kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bunga rendah, emiten berbondong-bondong terbitkan obligasi global


Senin, 17 Februari 2020 / 21:27 WIB
Bunga rendah, emiten berbondong-bondong terbitkan obligasi global
ILUSTRASI. Korporasi mulai berbondong-bondong menerbitkan obligasi global sejak awal tahun.


Reporter: Muhammad Kusuma | Editor: Wahyu T.Rahmawati

Setali tiga uang, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto melihat rendahnya cost of fund atau biaya pendanaan dan yield merupakan kesempatan bagi para emiten untuk menerbitkan obligasi global. “Apalagi 1-2 bulan ini pasar saham cukup tertekan dengan berbagai kasus sehingga instrumen yang relatif aman adalah surat berharga negara (SBN). Dengan investor beralih ke SBN nanti ini akan berimbas juga ke obligasi korporasi,” terang Ramdhan.

Nico juga menambahkan saat ini S&P telah memberikan rating BBB dengan outlook stable terhadap Indonesia. Ini merupakan tolok ukur yang baik. Sebab selain imbal hasil, investor juga mengutamakan tingkat risiko yang terukur.

Baca Juga: Investor Disarankan Menunggu Hingga Gejolak Bursa Mereda

Ramdhan menuturkan, obligasi global pada tahun ini berpotensi memiliki prospek yang lebih baik dari tahun lalu. Sebab minat investor asing terhadap obligasi Indonesia juga masih tinggi.

“Kita lihat, setiap lelang selalu ada rekor, ditambah likuiditas pasar juga masih cukup baik, ini menunjukkan permintaan yang tinggi. Oleh karenanya, obligasi global yang akan diterbitkan punya peluang terserap yang sangat bagus,” papar Ramdhan.

Ke depan, Nico melihat peluang penerbitan global bond oleh emiten-emiten masih akan deras. Mengingat ekonomi global tengah melambat. Salah satu jurus menghadapi perlambatan ekonomi adalah dengan menurunkan suku bunga.

“Negara-negara sedang berlomba memangkas suku bunga, bahkan kabarnya pada bulan ini, rapat dewan gubernur Bank Indonesia akan kembali menurunkan suku bunga 25 bps. Ini akan kembali menurunkan imbal hasil,” kata Nico.

Baca Juga: Instrumen obligasi makin menarik, saham bisa dilirik di semester kedua

Di satu sisi, Nico menambahkan makro ekonomi Indonesia cukup baik dan terus mengalami pertumbuhan. Ditambah tingkat credit default swap (CDS) saat ini berada pada tren terendah. Hal ini mengindikasikan risiko berinvestasi di Indonesia semakin kecil.

“Dengan kondisi tersebut, seharusnya capital inflow Indonesia semakin besar. Semoga saja tidak hanya ke pasar modal, tapi juga ke sektor riil, karena di sanalah ekonomi sesungguhnya,” pungkas Nico.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×