Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Bank BRI Syariah Tbk merencanakan berbagai ekspansi. Bank syariah ini berniat menambah penyaluran pembiayaan dan menempatkan perusahaan dalam kategori bank Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) 3.
Dalam penawaran saham perdana atawa initial public offering (IPO), anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) ini memperoleh dana segar mencapai Rp 1,34 triliun. Direktur Utama BRI Syariah Moch. Hadi Santoso mengatakan, dana segar yang diperoleh dari IPO ini bakal digunakan sebagai modal ekspansi perbankan yang memiliki kode emiten BRIS ini.
Hadi menjabarkan, sekitar 80% dana hasil IPO dialokasikan untuk meningkatkan penyaluran pembiayaan. Ia berharap penyaluran pembiayaan BRIS bisa tumbuh sekitar 15%–17% di tahun ini.
Untuk jangka pendek, Hadi bilang, BRIS fokus menyalurkan pembiayaan pada segmen komersial dan turunannya. Hal ini dilakukan untuk mengangkat financing to deposit ratio (FDR). Sementara, di saat bersamaan dan untuk jangka panjang, BRI Syariah juga fokus pada segmen consumer banking.
Di tengah ekspansi gencar menyalurkan pembiayaan, BRIS juga akan melakukan pemetaan untuk menurunkan non performing financing (NPF). Salah satunya dengan meningkatkan pencadangan. "Kami sudah membentuk cadangan yang cukup, perusahaan juga telah membentuk badan bernama special asset management," ujar Hadi, beberapa waktu lalu.
Sekedar informasi, BRIS berhasil mencatatkan penurunan NPF pada tiga bulan pertama tahun ini. Indriati Tri Handayani, Sekretaris Perusahaan BRI Syariah, menjelaskan, NPF BRIS di kuartal I 2018 telah mencapai 4,10%. Angka tersebut lebih rendah dari NPF di akhir tahun 2017 yang mencapai 4,71%.
Selanjutnya, sisa dana hasil penawaran saham perdana yang sekitar 12,5%, rencananya dialokasikan untuk mengembangkan sistem teknologi informasi. "Pengembangan jaringan diutamakan untuk kolaborasi dengan induk Bank BRI," jelas Wildan, Direktur Bank BRI Syariah.
Sebelumnya, BRI Syariah telah mengembangkan layanan BRIS Online sebagai layanan one stop digital service. Aplikasi BRIS Online ini memungkinkan nasabah BRI Syariah melakukan transfer dan pembayaran berbagai tagihan.
Nasabah juga bisa melakukan pembelian maupun pembayaran tiket, top up pulsa, token listrik, Go-Pay dan Tokopedia.
Hadi menuturkan, manajemen BRIS menilai pengembangan TI perlu terus dilakukan untuk memberi layanan yang berkualitas kepada nasabah di masa depan.
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan, kini aplikasi BRIS Online telah digunakan sekitar 300.000 nasabah. "Kami ingin memiliki penerapan TI terbaik untuk bisa melihat kebutuhan di lima tahun ke depan, itulah kenapa dana IPO juga kami pakai untuk pengembangan TI," jelas dia.
Selanjutnya, 7,5% dana IPO digunakan untuk pengembangan jaringan kantor cabang dari Sabang hingga Merauke. Haru mengatakan, pengembangan jaringan ini bakal dilakukan dengan skema sinergi bersama induk usaha BRIS.
BBRI, yang merupakan induk BRI Syariah, juga siap membuka outlet konvensionalnya sebagai kantor layanan syariah. "Ini bentuk dari sinergi, bisa diterapkan di mana pun dibutuhkan. Tidak harus semua kantor cabang BRI Syariah berdiri sendiri," ujar Haru.
Ia pun yakin BRIS bisa masuk BUKU III di akhir tahun 2018 atau Januari 2019 mendatang. Apalagi modal yang dibutuhkan untuk mencapai BUKU III sebentar lagi terkumpul. Buat mengingatkan, untuk masuk BUKU III, BRIS butuh dana Rp 5 triliun.
Saat ini, pengumpulan modal BRIS dari kegiatan organik dan dana hasil IPO mencapai Rp 4,8 triliun. Sisa Rp 200 juta akan didapatkan dari akumulasi laba yang ditahan selama tahun ini. "Jadi bukan sesuatu yang sulit untuk bisa ke BUKU III, karena dari laba yang dihasilkan di 2018 bisa mencukupi," kata Haru.
Selain untuk memperkuat modal perusahaan, dana IPO juga digunakan untuk mempraktikkan good corporate governance (GCG) sebagai upaya meningkatkan manajemen risiko. "Kami telah berhijrah menjadi perusahaan publik, maka GCG harus dijalankan secara konsisten agar dapat membawa berkah dan menjaga amanah," kata Hadi.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi perbankan syariah terhadap perbankan nasional dari sisi aset hanya 5,74% per Desember 2017. Ini menunjukkan besarnya potensi industri perbankan syariah di Indonesia untuk berkembang di tahun-tahun mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News