CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Capex INCO tahun ini turun jadi US$ 100 juta


Rabu, 07 Mei 2014 / 17:22 WIB
Capex INCO tahun ini turun jadi US$ 100 juta
ILUSTRASI. Anak remaja stres


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Produsen nikel, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) hanya fokus mendongkrak produksi lantaran proses renegosiasi kontrak dengan pemerintah belum juga rampung.

Untuk mendukung itu, anak usaha Vale Canada itu hanya menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) senilai US$ 100 juta di tahun 2014.

Jumlah itu lebih rendah dari anggaran capex INCO tahun lalu yang senilai US$ 216 juta. "Karena kita masih menunggu renegosiasi, kami hanya melakukan ekspansi untuk yang sudah direncanakan sebelumnya, yaitu peningkatan produksi," kata Nico Kanter, Presiden Direktur INCO selepas paparan publik, di Jakarta, Rabu (7/5).

Di tahun ini, INCO membidik produksi nikel sebanyak 79.600 ton, naik 5% dibandingkan realisasi produksi 2013 yang tercatat 75.802 ton. Hingga kuartal I 2014, INCO sudah berhasil memproduksi nikel sebanyak 19.604 ton, naik 6% year-on-year (yoy).

Peningkatan produksi didukung pula oleh kenaikan harga jual nikel dalam beberapa waktu terakhir. Pada Selasa (6/5) kemarin misalnya, harga nikel di Bursa Metal London (LME) menyentuh level US$ 18.270 per ton, atau naik 31,44% dibandingkan posisi akhir tahun.

Nico bilang, tren kenaikan harga nikel ini diharapkan bakal berlanjut seiring keputusan pemerintah Indonesia melarang ekspor bijih nikel mulai bulan Januari lalu. Tak hanya itu, situasi di Ukraina dan Rusia juga turut berpengaruh pada kenaikan harga nikel.

"Kami berharap kebijakan ini (pelarangan ekspor bijih nikel) konsisten diterapkan sehingga tren harga akan terus positif," terang Nico. Selain faktor produksi dan harga, INCO juga melakukan efisiensi terutama dalam hal bahan bakar untuk meraih tingkat profitabilitas yang lebih tinggi.

INCO sudah mulai menuai hasil dari strategi efisiensi yang dilakukan. Di kuartal I 2014, beban pokok pendapatan INCO turun 17% menjadi US$ 9.022 per ton dari posisi periode sama 2013 yang senilai US$ 10.806 per ton.

Namun, dengan harga jual nikel yang masih US$ 10.972 per ton di kuartal I 2014, performa laba INCO jauh dari memuaskan. Laba sebelum bunga, pajak dan beban penyusutan (EBITDA) di Januari-Maret lalu turun 33% yoy menjadi US$ 49,3 juta.

Bahkan, laba bersih INCO turun lebih dalam, yakni 43% yoy menjadi US$ 18 juta di kuartal I 2014. Untungnya, jika dibandingkan dengan kuartal IV 2013, performa keuangan INCO di tiga bulan awal tahun ini sudah jauh lebih baik.

Perolehan EBITDA INCO misalnya sudah tumbuh 21% quarter-on-quarter (qoq). Pada penutupan perdagangan Rabu (7/5), harga INCO ditutup menguat 6,94% ke level Rp 3.930 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×