kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bitcoin Naik Paling Tinggi Sepanjang Oktober, Pasar Saham dan Obligasi Tertekan


Minggu, 05 November 2023 / 08:48 WIB
Bitcoin Naik Paling Tinggi Sepanjang Oktober, Pasar Saham dan Obligasi Tertekan
ILUSTRASI. Gejolak pasar keuangan yang terjadi pada bulan Oktober menyebabkan kinerja saham dan obligasi tertekan.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Gejolak pasar keuangan yang terjadi pada bulan Oktober menyebabkan kinerja saham dan obligasi tertekan. Sementara aset safe haven cenderung diburu oleh investor. 

Sikap hawkish The Fed menghantui pasar diperparah oleh dampak meletusnya perang Israel–Hamas (Palestina) selama bulan lalu. 

Pengamat komoditas dan mata uang Lukman Leong menjelaskan, perlu dicatat bahwa kejadian penting selama bulan lalu yang mempengaruhi pergerakan pasar tentunya adalah perang Israel–Hamas. Kembali memanasnya konflik di awal Oktober telah menekan aset berisiko dan sebaliknya menguatkan aset safe haven.

“Akibatnya harga emas naik cukup besar dan sepenuhnya memanfaatkan momentum perang. Sedangkan obligasi AS yang sempat mendapatkan dukungan permintaan safe haven justru tertekan karena meningkatnya ekspektasi suku bunga The Fed,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (3/11).

Baca Juga: Review IHSG Sepekan: Top Gainers & Losers, Saham Dengan Net Sell Terbesar Asing

Berikut kinerja sejumlah aset investasi sepanjang bulan Oktober: 

Aset/Instrumen Δ% Oktober
IHSG -3,23%
Kompas100 -7,64%
LQ45 -7,72%
Indeks Obligasi Negara RI -2,57%
Indeks Obligasi Korporasi RI -0,60%
Emas Spot 1,38%
Emas Antam 7,28%
USD/IDR 4,22%
SGD/UDR 3,06%
CHF/IDR 2,08%
Bitcoin (BTC) 26,86%
Ethereum (ETH) 6,57%

SVP, Head of Retail, Product Research & Distribution Divion Henan Putihrai AM Reza Fahmi melihat, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja instrumen investasi selama bulan Oktober. Pasar di bulan lalu diselimuti ketidakpastian politik dan geopolitik akibat konflik di Timur Tengah, ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta pengaruh dari pergantian pemerintahan di AS.

Reza menjelaskan, pengetatan kebijakan moneter AS telah menarik banyak aliran modal dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Meski akhirnya The Fed mempertahankan suku bunga, namun ekspektasi kenaikan bunga sudah membayangi pasar dari awal Oktober.

Kuatnya ramalan The Fed akan menaikkan bunga acuan itu pula yang mempengaruhi keputusan Bank Indonesia (BI) dalam mengerek suku bunga acuan ke level 6% secara mengejutkan. Kenaikan suku bunga BI bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi.

Terlebih lagi, Reza menambahkan, kenaikan harga minyak mentah dunia masih terjadi yang terus mendorong potensi meningkatnya biaya produksi dan inflasi. Hal tersebut menambah sentimen perlambatan ekonomi global khususnya di pasar Asia akibat krisis sektor properti Tiongkok yang berpotensi menimbulkan risiko sistemik bagi perekonomian dan pasar keuangan global.

“Faktor-faktor tersebut menyebabkan pasar saham dan obligasi tanah air tertekan di bulan Oktober lalu, karena investor cenderung mengurangi eksposur terhadap aset-aset berisiko tinggi,” kata Reza kepada Kontan.co.id, Jumat (3/11).

Baca Juga: Indeks Saham Syariah Jeblok, Intip Rekomendasi Saham Pilihan Berikut

Lukman mengatakan, The Fed secara keseluruhan memang bersikap lebih hawkish selama bulan lalu karena didukung data ekonomi AS yang kuat. Walaupun pada akhirnya The Fed malah mempertahankan suku bunga dan tidak mengerek suku bunga acuannya.

Sementara itu, Lukman menyoroti beberapa mata uang yang menguat terhadap rupiah karena posisi rupiah sendiri tertekan oleh serangkaian data ekonomi domestik yang lebih lemah. Sehingga, hal itu pula yang mendorong keputusan tak terduga Bank Indonesia (BI) menaikkan bunga acuan ke level 6%.

