kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BNI AM akan perbesar porsi SUN


Jumat, 26 Februari 2016 / 18:44 WIB
BNI AM akan perbesar porsi SUN


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pasca Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) ke level 7% pekan lalu, bagaimana strategi manajer investasi dalam mengelola portofolio reksadana pendapatan tetap dan reksadana campuran. Ini, terutama setelah adanya katalis positif tersebut?

Senior Fund Manager PT BNI Asset Management (BNI-AM) Hanif Mantiq menuturkan, untuk reksadana pendapatan tetap, perusahaan memperbesar porsi Surat Utang Negara (SUN) dari semula 50% menjadi 60%. Sisanya 40% berupa obligasi korporasi.

Namun, penambahan alokasi SUN tersebut bakal dilakukan secara bertahap melalui lelang obligasi negara. “Dinaikkan porsinya secara perlahan, setiap bulan 2%. Jadi, kalau market turun masih aman,” tuturnya.

Dengan catatan, pembelian SUN hanya dilakukan apabila yield SUN bertenor 10 tahun masih di atas level 7,75%. BNI-AM akan menghentikan akumulasi SUN jika besaran yield SUN bertenor 10 tahun kurang dari 7,75%.

Hanif berujar, perusahaan menggemari jenis SUN bertenor panjang, yakni lebih dari 10 tahun. Sebab, obligasi negara bertempo lama umumnya lebih reaktif sehingga dapat mencetak cuan lebih tinggi kala pasar surat utang bullish (naik).

Penurunan suku bunga BI disinyalir berimbas positif bagi pasar obligasi dalam negeri. Sebab, tren yield surat utang bakal menurun, sehingga harga obligasi dapat terkerek. Apalagi, secara jangka panjang, pemangkasan suku bunga BI bakal menggenjot sektor riil yang nantinya dapat menjadi angin segar bagi pasar domestik.

Untuk reksadana campuran, Hanif berujar perusahaan sedang mengecilkan porsi saham dari semula 75% menjadi 55%. Sisanya berupa obligasi korporasi dan deposito perbankan. Sebab, pasar saham sedang tertekan akibat wacana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang ingin membatasi net interest margin (NIM) perbankan.

“Market lagi gonjang-ganjing. Makanya kami merealisasikan keuntungan (take profit),” tutur Hanif. Apabila pasar saham kembali menghijau, barulah mereka mengembalikan porsi efek saham menjadi 75%.

Adapun, obligasi korporasi yang dipilih untuk produk reksadana campuran bertenor panjang, yakni lima tahun. Hanif memaparkan, perusahaan tidak mengincar kenaikan harga (capital gain) melalui pembelian obligasi korporasi, melainkan besaran kupon guna menggenjot imbal hasil (return).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×