Sumber: KONTAN MINGGUAN 45 XVI 2012, Laporan Utama1 | Editor: Imanuel Alexander
Sentimen negatif ekonomi global tak berhenti menekan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sudah begitu, data perdagangan Indonesia juga memburuk. Toh, investor tetap bisa mendulang untung dari bursa.
Setelah sekian lama, pekan lalu akhirnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menembus level 4.100. Selasa lalu (31/7), IHSG berhasil menguat hingga mencapai level 4.142,34. Ini pertama kalinya IHSG menembus angka psikologis 4.100 sejak awal Mei silam.
Sayang, meski sempat menembus 4.100, IHSG masih belum mampu berlari lebih kencang. Dalam tiga hari terakhir perdagangan pekan lalu, indeks saham dalam negeri ini merosot perlahan. Alhasil, pada penutupan perdagangan pekan lalu (3/8), IHSG hanya bisa bertengger di posisi 4.099,81. Posisi ini lebih tinggi sekitar 0,38% ketimbang posisi penutupan IHSG pada pekan sebelumnya.
Lagi-lagi, pasar saham Indonesia harus mengalah kepada sentimen negatif global. Analis menilai, penyebab utama pelemahan indeks saham pekan lalu adalah sentimen negatif akibat pernyataan petinggi bank sentral Amerika Serikat (AS) dan bank sentral kawasan Eropa.
Pasar memang sempat berharap petinggi The Federal Reserve dan European Central Bank (ECB) bakal meluncurkan stimulus dalam pidatonya pekan lalu. Apalagi Presiden ECB Mario Draghi sempat berjanji akan melakukan apapun demi menyelamatkan mata uang euro. “Pada kenyataannya, ternyata baik The Fed dan ECB tidak mengeluarkan stimulus dan mengumumkan kebijakan baru,” sebut Purwoko Sartono, analis Panin Sekuritas.
The Fed dalam pernyataan resminya, Rabu lalu, memutuskan untuk tetap bertahan menjalankan kebijakan yang sudah ada saat ini. Meski begitu, bank sentral AS ini mengindikasikan ekonomi negara terkaya di dunia ini melemah.
Segendang sepenarian, Mario Draghi tidak mengumumkan program stimulus khusus. Presiden ECB ini hanya mengungkapkan kemungkinan melakukan operasi pasar terbuka untuk menjaga yield obligasi negara-negara pengguna euro.
Defisit perdagangan
Berita-berita dari Eropa dan AS masih akan menjadi penggerak utama bursa saham selama beberapa waktu ke depan. “Akhir dari krisis Eropa ini masih belum kelihatan. Pasar mengkhawatirkan krisis ini bisa menyeret negara lainnya,” papar Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia.
Selain isu krisis di Eropa dan ekonomi AS yang belum pulih, pasar juga akan fokus pada perlambatan ekonomi di China. Karena itu, para analis menilai untuk jangka pendek risiko di pasar saham masih besar.
Analis senior Batavia Prosperindo Sekuritas Andy Ferdinand menyarankan investor agar berhati-hati dalam beberapa pekan ke depan. Ia melihat potensi IHSG terkoreksi masih terbuka lebar. Apalagi secara historis, capital outflow biasanya lebih gencar dan investor lebih cenderung profit taking.
Menurut catatan Andy, jika ditarik ke belakang, fenomena bearish di Agustus ini sudah terjadi sejak 10 tahu terakhir.
Ia memprediksi koreksi akan terjadi hingga September.
Tambah lagi, data perdagangan dalam negeri juga jadi sentimen negatif. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, nilai ekspor Indonesia di Juni 2012 hanya sebesar US$ 15,36 miliar. Jumlah ini lebih kecil sekitar 8,70% dari ekspor di Mei 2012. Sementara bila dibandingkan dengan ekspor di Juni 2011, ekspor Indonesia turun 16,44%.
Di saat yang sama, Indonesia justru mencatatkan impor sebesar US$ 16,69 miliar. Artinya, neraca perdagangan Indonesia minus sekitar US$ 1,32 miliar. Ini adalah rekor defisit perdagangan bulanan tertinggi dalam sejarah Indonesia.
