Sumber: CNBC,Reuters | Editor: Sanny Cicilia
TOKYO. Bursa Asia dibuka dengan pelemahan Rabu pagi (17/5). Pelemahan dollar Amerika Serikat mendorong yen, dan membuat lesu bursa Tokyo. Sementara itu, bursa Amerika Serikat (AS) semalam cenderung turun diwarnai kekhawatiran investor dengan fokus langkah ekonomi Presiden AS Donald Trump.
Nikkei di Jepang dibuka dengan penurunan 0,48%, seiring dengan pelemahan dollar/yen ke posisi 112,61 pagi ini. Indeks Kospi di Korea Selatan turun 0,23%, sementara Indeks S&P/ASX 200 di Australia melemah 0,06%.
The Greenback melemah dengan spekulasi risiko politik baru, setelah Presiden AS kemarin bertemu dengan Rusia berbagi informasi rahasia mengenai operasi Islamic State. Penguatan yen menekan bursa Jepang lantaran ekspektasi barang Jepang yang diekspor akan lebih mahal.
Tak hanya terhadap yen, euro juga menyentuh level tertinggi enam bulan terhadap dollar AS. Pasangan EUR/USD ditutup di level 1,1090, berbanding akhir pekan lalu 1,09.
Sementara itu, data pemesanan mesin pabrik di Jepang bulan Maret yang diumumkan pagi ini, meleset dari perkiraan pasar. Kenaikannya di bulan Maret hanya 1,4%, berbanding perkiraan pasar yang disurvei Reuters yaitu 2,1%.
Pemesanan mesin ini, meskipun berfluktuasi, menggambarkan anggaran belanja modal untuk permintaan barang manufaktur dalam enam sampai sembilan bulan mendatang. Data ini menunjukkan, Jepang yang berorientasi ekspor, masih menahan investasi mesin, di tengah ketidakpastian rencana proteksionis perdagangan AS yang bisa mempengaruhi perdagangan global.
Secara keseluruhan, pemesanan mesin Januari-Maret 2017 turun 1,4% terhadap periode Oktober-Desember 2016.
Sementara itu, bursa AS pada perdagangan Selasa juga cenderung melemah, kecuali Indeks Nasdaq yang diuntungkan kenaikan saham-saham teknologi. Dow Jones industrial average turun 2,19 poin atau 0,01% menjadi 20.979,75. Sedangkan Indeks S&P 500 kehilangan 1,65 poin atau 0,07% menjadi 2.400,67. Indeks Nasdaq naik 20,20 poin atau 0,33% menjadi 6.169,87.
Pasar AS mengalami tarik menarik antara produksi manufaktur yang menguat, data penjualan ritel yang masih lemah, sementara investor menunggu Presiden Trump merealisasikan janji reformasi pajaknya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News