kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bisa tetap cuan meski bursa saham tertekan


Rabu, 08 Agustus 2012 / 14:03 WIB
Bisa tetap cuan meski bursa saham tertekan
ILUSTRASI. Artis dan politikus, Jane Shalimar, meninggal karena Covid-19


Sumber: KONTAN MINGGUAN 45 XVI 2012, Laporan Utama3 | Editor: Imanuel Alexander

Meski sentimen krisis global masih menekan perdagangan saham Indonesia, investor bisa meraup untung dari saham-saham emiten yang berorientasi pada pasar dalam negeri. Ini dia pilihan sektor-sektor saham yang masih menarik dikoleksi.

Kalau Anda termasuk investor saham yang lebih senang berinvestasi jangka panjang, Anda tidak perlu berkecil hati melihat kondisi pasar saham saat ini. Memang, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak terlalu kinclong. Meski begitu, investor jangka panjang tetap bisa meraup untung, kok.

Investor jangka panjang memang tidak bisa lagi sekadar mengandalkan investasi di saham-saham unggulan atawa blue chips. Tengok saja kinerja saham-saham unggulan di sektor komoditas yang tidak terlalu mumpuni (lihat halaman 4).

Para analis menuturkan, di tengah sentimen krisis ekonomi global seperti sekarang, sebaiknya, investor jangka panjang fokus memilih saham-saham emiten yang berorientasi pada pasar dalam negeri. Beberapa sektor saham yang masih menarik dilirik di antaranya adalah sektor perbankan, sektor properti, sektor semen, sektor ritel, serta barang konsumsi.

Sektor-sektor saham tersebut rata-rata memiliki kinerja yang lebih baik ketimbang kinerja IHSG, atau setidaknya menyamai kinerja indeks saham acuan Indonesia tersebut. Sepanjang 2012 ini, IHSG sudah membukukan kenaikan 7,09%.

Sekarang, mari kita bandingkan dengan kinerja indeks sektor barang konsumsi. Pada penutupan perdagangan Kamis lalu (3/8), indeks sektor consumer goods ditutup di level 1.504,05. Artinya, sepanjang tahun ini indeks sektor barang konsumsi ini sudah meroket hingga sebesar 14,29%.

Bahkan, indeks saham para produsen barang konsumsi sempat mencapai level tertingginya tahun ini di 1.558,60 pada Selasa lalu (31/7). Bila dihitung hingga titik tertingginya, saham-saham sektor consumer goods sempat membukukan kenaikan sebesar 18,44% tahun ini.

Kinerja tiga kali lipat dibanding IHSG

Kinerja saham sektor properti lebih dahsyat lagi. Hingga Kamis lalu, indeks sektor properti dan konstruksi ditutup di level 285,69. Jadi, kalau dihitung sejak awal tahun, rata-rata saham sektor properti dan konstruksi sudah membukukan kenaikan sekitar 24,62%. Dengan demikian, kinerja saham sektor properti dan konstruksi bisa dikatakan tiga kali lipat lebih baik dari IHSG. Dahsyat, kan?

Hanya saja, investor memang tetap harus selektif dalam memilih saham-saham yang oke dari masing-masing sektor. Dengan cara itu, investor bisa berharap mendulang cuan yang lebih besar lagi.

Nah, untuk membantu Anda memilih, berikut KONTAN merangkum ulasan analis atas beberapa sektor yang masih menjanjikan cuan.

Sektor perbankan

Sepanjang 2012 ini, emiten-emiten sektor perbankan berhasil membukukan kinerja yang gemerlap. Bayangkan saja, saat industri perbankan di bagian lain dunia tertekan, perbankan di Indonesia masih bisa membukukan pertumbuhan laba bersih di atas 20%.

Ambil contoh, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Bank pelat merah satu ini berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 8,7 triliun di semester satu tahun ini. Sementara, di periode yang sama tahun sebelumnya, laba bersih emiten yang melego sahamnya dengan kode BBRI ini baru Rp 6,79 triliun. Jadi, di periode itu, laba BRI naik sekitar 28,22%.

Dengan kinerja yang positif tadi, analis menilai, saham-saham sektor perbankan masih menarik untuk dimasukkan dalam portofolio investasi jangka panjang. J.P. Morgan Securities Indonesia bahkan merekomendasikan kepada para kliennya untuk memperbesar porsi portofolio di saham perbankan. Sekuritas asal Amerika Serikat ini mengubah rekomendasi untuk perbankan Indonesia dari netral menjadi overweight.