Terkhusus aset kripto, Lukman melihat kenaikan cukup tinggi karena sentimen keputusan Bursa dan pengadilan Amerika (SEC) yang lebih menguntungkan industri kripto. Dimana, SEC mengisyaratkan bakal menerima perdagangan BItcoin ETF dalam waktu dekat usai tidak memperpanjang tuntutan kepada beberapa perusahaan kripto yang mengajukan izin dagang bitcoin ETF.

Baca Juga: Prediksi Pergerakan Bitcoin Bulan November usai The Fed Tahan Suku Bunga

Trader Tokocrypto Fyqieh Fachrur menjelaskan bahwa kenaikan harga Ethereum (ETH) pada bulan Oktober lalu dipicu oleh berita pengajuan Grayscale ETH Futures ETF yang telah disetujui oleh SEC. Sementara itu, lonjakan harga Bitcoin (BTC) terjadi setelah munculnya berita palsu terkait ETF BTC Blackrock dengan kode IBTC telah disetujui oleh SEC.

Pada minggu berikutnya, pasar kripto kian bergairah usai berita tentang BlackRock menempatkan dana ke Depository Trust and Clearing Corporation (DTCC) yang dianggap sebagai lembaga kliring untuk persiapan peluncuran ETF BTC. Setelah beredar kabar tersebut, Bitcoin mengalami lonjakan harga dan sideways di harga US$ 34.000-US$ 35.000.

“Ini membuat para investor aset kripto bersemangat untuk mengakumulasi Bitcoin dalam sebulan terakhir,” terang Fyqieh saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (3/11).

Hanya saja, Fyqieh melihat potensi Bitcoin bisa saja mengalami koreksi harga ke US$ 30.000 atau lebih parahnya ke US$ 26.000 di akhir tahun ini. Namun jika sentimen positif mendukung BTC, maka harga bisa mencapai US$ 38.000 sebagai resistance terdekat hingga capai US$ 40.000.

Kalau Ethereum saat ini dinilai belum memiliki tanda-tanda untuk bullish atau bearish dalam waktu dekat. Tetapi, apabila ETH mengalami peningkatan maka bisa mencapai US$ 2.000 sebagai resistance terkuatnya dan level harga US$ 1.670 jika terjadi penurunan.

“Tidak ada pergerakan pasti terkait dengan ETH, BTC serta altcoin lainnya,” imbuh Fyqieh.

Baca Juga: Simak, Ini Racikan Investasi Robert Kiyosaki yang bakal Moncer di 2024

Lukman menambahkan bahwa aset emas dan dolar AS secara fundamental diperkirakan masih bakal solid. Rupiah sendiri dinilai masih belum lepas dari tekanan tetapi pelemahan dianggap sudah terbatas yang diprediksi bisa ditutup pada kisaran harga ideal Rp 15.800 per dolar AS – Rp 16.300 per dolar AS di akhir tahun.

Menurut Reza, hasil kinerja instrumen investasi ini menandakan bahwa kondisi pasar di bulan Oktober lalu penuh dengan ketidakpastian dan risiko. Dengan demikian, investor cenderung berlindung di aset-aset aman atau alternatif yang memberikan potensi imbal hasil yang tinggi.

Setidaknya hingga akhir tahun, Reza masih melihat aset safe haven seperti emas, mata uang hingga aset kripto bakal tetap diminati oleh investor. Tetapi fluktuasi yang tinggi juga tidak dapat terhindarkan seiring situasi global dan sentimen pasar.

Sementara itu, pasar saham dan obligasi tanah air dinilai masih akan menghadapi tantangan dari faktor-faktor global. Namun diharapkan saham dan obligasi mendapatkan dukungan dari faktor-faktor domestik, seperti pemulihan ekonomi.

Reza memproyeksikan IHSG akan bergerak di kisaran 6.200-7.100 sampai akhir tahun ini dengan potensi kenaikan, jika kondisi global dan domestik lebih kondusif. Sedangkan yield obligasi acuan SUN Tenor 10 tahun diperkirakan bergerak dalam rentang 6,5%-7,0% sampai akhir tahun dengan potensi penurunan apabila terjadi peningkatan permintaan dan penurunan penawaran obligasi. 

Selanjutnya: Investasi Warren Buffet di Berkshire Hathaway Jebol Akibat Saham Apple

Menarik Dibaca: Kenali Kategori Aroma Minyak Wangi dan Tingkatannya, yuk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×