Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menjadwalkan peluncuran Bursa Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah di pekan ini. Lantas, sejauh mana kehadiran Bursa CPO berdampak pada industri kelapa sawit tanah air?
Pengamat Mata uang dan Komoditas Lukman Leong menilai, Bursa CPO Indonesia seharusnya bisa jauh lebih besar daripada Malaysia, mengingat posisi Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia. Kehadiran Bursa CPO Indonesia seharusnya juga berpotensi menjadi harga referensi bagi CPO dunia.
Adapun data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mencatat bahwa Indonesia menempati urutan pertama dengan jumlah produksi CPO mencapai 45,5 juta metrik ton pada tahun 2022. Angka itu jauh melampaui hasil produksi Malaysia dan Thailand yang memproduksi CPO masing-masing sebesar 18,8 juta metrik ton dan 3,26 juta metrik ton pada tahun lalu.
Berdasarkan data Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), selama tahun 2022 Indonesia mencatatkan total produksi minyak sawit mentah atau CPO sebesar 46,73 juta ton. Produksi minyak sawit Indonesia tahun lalu terpantau sedikit lebih rendah sekitar 0,34% dibandingkan tahun 2021 yang sebanyak 46,8 juta ton.
Baca Juga: ICDX Catatkan Pertumbuhan Transaksi Multilateral Capai 67% hingga Kuartal III
Menurut Lukman, kehadiran Bursa CPO akan berdampak positif bagi pengekspor minyak sawit mentah tersebut. Para eksportir bisa melakukan hedging produk mereka di kala harga bagus tanpa perlu memaksa ekspor ke luar negeri.
“Alhasil, berdampak pada harga CPO bisa lebih stabil dan tinggi,” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (10/10).
Sementara itu, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memandang bahwa kehadiran Bursa CPO nampaknya lebih diperuntukkan mengatur aktivitas ekspor. Fungsi Bursa CPO nantinya untuk membantu transparansi realisasi perdagangan minyak sawit Indonesia.
Selama ini memang banyak pengusaha CPO yang melakukan ekspor secara ilegal kemudian tidak membayar pajak dan merugikan negara. Dengan adanya bursa CPO, maka transaksi ilegal komoditas ekspor seperti minyak sawit mentah bakal ketahuan.
“Jadi kehadiran bursa CPO untuk mengamankan pajak,” kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Selasa (10/10).
Oleh karena itu, menurut Ibrahim, Bursa CPO Indonesia bukan untuk menjadi tandingan Bursa CPO negara lainnya meski memiliki cadangan sawit besar. Bursa CPO Indonesia juga dinilai sulit untuk bisa menjadi harga referensi dunia yang mungkin baru bisa terbentuk dalam 10 hingga 15 tahun.
Baca Juga: Perang Israel Dorong Harga Komoditas Energi, Cek Rekomendasi Saham Migas dan Batubara
Ibrahim menjelaskan, tantangan bagi Indonesia untuk menjadi referensi acuan harga CPO dunia ialah selisih waktu yang singkat apabila Indonesia masuk ke dalam transaksi multilateral Malaysia. Kasus ini berbeda antara Bursa Malaysia dan Bursa Belanda yang memiliki jarak waktu lebih lama agar perdagangan bisa terus berlangsung.
Sebelumnya, Sekretaris Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Olvy Andrianita telah mengkonfirmasi bahwa peluncuran bursa CPO akan dilangsungkan pekan ini. Peluncuran tersebut rencananya juga bakal disertai pelatihan bertransaksi di bursa.
“Betul, launching (peluncuran) Bursa CPO akan dilakukan pada 13 Oktober 2023,” ungkap Olvy saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (10/10).
Olvy bilang, Bapppebti dan Kemendag terus mendorong agar pelaku usaha CPO dapat bertransaksi di Bursa Berjangka Indonesia. Meskipun Bappebti tidak mengharuskan perusahaan masuk bursa CPO alias bersifat voluntary sesuai ketentuan Perba No 7 Tahun 2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News