Reporter: Dede Suprayitno, Riska Rahman | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - Backdoor listing adalah salah satu strategi bagi investor atau pemilik modal untuk masuk bursa saham. Prosesnya tidak serepot menawarkan saham perdana (IPO). Dengan masuk bursa lewat pintu belakang, investor bisa leluasa mengembangkan usaha, bahkan bisa mengganti bisnis utama.
Fenomena backdoor listing kembali muncul di pasar modal Indonesia. Salah satu perusahaan yang siap masuk Bursa Efek Indonesia (BEI) lewat pintu belakang ini adalah PT Indonesia AirAsia. Anak usaha Grup AirAsia ini berencana masuk bursa lewat bendera PT Rimau Multi Putra Pratama Tbk (CMPP). Backdoor listing merupakan salah satu cara praktis dan tidak rumit untuk masuk pasar modal. Perusahaan private bisa masuk dengan mengenakan "seragam" perusahaan lain.
Selain Indonesia AirAsia, sejumlah perusahaan juga sempat menyatakan minatnya untuk backdoor listing. Misalnya, PT Anugerah Kasih Investama. Perusahaan properti ini tengah bernegosiasi dengan tiga emiten di BEI untuk memuluskan niatnya tersebut. Ada pula anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), yang tengah mengkaji opsi masuk bursa lewat jalan belakang.
Strategi backdoor listing memang bukan skema baru di dunia pasar modal Indonesia. Silakan lihat ke belakang. Pada 2015, ada Fundamental Resources Pte Ltd yang masuk ke PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP). Kala itu, SIAP bergerak di bidang percetakan plastik lembaran, kemudian mengubah bisnis utamanya menjadi usaha batubara. Sebelumnya, Fundamental berniat masuk bursa lewat rights issue PT Perdana Karya Perkasa Tbk (PKPK). Tapi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menolak rencana tersebut.
Pada 2014, PT Centrin Online Tbk juga mengubah lini bisnis utamanya. Pasalnya, Cover Universal Enterprise Ltd, anak usaha Northstar Equity Partners III Ltd, masuk dan menjadi pemegang saham utama. Sejak itu, Centrin Online mengubah namanya menjadi PT Centrama Telekomunikasi Indonesia Tbk (CENT). Langkah ini sekaligus mengubah lini bisnis utama di bidang perdagangan jasa telekomunikasi seluler menjadi perusahaan yang fokus pada bisnis menara telekomunikasi. Hingga kini, Clover Universal menguasai 41,81% saham CENT.
Pada 2013, aksi serupa terjadi pada PT Toko Buku Gunung Agung Tbk. Emiten berkode TKGA ini terus merugi hingga akhirnya membuka pintu untuk masuknya investor baru. Sang pemodal itu adalah Permata Resources Group yang membeli TKGA melalui jalur backdoor listing.
Kabarnya, salah satu pemilik perusahaan tambang batubara itu adalah Herry Beng Koestanto yang pernah menjabat Komisaris PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA).
Sekadar mengingatkan, AISA pun kala itu masuk ke pasar modal dengan mekanisme backdoor listing. Pada 27 Oktober 2003, PT Tiga Pilar Sekuritas sebagai salah satu pemilik obligasi konversi melaksanakan perubahan 53 lembar obligasi konversi senilai Rp 26.500 menjadi 132,5 juta saham biasa seri B perusahaan dengan nominal Rp 200 (dalam rupiah penuh) per saham. Saat itu, perusahaan ini mengakuisisi PT Asia Inti Sejahtera Tbk yang telah tercatat di bursa saham.
Masih segar dalam ingatan, tahun lalu Golden Harvest Cocoa Ltd (GHCL) juga merangsek ke bursa saham Indonesia. GHCL masuk lewat PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk (BTEK), emiten yang bergerak di bidang pengembangan bioteknologi pertanian, lewat skema rights issue. Saat itu, BTEK membidik nilai rights issue mencapai Rp 5,51 triliun.
Setidaknya, sejumlah aksi backdoor listing itu memberi pengaruh terhadap emiten. Selain kapitalisasi pasar naik, "Juga menambah ekspansi atau pelengkap usaha," ujar Bertoni Rio, Senior Analyst Research Division Anugrah Securindo Indah.
Aksi backdoor listing bisa menjadi strategi untuk mengakuisisi perusahaan yang sudah jenuh terhadap bisnis intinya. Di sisi lain, tidak perlu repot-repot lagi mengembangkan bisnis dan lebih cepat masuk BEI. Tapi risikonya, valuasi perusahaan bisa kemahalan.
Irwan Ariston Napitupulu, pengamat sekaligus investor pasar modal, menilai, ada tiga cara untuk mempertimbangkan saham dengan riwayat backdoor listing. Pertama, tingkat harga rights issue yang dipatok. Kedua, fundamental atau prospek bisnis yang dijalankan. Ketiga, siapa pemilik baru dari perusahaan itu. "Apakah nantinya, owner bisa me-maintenance harga atau tidak," kata dia kepada KONTAN, Kamis (31/8).
Oleh karena itu, saham backdoor listing akan menarik bila pemilik baru mampu mengerek harga saham. Caranya, berkaca dari emiten lain. Misalnya, PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) yang mengubah bisnis ritel menjadi bisnis properti. "Pemiliknya mahir dan kawakan di pasar modal, maka sahamnya akan dijaga. Tapi, saham yang tidak di-maintenance dengan baik, mungkin bisa jadi saham gorengan," ujar Irwan.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News