Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas masih terus membara sepanjang tahun ini. Kemarin, harga batubara di pasar ICE Newcastle berada di US$ 128,4 per ton. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 2011 silam. Sementara jika dihitung secara year to date, penguatan harga batubara sudah sebesar 59,47%.
Dengan tren positif harga si batu hitam ini sepanjang tahun ini, tak pelak, bisnis batubara ikut ketiban berkahnya. Hal ini turut dirasakan oleh PT Trans Power Marine Tbk (TPMA) yang bergerak di bidang logistik dan pelayaran yang menyediakan jasa angkut batubara.
Direktur TPMA Rudy Sutiono mengatakan, kenaikan harga batubara belakangan ini membuat para pemain tambang batubara meningkatkan produksi mereka. Hal tersebut pada akhirnya ikut meningkatkan kebutuhan akan pengangkutan batubara. Dengan membaiknya industri batubara, Rudy optimistis kinerja TPMA pada kuartal II-2021 akan mengalami pertumbuhan.
Baca Juga: Armada Berjaya Trans (JAYA) lebarkan bisnis ke sektor properti
“Jika melihat kondisi saat ini, kami percaya kinerja TPMA pada kuartal ini bisa naik 10-15% secara kuartalan. Selain batubara, industri nikel juga sedang tumbuh sehingga kebutuhan akan jasa pengangkutan tetap tinggi,” kata Rudy kepada Kontan.co.id, Kamis (24/6).
Adapun, pada kuartal I-2021 kemarin, TPMA berhasil mencatatkan pendapatan sebesar US$ 9,53 juta dengan laba periode berjalan sebesar US$ 930.246.
Menyambut paruh kedua tahun ini, Rudy optimistis permintaan akan batubara masih tetap tinggi sehingga industri batubara masih akan tetap tumbuh. Dari sisi kebutuhan ekspor, China saat ini terus menggenjot aktivitas ekonomi mereka setelah berhasil melalui pandemi Covid-19. Pabrik-pabrik sudah kembali beroperasi dan produksinya pun meningkat, hal ini dengan sendirinya akan mengerek permintaan batubara.
Ditambah lagi, China masih memberlakukan kebijakan larangan impor batubara dari Australia. Hal ini pada akhirnya membuat China melirik batubara dari Indonesia sehingga menjadi katalis positif untuk industri batubara dalam negeri.
Sementara untuk kebutuhan batubara dalam negeri juga tidak kalah tinggi. Menurutnya, saat ini kebutuhan batubara untuk PLN terus meningkat, seiring dengan beroperasinya ragam sektor industri di tanah air yang sempat terhambat akibat kondisi pandemi tahun lalu.
Baca Juga: Simak kinerja Guna Timur Raya (TRUK) yang berhasil pangkas rugi bersih di kuartal 1
“Kami di TPMA sendiri punya transaksi untuk kedua macam pasar. Untuk kebutuhan lokal, kami ada transaksi pengangkutan dari pulau ke pulau. Kalau yang orientasi ekspor, namanya transaksi transhipment, yakni dari pelabuhan ke kapal besar yang nantinya diangkut untuk ekspor. Secara sumbangsih ke pendapatan TPMA, masing-masing transaksi berkontribusi 50%,” jelasnya.
Selain itu, Rudy bilang pihaknya juga akan menegosiasikan ulang biaya angkutan ke para pelanggannya. Pasalnya, pada tahun lalu memang ada penyesuaian harga seiring kondisi bisnis tahun lalu yang lesu akibat pandemi. Dengan kondisi bisnis yang membaik, ia berharap bisa melakukan negosiasi untuk adanya peningkatan tarif pengangkutan.
Adapun, TPMA memiliki pelanggan grup besar Sinar Mas Group, Grup ITMG Group, Korindo Group. Holcim, dan lain-lain.
Dengan kondisi bisnis yang membaik, serta outlook ke depan yang masih oke, TPMA pun melakukan revisi terhadap target kinerja mereka pada tahun ini. Pada awal tahun kemarin, semula TPMA mematok target pertumbuhan pendapatan berkisar 5-10%.
“Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata realisasinya melebihi ekspektasi kami. Oleh karena itu, kami berharap kinerja pada tahun ini bisa mengalami pertumbuhan hingga 30% dibanding tahun lalu. Apalagi, tahun lalu kan kinerja memang rendah karena terdampak pandemi,” imbuh Rudy.
Guna mencapai target tersebut, Rudy bilang salah satu upaya yang dilakukan TPMA adalah dengan memaksimalkan utilisasi kapal, yakni dengan memastikan kapal-kapal pengangkut tidak ada waktu tunggu yang terlalu lama di pelabuhan. Saat ini, Rudy mengaku tingkat utilisasi kapal TPMA sudah 100%
Catatan saja, saat ini TPMA memiliki sebanyak 37 set armada. Setiap 1 setnya terdiri dari 1 tug boat, 1 kapal tongkang, dan 3 buah crane barge.
Baca Juga: Harga dianggap sudah ideal, Satria Antaran Prima (SAPX) batal stock split
Ke depan, TPMA juga berencana untuk menambah armadanya sebanyak 3 - 4 kapal di tahun ini guna meningkatkan kinerja perusahaan. Maka dari itu, perusahaan menganggarkan alokasi belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar Rp 120 miliar - Rp 150 miliar, yang sebagian besar dananya akan dipakai untuk modal penambahan kapal.
“Untuk realisasi pembelian kapal, sejauh ini kami masih dalam proses meminta penawaran dari shipyard-shipyard yang produksi kapal. Tapi hingga saat ini, belum ada kontrak (pembelian kapal) karena ada beberapa pertimbangan,” terang Rudy.
Salah satunya adalah harga besi yang sedang tinggi, sehingga membuat biaya produksi kapal baru bisa jauh lebih mahal. Oleh karena itu, TPMA juga mencari peluang untuk membeli kapal bekas yang umurnya masih 5-6 tahun. Selain dari sisi harga yang jauh lebih murah, kapal bekas juga prosesnya bisa lebih cepat dan bisa langsung digunakan.
Terkait rencana ekspansi bisnis yang lainnya, Rudy bilang TPMA belum mau buru-buru dahulu. Menurutnya, kondisi ke depan juga masih belum seutuhnya jelas karena pandemi Covid-19 yang masih menyelimuti. Oleh karena itu, ia lebih memilih untuk mengoptimalkan lini bisnis yang ada saat ini sembari melihat perkembangan ke depan.
“Lagipula, bisnis yang kami jalani saat ini juga masih dapat terus bertahan di tengah krisis maupun ketatnya kompetisi. Hal ini terbukti dari kinerja sepanjang tahun lalu yang masih laba padahal pandemi dan perlambatan ekonomi melanda,” tutup Rudy.
Selanjutnya: Rudy Tanoe menambah lagi sahamnya di Zebra Nusantara (ZBRA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News