Ini juga pertama kalinya Indonesia mencatatkan defisit neraca perdagangan tiga bulan berturut-turut. ”Fakta tersebut, ditambah arus keluar dari rupiah, menegaskan pandangan kami bahwa neraca pembayaran di kuartal dua 2012 akan makin suram,” sebut Wisnu Wardana, ekonom Bank CIMB Niaga, dalam risetnya.
Memburuknya defisit perdagangan Indonesia membuat Morgan Stanley menurunkan rekomendasinya pada pasar saham Indonesia. Perusahaan keuangan asal AS ini memasang rekomendasi netral, dari sebelumnya positif.
Dalam catatan kepada investor akhir pekan lalu, Morgan Stanley menuturkan, meski Indonesia masih bisa bertumpu pada pendapatan domestik, membesarnya defisit perdagangan Indonesia bisa membatasi valuasi pasar saham. “Kaitan dengan komoditas keras dan modal dari luar bisa meningkatkan volatilitas rupiah, sehingga meningkatkan risiko saham dan mempengaruhi valuasi secara negatif,” ujar Morgan Stanley dalam catatannya.
Tetap optimistis
Meski banyak sentimen negatif yang membayangi pergerakan indeks saham, para analis masih tetap optimistis IHSG bisa ditutup menguat di akhir tahun. Satrio dan Andy masih optimistis IHSG bisa ditutup di level 4.500 akhir tahun nanti.
Kepala Riset Henan Putihrai Felix Sindhunata juga masih mempertahankan target IHSG yang dia patok di awal tahun, yakni 4.425. Hanya saja, Felix memasang banyak catatan. “Target IHSG bisa tercapai dengan data AS tidak memburuk, Eropa segera mengeluarkan kepastian penanganan masalah utang, serta China kembali bangkit, sehingga permintaan komoditas kembali bergairah,” jelasnya panjang lebar.
Andy memprediksi, penguatan IHSG akan terjadi di kuartal terakhir tahun ini. Penguatan ini terutama akan didorong oleh aksi window dressing.
Cuma, analis tetap menyarankan investor terus waspada dan memperhatikan perkembangan krisis di Eropa dan data-data ekonomi AS serta China. Berita buruk dari ketiga kawasan tersebut masih bisa menjadi sentimen negatif yang mempenga-ruhi pergerakan IHSG.
Jadi, meski IHSG di akhir tahun berpeluang menguat, Andy menilai penguatan itu bukan penguatan yang bersifat fundamental. “Makanya fluktuasinya bisa sangat signifikan, mengingat belum ada tanda perbaikan dari Eropa,” cetus dia.
Lalu, bagaimana sebaiknya strategi investor dalam menginvestasikan dananya di pasar saham di tengah berbagai sentimen negatif tadi? Para analis sepakat menganjurkan investor menginvestasikan dananya di saham-saham yang berorientasi pada pasar domestik. “Sektor dengan eksposur yang kecil terhadap dollar AS juga boleh dicermati,” sebut Andi.
Sebagai contoh, para analis menyebutkan investor bisa menempatkan dananya di saham-saham sektor perbankan atau sektor ritel dan barang konsumer. Selain itu, sektor properti juga menarik dilirik.
Di luar itu, analis menyarankan investor menjauhi sektor pertambangan dan komoditas. Pasalnya, emiten-emiten sektor ini kinerjanya paling terpengaruh memburuknya kondisi ekonomi global. Jangan lupa, harga komoditas tambang dan pertanian saat ini cenderung turun.
Tapi, Felix punya pendapat sedikit berbeda. Ia tetap menyarankan investor mengamati sektor komoditas. Meski harga komoditas anjlok, valuasi yang murah membuat saham ini menarik. “Tapi, investor harus benar-benar cermat kapan waktunya masuk,” sebut Felix.
Kalau Anda masih butuh petunjuk untuk membantu berinvestasi di saham, silakan simak Laporan Utama KONTAN kali ini. Semoga cuan tetap menyertai Anda.
*** Sumber : KONTAN MINGGUAN 45 XVI 2012, Laporan Utama1
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News