Memang ada sedikit berita negatif yang bisa mempenga-ruhi kinerja saham bank. Misalnya, kebijakan batas minimal uang muka kredit properti dan kendaraan. Aturan batas minimal down payment dikeluarkan lantaran kekhawatiran munculnya gelembung di sektor kredit konsumsi. Kekhawatiran ini belum akan terjadi dalam waktu dekat. Sebab, menurut analis Mega Capital Indonesia Arief Fahruri, secara keseluruhan, rasio pinjaman terhadap PDB masih terjaga di bawah 30%.

Di sisi lain, inflasi sepanjang tahun ini diperkirakan masih bisa terkendali. Kalaupun terjadi kenaikan, sifatnya hanya sementara. Pendorongnya faktor momen musiman seperti bulan puasa, lebaran, dan akhir tahun. “Inflasi dan BI rate sendiri cenderung stabil dan terjaga sepanjang tahun ini,” kata Arief.

Analis meyakini, sektor perbankan bakal tetap membukukan pertumbuhan positif di paro kedua 2012 ini. Kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia di semester pertama tahun ini juga tidak akan memberi tekanan lagi ke industri. Arief mencontohkan, aturan kepemilikan bank, yang sempat membuat bank asing deg-degan, kini sudah jelas setelah BI mengambil kebijakan yang moderat.

Ruang tumbuh bagi realisasi penyaluran kredit juga masih terbuka lebar, mengingat posisi rasio kecukupan modal atawa capital adequacy ratio (CAR) perbankan saat ini rata-rata ada di 18%, jauh di atas ketentuan batas minimal 8%. “Dari sisi makro, krisis global yang terjadi menunjukkan perbankan kita cukup solid,” kata Arief.

Lalu, saham bank apa yang menarik untuk dikoleksi? Arief menjagokan saham PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) sebagai saham pilihan di sektor ini. Arief menilai, dana pihak ketiga (DPK) bank ini di semester satu tumbuh pesat sehingga BPD ini lebih leluasa untuk melakukan ekspansi.

Program pembiayaan kredit mikro bank ini juga terbilang sukses. Program Warung BJB kini sudah mencapai 431 unit. Dengan demikian, penetrasi di sektor kredit mikro bakal terus berjalan.

Selain itu, BJBR berpeluang mengembangkan pembiayaan kredit konsumsi. Bank masyarakat Jawa Barat dan Banten ini beberapa waktu lalu menaikkan plafon pinjaman bagi pegawai negeri sipil (PNS) dari sekitar 70% menjadi 85% dari gaji PNS. Sedikit informasi, PNS termasuk salah satu target pasar terbesar Bank Jabar.

Arief memberi rekomendasi beli untuk BJBR dengan target harga Rp 1.300 per saham. Pada penutupan perdagangan Jumat lalu (3/8), harga saham BJBR ada di Rp 1.000 per saham.

Sementara, analis J.P. Morgan Aditya Srinath menempatkan BBRI sebagai saham pilihan di sektor perbankan. Ia mematok target harga BBRI di Rp 8.200 per saham. Jumat lalu, harga BBRI Rp 7.000 per saham.

Aditya menilai harga saham BBRI saat ini masih undervalue. “Dalam pandangan kami, saham ini menawarkan imbalan atas risiko yang terbaik di antara saham lain di sektor ini,” tulis Aditya dalam risetnya.

Saham bank lain yang masih menarik untuk dikoleksi, antara lain saham PT Bank Danamon Tbk (BDMN) dan saham PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN). Aditya mematok rekomendasi beli untuk kedua saham tersebut dengan target harga Rp 7.000 per saham untuk BDMN dan Rp 4.400 per saham untuk BTPN.

Sektor properti

Sama seperti emiten sektor perbankan, emiten sektor properti rata-rata mencatatkan pertumbuhan kinerja yang positif di semester satu tahun ini. Ambil contoh, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSD). Pengembang perumahan di kawasan Serpong, Tangerang, ini membukukan kenaikan pendapatan 24% menjadi Rp 1,6 triliun.

Di periode yang sama, laba bersih BSD mencapai Rp 507 miliar. Artinya, laba bersih emiten yang sahamnya diberi kode BSDE ini naik sekitar 31% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Anindya Saraswati, analis Danareksa Sekuritas, menyebutkan, pertumbuhan emiten properti di paro pertama 2012 masih in line dengan hitungan Pilihannya. Hanya, memang pertumbuhan tahun ini tidak akan sedahsyat pertumbuhan kinerja emiten properti di 2011 lalu.

Meski begitu, analis menekankan, sektor properti masih bisa mencetak pertumbuhan kencang di masa mendatang. “Sektor properti ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia dan fundamental ekonomi masih kuat,” sebut Nanda, sapaan akrab Anindya.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Benedictus Agung memaparkan positifnya pertumbuhan sektor properti bisa terlihat dari marketing sales yang masih kuat. “Marketing sales ini baru akan dibukukan di masa mendatang, jadi pendapatan emiten properti masih akan bagus,” sebut dia.

