Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) menerapkan aturan baru fraksi harga dan jumlah saham per lot, awal bulan ini. Dampak dari aturan tersebut ternyata tidak membuat perdagangan kian ramai. Pelaku pasar cenderung menunggu kenaikan harga lebih tinggi agar bisa meraih untung.
Setelah beleid baru fraksi harga berlaku, investor harus berusaha lebih keras untuk memperoleh cuan di pasar saham. Sanusi, misalnya, salah satu pelaku pasar yang kerap bertransaksi harian (trading), mengeluhkan, dengan fraksi harga baru, sulit bagi dirinya untuk mengail untung dari trading saham.
Sanusi bilang, aturan tersebut malah mengetatkan kemampuan investor untuk meraih keuntungan. "Butuh beberapa tick agar investor tak merugi," ujar dia.
Maklum, BEI memperlebar rentang fraksi harga tiap kelompoknya. Sementara, sekuritas tidak menurunkan biaya transaksi. Akibatnya, pelaku pasar cenderung memilih menunggu sampai mendapat keuntungan dan tidak merugi. "Supaya untung, jumlah tick yang naik harus lebih besar," ujar dia.
Jika dulu dengan fraksi di harga beli Rp 199, Sanusi sudah bisa menjual di Rp 200 dan mendapat untung. Namun sekarang, ia harus menunggu dua kali tick untuk meraih untung.
Ia berpendapat, ketentuan fraksi baru justru memiliki risiko lebih besar bagi para trader. Investor yang merasa hanya dapat untung kecil, lantas akan memilih untuk tak bertransaksi. Ini dikarenakan rentang fraksi yang ada saat ini terlalu panjang.
Presiden Direktur Valbury Asia Securities, Johanes Soetikno melihat, beleid fraksi harga dan lot saham itu tak terlalu berpengaruh bagi investor jangka menengah dan panjang. Namun bagi para pelaku perdagangan harian, tentunya mereka akan kesulitan meraih cuan besar. "Karena pergerakan sahamnya menjadi lebih kecil," ujar dia.
Tak hanya fraksi harga, Sanusi pun merasa, aturan lot bermasalah secara psikologis. Ia mencontohkan, dulu ia bertransaksi saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) bid dan offer sekitar 50.000-100.000 saham. Namun sekarang dengan aturan lot baru, bid dan offer itu masih saja seperti saat adanya aturan lama. Padahal, dengan aturan lot lima kali lebih kecil, bid offer harusnya 250.000-500.000 saham. Dengan kata lain volume transaksi saham tidak naik.
Johanes bilang, volume perdagangan saham memang menurun. Jika ingin menjual dalam jumlah saham yang lebih besar sulit karena volumenya tak tersedia. "Maka investor cenderung menunggu," ucap dia.
Presiden Direktur AAA Sekuritas, Andri Rukminto menilai, sepinya perdagangan hanya terjadi di awal beleid ini berlaku. Di pekan pertama Januari, transaksi perdagangan memang cuma Rp 3 triliun. Tapi, perlahan meningkat menjadi Rp 4,5 triliun-Rp 5 triliun. Sanusi melihat, target rata-rata transaksi harian tahun ini Rp 7 triliun akan sulit tercapai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News