Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - MUARA ENIM. Di tengah menguatnya harga batubara, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) optimistis dapat meraih kinerja keuangan yang lebih tebal hingga tutup tahun ini. Sampai sembilan bulan pertama tahun ini, laba bersih PTBA melesat hingga 176% menjadi Rp 4,77 triliun dari posisi periode yang sama tahun lalu Rp 1,73 triliun.
Pencapaian laba bersih ini didukung oleh pendapatan yang naik 51% secara year on year (yoy) menjadi Rp 19,38 triliun. Periode Januari-September 2020, Bukit Asam mencatat pendapatan Rp 12,85 triliun.
Direktur Utama PTBA, Suryo Eko Hadianto mengatakan, pencapaian kinerja yang apik tersebut masih berlanjut di kuartal akhir tahun ini. Sayangnya, ia masih belum dapat memberikan proyeksi pertumbuhan di kuartal IV-2021.
Yang jelas, realisasi kinerja operasional Bukit Asam masih sesuai dengan target yang ditentukan untuk tahun ini. PTBA sudah merealisasikan produksi batubara sebesar 25,7 juta ton hingga akhir Oktober 2021 dari target sebanyak 30 juta ton batubara.
Baca Juga: Totalindo Eka Persada (TOPS) lakukan topping off proyek 31 Sudirman Suites Makassar
Sementara untuk tahun depan, PTBA memasang target produksi batubara hingga 37 juta ton atau naik 23% dari target tahun ini. Dengan kenaikan produksi yang lebih besar dan harga batubara yang masih tinggi, kinerja keuangan Bukit Asam pada tahun depan masih mampu bertumbuh.
"Yang jelas untuk tahun depan kami harapkan lebih baik dibanding tahun 2021," ungkap Suryo ketika ditemui pada Kamis (18/11).
Pada 2022, ia memandang bahwa prospek bisnis batubara masih menjanjikan. Suryo memperkirakan harga batubara masih bisa stabil di posisi sekarang ini dan tidak akan jatuh terlalu dalam hingga tutup tahun 2022.
Mengutip data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Harga Batubara Acuan (HBA) bulan November mengalami lonjakan sebesar 33% atau US$ 53,38 per ton ke level US$ 215,01 per ton dari bulan Oktober, yaitu US$ 161,63.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang bisa membuat harga batubara terus membara. Pertama, dampak dari pandemi Covid-19 membuat negara-negara yang tadinya sudah enggan menggunakan batubara kembali menggunakan batubara.
Baca Juga: Begini upaya Bukit Asam (PTBA) wujudkan net zero emission pada 2050
"Kedua, produksi China masih terbatas, faktor yang lain karena ada perang dagang antara China dan Amerika Serikat, ditambah memanasnya tensi dagang China dan Australia," paparnya. Selain itu, industri yang berbasis batubara juga masih terus bertumbuh.
Sedangkan dari sisi belanja modal, hingga kuartal III-2021 PTBA baru menyerap 51% dari total alokasi capex 2021 sebesar Rp 3,8 triliun. Suryo bilang, serapan belanja modal pada tahun ini kemungkinan hanya sekitar 60%.