Selain itu, secara historis, kinerja emiten properti di semester satu tiap tahunnya selalu lebih kecil ketimbang kinerja di enam bulan terakhir. Jadi, Benedictus optimistis, kinerja emiten properti bakal tumbuh pesat tahun ini.

Permintaan properti di Indonesia sendiri masih tinggi. Bahkan, di beberapa wilayah, salah satunya di Jakarta, pertumbuhan pendapatan masyarakat naik lebih cepat ketimbang kenaikan harga properti. Hal ini mendorong orang membeli properti.

Memang, sektor properti dibayangi oleh isu bubble, lantaran harga properti belakangan ini naik tinggi. Tapi, Benedictus menilai, indikasi bubble tersebut belum terlihat. “Harga saat ini menurut saya masih wajar, jadi bubble properti masih jauh,” tandas dia.

Benedictus mengemukakan alasan, penetrasi kredit pemilikan rumah alias KPR yang masih rendah bisa jadi indikator properti belum bubble. Seperti kita tahu, sebagian besar pembelian rumah di Indonesia masih dilakukan melalui kredit pemilikan rumah.

Benedictus mencatat, di 2011 lalu, rasio kredit properti terhadap total kredit bank mencapai 16%. Pada 2003 silam, rasio yang sama tercatat 12,3%. “Dalam rentang waktu tersebut terlihat rasio properti terhadap total loan tidak mengalami banyak perubahan, artinya peluang penetrasi sebenarnya masih besar,” beber Benedictus.

Selain itu, rasio kredit properti terhadap produk domestik bruto (PDB) juga tidak banyak berubah. Di 2003, rasio ini berada pada level 2,1%. Sementara tahun lalu, rasio ini hanya naik tipis menjadi 4,1%.

Beleid pemerintah yang membatasi minimal uang muka pembelian rumah menjadi 30% diperkirakan juga tidak akan mempengaruhi sektor properti ini. Nanda menganalisis, beleid tersebut akan lebih mempengaruhi pembeli properti di segmen menengah bawah.

Tapi, menurut Nanda, emiten properti yang memiliki proyek untuk menengah bawah seperti PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) juga sudah menegaskan kinerja mereka tidak akan terganggu oleh kebijakan tersebut. “Dampaknya pasti ada, tapi tidak besar,” cetus dia.

Nah, salah satu saham favorit analis adalah BSDE. Benedictus dan Nanda sama-sama memasang rekomendasi beli untuk saham ini. Keunggulan BSD adalah emiten ini memiliki landbank yang luas, sehingga potensi ekspansinya masih besar. “Itu membantu mereka memanfaatkan kuatnya permintaan properti,” sebut Benedictus.

Benedictus memasang target harga Rp 1.130 untuk saham BSDE. Sementara, Nanda mematok target harga lebih optimistis di Rp 1.580. Jumat lalu, harga BSDE berada di level Rp 1.110 per saham.

Selain BSDE, investor yang ingin menempatkan investasi di saham properti bisa mempertimbangkan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) dan PT Metropolitan Land Tbk (MTLA). Nanda memberi rekomendasi beli untuk kedua saham tadi, dengan target harga Rp 760 untuk ASRI dan Rp 550 untuk saham MTLA.

Sektor semen

Fokus emiten sektor semen menjual produknya di dalam negeri membuat emiten sektor ini tidak terpengaruh memburuknya kondisi global. Analis menyebutkan, prospek sektor infrastruktur Tanah Air yang cerah menjadi katalis bagi industri semen dalam negeri.

Sayang, pertumbuhan permintaan semen domestik belum bisa diimbangi dengan kapasitas produksi. Permintaan diprediksi tumbuh hingga 10% tahun ini, sementara kapasitas produksi hanya bertambah 4,4% menjadi 56,8 juta ton.

Produsen semen nasional sejatinya terus berupaya mendongkrak kapasitas produksi. Namun, laju penambahan kapasitas ini belum bisa mengimbangi tingginya permintaan.

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), misalnya, baru akan mendapatkan tambahan produksi dari pabrik Citeureup sebanyak 4,4 juta ton pada 2016. “Kapasitas produksi semen akan penuh mulai 2014,” ujar Gifar Indra Sakti, analis Sucorinvest Central Gani.

Gifar memperkirakan, penjualan semen tahun ini bisa mencapai 52,4 juta ton. Ia optimistis target ini bisa tercapai, mengingat sepanjang semester satu saja, volume penjualan semen dalam negeri telah mencapai 25,9 juta ton. Jumlah ini 15% lebih tinggi dari volume penjualan semen di periode yang sama tahun lalu.

Selain itu, secara historis, penjualan lem beton ini di paruh kedua biasanya lebih tinggi ketimbang di enam bulan pertama. Dalam lima tahun terakhir, volume penjualan pada semester kedua rata-rata naik 14%.

