kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bukan bitcoin, inilah aset kripto yang paling menguntungkan pada semester I 2021


Jumat, 02 Juli 2021 / 08:20 WIB
Bukan bitcoin, inilah aset kripto yang paling menguntungkan pada semester I 2021
ILUSTRASI. Bukan bitcoin, inilah aset kripto yang paling menguntungkan pada semester I 2021


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aset kripto atau crypto currency seperti bitcoin, degocoin, ethereum dll menjadi sarana investasi paling menguntungkan sepanjang semester I 2021. Namun bukan bitcoin atau ethereum yang menjadi aset kripto paling menguntungkan.

Sepanjang kuartal II-2021 aset kripto kerap kali diselimuti sentimen negatif dan dibayangi aksi profit taking. Walhasil, harga bitcoin, ethereum, degocoin pun naik tutup. Namun tetap saja kinerja beberapa mata uang kripto masih berhasil mengungguli kelas aset konvensional. 

Berikut kinerja sejumlah aset dengan data dari Bloomberg, Coinmarketcap, dan Logammulia:

Portofolio Return semester I 2021
Bitcoin 19,12%
Obligasi korporasi 4,84%
GBPIDR 4,55%
USDIDR 3,20%
SGDIDR 1,43%
Obligasi negara 0,96%
AUDIDR 0,41%
EURIDR -0,13%
IHSG 0,11%
JPYIDR -3,65%
Emas berjangka -7,43%
Emas spot -7,37%
Emas Antam -14,82% (dibanding harga buyback)

Binance coin misalnya, mata uang berkode BNB ini membukukan imbal hasil hingga 661,62% dalam enam bulan pertama kemarin. CEO Triv.co.id Gabriel Rey mengatakan tingginya kinerja BNB tidak terlepas dari naik pamornya decentralized finance (DeFi). Selain itu, DeFi juga akan selalu memiliki permintaan seiring pengguna aset kripto selalu membutuhkan exchanger dan yield farming dari aset kriptonya. Dus, BNB mempunyai fundamental yang jelas, berbeda dengan altcoin yang pergerakannya lebih dikarenakan spekulasi.

Baca Juga: Binance Coin jadi aset kripto paling unggul sepanjang semester I-2021

Memasuki paruh kedua tahun ini, Gabriel melihat Bitcoin masih berpotensi menjadi kelas aset dengan kinerja paling baik. Menurutnya, publik saat ini tengah menanti keputusan SEC untuk memberikan persetujuan terhadap penggunaan ETF Bitcoin. Ia bilang, SEC seharusnya memberikan pernyataan pada kuartal III-2021 atau paling lambat sebelum akhir tahun ini.

“Sebenarnya keputusan ini hanya masalah waktu saja, SEC sepertinya tidak mungkin menolak, karena ETF Bitcoin sudah mulai digunakan di tetangganya, yakni negara-negara Amerika Selatan dan Kanada,” terang Gabriel kepada Kontan.co.id, Rabu (30/6).

Berikut kinerja aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar dengan sumber data Coinmarketcap:

Aset kripto Return semester I 2021
Bitcoin 19,12%
Ethereum 190,44%
Binance coin 661,62%
Cardano 586,78%

Baca Juga: Reli beruntun empat kuartal terhenti, harga Bitcoin anjlok 40%

Gabriel menyebut, ketika Bitcoin ETF sudah disetujui oleh SEC, maka akan menjadi gerbang untuk masuknya uang dari kelompok perbankan dan asuransi ke bitcoin. Hal ini akan menjadi katalis positif untuk harga Bitcoin, serta aset kripto lainnya yang harganya memang mengekor tren Bitcoin.

Walau begitu, ia melihat prospek BNB justru cenderung tertekan pada sisa akhir tahun ini. Hal ini seiring dengan mulai adanya negara seperti Inggris yang melarang Binance Exchange. Jika negara lain ikut melarang Binance Exchange, tentu akan menjadi sentimen negatif bagi BNB.

