Reporter: Inggit Yulis Tarigan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. BRI Danareksa Sekuritas memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa menembus level 7.300 di akhir tahun 2025.
Target ini direvisi turun dari proyeksi awal tahun yang sempat berada di kisaran 7.800, seiring dengan dinamika global dan ekonomi domestik yang menekan pasar saham.
Head of Equity Research BRI Danareksa Sekuritas, Erindra Krisnawan menjelaskan bahwa revisi tersebut dilakukan sekitar bulan Maret atau April tahun ini.
“Kami tetap optimis IHSG bisa mencapai 7.300, dengan catatan bahwa belanja pemerintah (governance spending) benar-benar berjalan,” ujar Erindra saat ditemui usai Grand Launching Fitur Brights Rekomendasi Saham & SmartInvest di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (3/7).
Baca Juga: IHSG Rawan Terkoreksi Pada Perdagangan Senin (7/7)
Ia memperkirakan pergerakan IHSG masih akan bersifat wait and see hingga akhir Juli, seiring dengan penantian pasar terhadap rilis laporan keuangan kuartal II. Apalagi, data industri dalam beberapa waktu terakhir dinilai masih menunjukkan tren negatif.
"Kalau nanti datanya mulai menunjukkan perbaikan, bahkan meski masih negatif tapi penurunannya melandai, itu bisa menjadi katalis positif untuk IHSG,” tambahnya.
Lebih lanjut, faktor eksternal seperti tren suku bunga global, pergerakan nilai tukar rupiah, hingga sentimen geopolitik disebut akan turut memengaruhi arah pasar ke depan.
Memasuki semester II tahun ini, BRIDS juga melakukan penyesuaian dalam strategi pemilihan sektor-sektor saham unggulan. Erindra mengungkapkan bahwa sektor-sektor yang direkomendasikan pada semester II cukup berbeda dibanding semester sebelumnya.
“Cukup berbeda ya. Di semester I mungkin yang sama itu hanya consumer. Tapi sekarang kami sudah mulai lebih positif terhadap sektor telekomunikasi juga,” ujarnya.
Baca Juga: IHSG Melemah 0,47% dalam Sepekan, Ini Sentimen yang Menyeretnya
Sektor consumer goods masih menjadi pilihan utama, terutama bila rupiah stabil atau menguat. Hal ini penting karena banyak emiten consumer masih mengandalkan bahan baku berbasis dolar.
“Dengan rupiah yang kuat, tekanan terhadap margin akan berkurang, dan daya beli masyarakat pun bisa meningkat,” jelas Erindra.
Selain itu, sektor telekomunikasi mulai menarik perhatian seiring adanya tanda-tanda perbaikan harga paket data, setelah sebelumnya tertekan oleh perang harga.
Dari sejumlah emiten, Ia mengungkapkan tertarik dengan PT Indosat Tbk (ISAT) karena dinilai memiliki efisiensi operasional yang baik dan margin yang terjaga.
Untuk strategi jangka pendek, sektor komoditas logam mulia dan logam dasar dinilai menarik di tengah tren pelemahan dolar AS dan kekhawatiran terhadap inflasi global.
“Emiten seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) disebut berpeluang mendapatkan sentimen positif,” tambahnya.
Baca Juga: IHSG Terkoreksi 0,47% dalam Sepekan, Berikut Sentimen Pemicunya
Sektor properti dan perbankan juga masuk dalam radar, didorong oleh kemungkinan penurunan suku bunga acuan sebanyak satu kali hingga akhir tahun.
Namun untuk sektor perbankan, Erindra mengingatkan bahwa secara fundamental masih terdapat tantangan yang bisa membatasi pertumbuhan laba.
Sementara itu, sektor teknologi masih berada dalam fase wait and see. Erindra menilai masih ada tekanan terhadap emiten teknologi seperti GOTO yang belum mencapai target margin, serta adanya ketidakpastian mengenai dampak tarif layanan digital.
Selanjutnya: Pembiayaan Emas BCA Syariah Melesat 241,7% Menjadi Rp 304 Miliar per Mei 2025
Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok 7-8 Juli, Siaga Hujan Lebat di Provinsi Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News