Analis menganalisis, penjualan di Pulau Jawa masih akan memberi kontribusi terbesar bagi pertumbuhan industri semen tanah air. Sepanjang semester satu lalu, dari total penjualan semen 25,9 juta ton, sekitar 14,2 juta ton di antaranya terjadi di wilayah Jawa.

Ini bisa dimaklumi mengingat pembangunan ekonomi memang masih terpusat di Jawa. Tengok saja, dalam APBN 2012, pemerintah menganggarkan belanja infrastruktur senilai sekitar Rp 161 triliun.

Nah, sekitar 70% dari anggaran ini akan diserap oleh proyek-proyek di Pulau Jawa. Selain itu, “Harga komoditas yang lebih rendah tahun ini berpotensi menurunkan pengeluaran untuk perumahan masyarakat luar Jawa yang bersandar pada komoditas,” ujar Gifar.

Apa saham yang menarik di sektor semen? Analis menunjuk saham Indocement sebagai saham jagoan di sektor ini. Apalagi, fundamental keuangan emiten semen ini terbilang oke.

Indocement mencetak pendapatan Rp 8,658 triliun di semester pertama 2012 atau meningkat 29% dibanding dengan pendapatan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara, laba bersih Indocement tumbuh 25% menjadi Rp 2,12 triliun. Hingga akhir tahun, analis memperkirakan, pendapatan dan untung bersih emiten dengan saham berkode INTP ini bisa mencapai masing-masing Rp 18,981 triliun dan Rp 4,543 triliun.

Hanya saja, kalau Anda ingin mengoleksi saham sektor semen, Anda harus sedikit bersabar. Para analis menilai harga saham emiten semen saat ini sudah cukup tinggi. Dus, Anda sebaiknya menunggu harga saham ini turun dahulu sebelum masuk.

Gifar dan analis Samuel Sekuritas Adrianus Bias Prasuryo memasang rekomendasi tahan untuk INTP. Gifar mematok target harga INTP di Rp 22.700 per saham. Sedang Adrianus memasang target harga sebesar Rp 22.000 per saham.

Adrianus dan Gifar juga merekomendasikan tahan saham PT Semen Gresik Tbk (SMGR). Adrianus menghitung harga wajar saham perusahaan pelat merah ini di Rp 14,200 per saham. Sementara Gifar menetapkan target harga di Rp 12.500 per saham.

Sektor ritel dan barang konsumsi

Saham-saham emiten sektor ritel dan produsen barang konsumsi juga masih menjanjikan peluang cuan. Maklumlah, sama seperti sektor properti, pertumbuhan sektor ritel dan barang konsumsi ini disokong oleh kondisi ekonomi. Selama ekonomi Indonesia masih kuat, sektor ritel dan barang konsumsi akan tetap tumbuh.

Analis menilai, kinerja emiten sektor ritel dan consumer goods di semester satu lalu juga positif. Ambil contoh, kinerja
PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. Emiten yang mejeng di bursa dengan kode RALS ini membukukan laba Rp 89,36 miliar di semester satu 2012. Realisasi tersebut lebih tinggi sekitar 24,79% ketimbang realisasi laba bersih di periode yang sama tahun sebelumnya.

Di paro kedua 2012 ini, analis meyakini, kinerja emiten sektor ritel dan barang konsumsi akan lebih bagus lagi. Pasalnya, ada banyak momen perayaan di paruh kedua, mulai dari bulan puasa dan lebaran hingga Natal dan tahun baru. Di momen-momen seperti ini, orang biasanya rajin belanja.

Untuk investor yang ingin berinvestasi di sektor ritel, analis merekomendasikan saham RALS sebagai pengisi portofolio. Analis Bahana Securities Harry Su memberi rekomendasi beli untuk RALS dengan target harga Rp 1.250 per saham.

Selain itu, Anda juga bisa menempatkan dana di saham PT Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI) dan PT Ace Hardware Tbk (ACES). Nanda memasang target harga Rp 8.900 per saham untuk MAPI dan Rp 6.500 per saham untuk ACES.

Sementara, saham pilihan analis untuk sektor barang konsumsi adalah saham PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dan saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Analis Sinarmas Sekuritas Jansen Kustianto menilai kedua emiten tersebut mempunyai brand equity yang kuat. Selain itu, kedua emiten tersebut memiliki jaringan distribusi yang luas.

Analis Mandiri Sekuritas Octavius Oky Prakarsa memberi rekomendasi beli untuk kedua saham tersebut. Ia memasang target harga Rp 6.500 per saham untuk INDF dan Rp 25.000 per saham untuk MYOR.

Selamat berburu. Semoga Anda meraup cuan besar!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×