“Jadi investor BNB sebaiknya memperhatikan hal ini. Aset kripto yang mungkin punya prospek menarik adalah Ethereum (ETH) seiring semakin dekatnya dengan peluncuran ETH 2.0,” imbuh Gabriel.

Obligasi Korporasi Jawara Instrumen Investasi Konvensional

Sementara untuk instrumen investasi konvensional, obligasi korporasi justru berhasil mencatatkan kinerja paling apik. Mengungguli obligasi negara, mata uang, maupun saham.  Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf mengungkapkan, sepanjang semester I-2021, penerbitan obligasi korporasi relatif tidak banyak. Sementara di satu sisi, likuiditas justru terus tumbuh. Dengan minimnya pasokan, harga dan total return obligasi korporasi pun mengalami kenaikan yang oke di tengah pasar yang justru sedang volatile. 

“Ditambah lagi, obligasi korporasi juga punya rata-rata kupon yang lebih tinggi dibandingkan obligasi negara. Sementara obligasi negara sepanjang semester I-2021 kinerjanya tertekan oleh kenaikan yield US Treasury pada awal tahun silam,” kata Dimas.

Baca Juga: Menjadi Miliarder Uang Kripto Bermodal Uang Kemenangan dari Facebook

Walau begitu, Dimas melihat obligasi negara berpotensi mencatatkan kinerja yang jauh lebih baik dibanding paruh pertama kemarin. Pasalnya, saat ini yield US Treasury sudah jauh lebih stabil dibanding awal tahun. Walau tidak dipungkiri, dalam jangka pendek akan tertekan seiring dengan kenaikan kasus Covid-19 dan adanya pembatasan sosial.

Dimas justru menyebut momen koreksi tersebut jadi momen yang tepat untuk masuk ke pasar SBN karena memang tekanannya tidak akan berlarut-larut. Pada akhir semester I-2021, The Fed justru memberi sinyal akan melakukan normalisasi suku bunga jauh lebih cepat dari perkiraan, sehingga pasar mengekspektasikan terjadinya tapering.

Kendati demikian, Dimas menyebut imbas dari tapering pada pasar obligasi Indonesia cenderung minim. Hal ini lantaran pasar sudah mengekspektasikan hal tersebut seiring dengan komunikasi dari The Fed yang jauh lebih baik dibanding 2013 silam dengan memberikan guidance dan jangka waktu agar pasar bisa bersiap-siap. 

“Di satu sisi, penerbitan obligasi korporasi juga akan semakin semarak pada semester II-2021 sehingga supply akan meningkat. Oleh karena itu, ada potensi obligasi negara akan mengejar ketertinggalan dari obligasi korporasi,” imbuh Dimas.

Baca Juga: Pengelolaan investasi ala Bank DBS Indonesia di kuartal III tahun ini

Poundsterling Mata Uang Paling Oke

Mata uang poundsterling rupanya berhasil menjadi mata uang utama dengan kinerja paling baik sepanjang semester I-2021. Tercatat, pasangan GBP/IDR berhasil menguat 4,55%, mengungguli USD/IDR yang tumbuh 3,2% maupun SGD/IDR yang tumbuh 1,43%.

Sementara pasangan mata uang EUR/IDR justru terkoreksi 0,13%. Sedangkan JPY/IDR justru melemah hingga 3,65% sepanjang semester I-2021. 

Analis Monex Investindo Futures Faisyal menjelaskan, penguatan mata uang poundsterling tidak terlepas dari meredanya sentimen brexit pada awal tahun silam. Selain itu, Inggris juga menjadi salah satu negara yang punya program vaksinasi paling masif dan tercepat sehingga proses pemulihan ekonominya bisa berjalan lebih cepat.

Di satu sisi, mata uang yen menjadi yang paling terpuruk lantaran Jepang yang masih terus dihantam krisis Covid-19. Upaya vaksinasi yang lambat pun tidak banyak membantu fundamental yen. Ditambah lagi, mata uang safe haven pilihan investor saat ini adalah dolar Amerika Serikat (AS), bukan yen.

