Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) ikut merasakan efek pelambatan bisnis properti pada tahun ini. Emiten perintis kawasan Kelapa Gading ini memangkas target pendapatan pra penjualan (marketing sales) sebesar 22,2% dari sebelumnya Rp 4,5 triliun menjadi Rp 3,9 triliun hingga akhir tahun nanti.
Manajemen SMRA perlu memangkas target lantaran pencapaian marketing sales selama delapan bulan pertama tahun ini hanya Rp 2 triliun. Jumlah tersebut cuma sekitar 44,4% dari target awal.
Franky Riyandi Rivan, analis Daewoo Securities, optimistis SMRA bisa mencapai target baru tersebut. Dia menyebut, biasanya di semester pertama kinerja emiten turun. Di semester kedua baru ada peningkatan.
"Efek penurunan suku bunga kredit baru terasa di kuartal empat nanti," kata Franky kepada KONTAN, Kamis (22/9).
Meski penurunan suku bunga acuan tidak langsung berdampak ke penurunan bunga bank, dampaknya pada SMRA tetap akan positif. Permintaan properti akhir tahun ini diprediksi meningkat.
Posisi SMRA juga dinilai masih kuat di industri properti, dengan kualitas aset yang baik dan pendapatan berulang memadai. Sepanjang semester pertama tahun ini, SMRA meraih pendapatan berulang Rp 747,6 miliar, atau naik 8% dibandingkan periode sama tahun lalu.
Pendapatan berulang ini diperoleh dari bisnis mal, ritel, perkantoran, hotel serta pelayanan kesehatan. Analis Mandiri Sekuritas, Liliana S. Bambang juga memprediksi SMRA dapat memenuhi target pra penjualan karena memiliki proyek dalam pipeline yang cukup banyak.
Misalnya Condovilla Serpong, perumahan di Karawang, apartemen di Bekasi, serta proyek komersial dan residensial di Bandung.
Franky menilai, produk klaster SMRA di Bandung dan Karawang memiliki prospek cukup bagus dibanding apartemen Condovilla di Serpong, Tangerang. Dari harganya, Condovilla cukup mahal, berkisar Rp 1,3 miliar–Rp 1,9 miliar.
"Permintaan di kelas menengah ke atas dengan harga segitu belum begitu banyak, jadi kurang oke," kata dia.
Liliana mencatat tingkat pembelian (take up rate) masih lambat, yaitu hanya 56%. Jadi, dari 100 unit yang ditawarkan, cuma 56 unit yang laku terjual.
"Kami melihat dengan harga itu, konsumen lebih memilih rumah tapak, dibandingkan Condovilla," kata dia dalam risetnya.
Sampai akhir tahun ini, Franky memperkirakan SMRA meraih pendapatan Rp 5,5 triliun dan laba bersih Rp 515 miliar. Tapi dia merekomendasikan sell SMRA dengan target Rp 1.520 per saham.
Rekomendasi ini berdasarkan dua hal, yaitu pengakuan pendapatan kurang bagus dan utang cukup tinggi. Tambah lagi, Liliana menilai ada risiko terhadap kemampuan emiten mencapai target pertumbuhan tahun ini. Pasalnya, SMRA berpotensi menunda peluncuran proyek komersial di Bandung.
Liliana masih tetap merekomendasi neutral SMRA dengan target harga Rp 1.600 per saham. Dia melihat ada risiko marketing sales dan laba perusahaan tidak tercapai.
Sedangkan analis Samuel Sekuritas Indonesia Akhmad Nurcahyadi merekomendasikan beli saham SMRA dengan target Rp 1.750 per saham. Pada perdagangan kemarin, harga saham SMRA ditutup naik 0,87% ke level Rp 1.735 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News