kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Brexit jadi titik lemah sterling di hadapan euro


Minggu, 05 November 2017 / 19:38 WIB
Brexit jadi titik lemah sterling di hadapan euro


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan suku bunga oleh Bank of England (BOE) tak cukup untuk menopang pergerakan poundsterling terhadap euro. Sepertinya, pasar masih kecewa dengan pernyataan gubernur Mark Carney yang memberikan sinyal dovish pada kondisi perbankan negara Ratu Elizabeth II ini. Apalagi, negosiasi Brexit membuat pasar skeptis.

"Dilema BOE adalah, fundamental ekonomi masih suram apalagi karena efek Brexit, apalagi lemahnya pound bisa picu tuntutan kenaikan gaji dan mengancam inflasi," jelas Analis PT Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono kepada Kontan.co.id, Jumat (3/11).

Menurut Wahyu, dalam beberapa hari terakhir, sebelum rapat BOE, posisi poundsterling sangat kuat karena antisipasi hawkish dan kenaikan suku bunga. Namun, pasar malah dikecewakan oleh pernyataan gubernur Carney yang tidak memberikan kepastian untuk kenaikan suku bunga berikutnya.

Mengutip Bloomberg, pasangan EUR/GBP pada Jumat (3/11) melemah 0,56% menjadi 0,888 sterling per euro dibandingkan dengan hari sebelumnya di 0,893. Sedangkan dalam sepekan, poundsterling menguat 0,45% dari 0,884.

Sedangkan dari sisi Eropa, memang ada kekhawatiran gubernur European Central Bank (ECB) Mario Draghi akan memperpanjang rencana tappering dengan memangkas jumlah pembelian stimulus hingga setengahnya.

Sebelumnya, Draghi menjanjikan program tapering bakal membeli 60 miliar euro hingga September 2018. Namun korting setengah harga menjadi 30 miliar euro berpotensi buat program tapering ini menjadi lebih lama.

"Sebenarnya euro dan GBP sedang lemah dibandingkan dollar, tapi euro lebih kuat daripada sterling karena Inggris punya titik lemah di Brexit," jelas Wahyu.

Wahyu menyimpulkan, indikator memberikan sinyal bullish terbatas dan untuk jangka panjang euro bakal lanjut mengungguli sterling. Hal ini terlihat dari indikator stochastic di area bawah level 49,5 dan moving average convergence divergence (MACD) di area negatif. Ada pula relative strength index (RSI) 14 berada di area netral 53 dan moving average (MA) berada di atas bollinger tengah dan bawah menandakan sinyal beli jangka menengah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×