Baca Juga: IHSG menguat ke 6.005 pada Kamis (1/7), saham konsumsi top gainers LQ45

Lantas seperti apa dinamika pergerakan mata uang utama pada paruh kedua tahun ini? Faisyal memperkirakan justru dolar AS akan jauh lebih unggul dari sisi kinerja dibanding poundsterling.

“Inggris saat ini tengah dihantam oleh merebaknya Covid-19 varian Delta yang berpotensi menghambat pemulihan aktivitas ekonomi. Sementara dolar AS justru sedang di atas angin seiring mulai munculnya pernyataan hawkish dari para pejabat The Fed,” jelas Faisyal 

Selain itu, Faisyal juga bilang upaya vaksinasi AS juga merupakan salah satu yang termasif seperti Inggris. Oleh karena itu, hal ini juga menjadi sentimen positif untuk dolar AS ke depan seiring dengan potensi pemulihan ekonomi AS. 

Ditambah lagi, varian delta yang tengah menjadi sentimen negatif bagi poundsterling justru dinilai Faisyal berpotensi menjadi katalis positif untuk dolar AS. Hal ini lantaran di tengah ketidakpastian dan kekhawatiran investor, maka dolar AS sebagai safe haven yang likuid akan menjadi incaran.

Baca Juga: Kurs rupiah Jisdor menguat ke Rp 14.539 per dolar AS pada Kamis (1/7)

Terpuruknya Saham dan Emas

IHSG belum mampu bangkit sepanjang enam bulan pertama tahun ini di mana hanya mencatatkan pertumbuhan 0,11%. Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi menjelaskan, faktor dari ekonomi global yakni bahwa tahun depan kemungkinan the Fed akan memangkas pembelian aset AS dan kenaikan suku bunga AS masih membebani kinerja saham.

“Ditambah lagi, tak kunjung usainya penyebaran Covid-19 ini membuat Indonesia harus kembali menerapkan pembatasan sosial yang ketat. Dampaknya, pemulihan ekonomi pun kembali terganggu sehingga membuat saham-saham pun lagging,” terang Reza,

Ke depan, perkembangan pasar saham masih akan ditentukan oleh seberapa cepatnya pemerintah mampu menangani penyebaran Covid-19 varian Delta. Jika PPKM darurat ternyata diberlakukan terlalu lama, tentunya akan menghambat pertumbuhan ekonomi di akhir kuartal II hingga kuartal III-2021.

Oleh karena itu, Reza menilai, pemerintah bisa mengatasi penyebaran Covid-19 dengan efisien dan tidak berlarut-larut. Selain itu, upaya vaksinasi yang semakin digenjot juga diharapkan bisa membantu mempercepat pemulihan aktivitas ekonomi ke depan. Untuk akhir tahun ini, ia memperkirakan IHSG akan berada di area 5.500.

Baca Juga: Ada PPKM mikro darurat, saham-saham ini perlu diwaspadai

Sementara nasib emas dinilai Faisyal akan bergantung pada seperti apa laju vaksinasi global. Jika vaksinasi berhasil, tentu harga emas akan kembali berada dalam tren koreksi seiring. Namun, saat ini penyebaran Covid-19 varian Delta juga patut diperhatikan, apakah vaksin berhasil menghadang penyebaran varian yang satu ini.

“Jika ternyata tidak berhasil dan kasus Covid-19 melonjak tajam, tentu emas sebagai save haven akan kembali menjadi incaran. Otomatis harganya bisa mengalami penguatan,” tutur Faisyal

Faisyal memperkirakan emas akan bergerak pada rentang US$ 1.650 per ons troi-US$ 1900 per ons troi sepanjang sisa tahun ini.

Selanjutnya: Formula 1 kantongi US$ 100 juta dari sponsor perusahaan kripto

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×