesediaan target pasar dari produksi tersebut,” imbuh Kiswoyo.
Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) Genjot Penjualan 67 Juta Ton Batubara Tahun Ini
Analis Ciptadana Sekuritas Thomas Radityo sepakat bahwa ADRO masih menarik, walaupun prospek harga jual batubara bakal tetap rendah di tahun 2024. Hal itu karena Adaro memiliki umur cadangan yang cukup, portofolio yang beragam, sistem penambangan yang terintegrasi dan potensi yield dividen menarik sebesar 13,6% di tahun 2024.
Manajemen ADRO menargetkan volume produksi batubara di tahun 2024 sekitar 65-67 juta ton. Campuran produksi terdiri dari 61-62 juta ton batubara termal dan sekitar 4,9-5,4 juta ton batubara metalurgi dari Adaro Minerals.
Selain itu, ADRO telah memberikan panduan nisbah kupas tahunan yang datar untuk 2024 sebesar 4,3x. Dengan asumsi ini, pedoman operasional ADRO selaras dengan perkiraan operasional dari analisis Ciptadana Sekuritas.
“Kami memilih ADRO sebagai pilihan utama di sektor batubara,” ungkap Thomas dalam riset 4 Maret 2024.
Thomas mempertahankan rekomendasi Beli untuk ADRO, namun merevisi sedikit lebih rendah target harga saham menjadi Rp3.000 per saham. Proyeksi ini berasal dari valuasi Price Earning (PE) yang lebih rendah yaitu 6,8x dari sebelumnya 8,0x karena prospek batubara yang diperkirakan lebih lemah.
Risiko dari rekomendasi tersebut adalah volatilitas harga batubara termal dan batubara metalurgi, perubahan kebijakan pemerintah yang mengakibatkan tarif pajak dan royalti lebih tinggi, serta tertundanya proyek aluminium milik ADRO.
Kalau Erindra mempertahankan rekomendasi beli untuk ADRO dengan target harga sedikit lebih tinggi yaitu Rp 2.850 per saham. Risiko yang perlu diperhatikan dari rekomendasi ini adalah melemahnya harga batubara dan penurunan produksi.
Sementara, Kiswoyo menyarankan beli untuk ADRO dengan target harga sebesar Rp 3.500 per saham. Target harga saham ADRO diperkirakan bakal tercapai seiring dengan potensi naiknya harga komoditas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News